12/24/2010

Ujian University of Cambridge

REFERENSI & RESOURCES

Banyak jalan untuk mendapatkan legalitas/sertifikasi/ijazah untuk anak-anak homeschooling. Selain menggunakan jalur pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh Depdiknas, anak-anak HS dapat menempuh jalur sertifikasi internasional; salah satunya adalah Ujian yang diselenggaraakn oleh University of Cambridge.

GraduationBerikut ini petikan informasi mengenai ujian University of Cambridge yang disarikan dari situs resmi University of Cambridge Examinations :

University of Cambridge International Examinations (CIE) adalah sebuah lembaga non-profit yang merupakan bagian dari University of Cambridge. Lembaga ini menyediakan ujian kualifikasi internasional untuk anak usia 14-19 tahun.

CIE memiliki banyak kualifikasi dan program, mulai yang bersifat umum (biasanya diambil melalui sekolah), hingga kualifikasi vokasional dan pengembangan profesional untuk para guru.


JENJANG UJIAN
Ada empat jenjang ujian yang diselenggarakan oleh CIE, yaitu: Primary (5-11 tahun); Lower Secondary (11-14 tahun); Middle Secondary (14-16 tahun); dan Upper Secondary (16-18 tahun).

Setiap jenjang memiliki beberapa program. Pada jenjang Primary (kelas 1-6), ada Cambridge International Primary Programme. Materi yang diujikan pada tingkat primary adalah English, Math, dan Science. Ujian pada tingkat Primary diselenggarakan untuk kelas 3, 4, 5, dan 6. Ujian ini bersifat optional. Keterangan lengkap mengenai Primary Level.

Pada jenjang Lower Secondary (kelas 7-9)), ada Lower Secondary Programme dan Cambridge Checkpoint. Pada Lower Secondary Programme, yang diujikan adalah Math, English, dan Science. Ujian tingkat 7 dan 8, bersifat optional. Di akhir tingkat (kelas 9), siswa dapat mengikuti ujian Cambridge Checkpoint yang dapat diambil terpisah (tanpa mengikuti ujian tingkat di bawahnya) sebelum mereka melanjutkan ke jenjang IGCSE/O Level. Keterangan lengkap Lower Secondary Level.

Pada jenjang Middle Secondary (kelas 10-12), ada Cambridge O Level dan Cambridge IGCSE. The General Certificate of Education (Ordinary Level), atau O Level, adalah ujian akhir sekolah yang diselenggarakan di berbagai negara, seperti Singapore, Brunei, dll. Ujian pada O Level biasanya terdiri 7 sampai 9 mata pelajaran. Nilai yang diperoleh dari ujian O Level diterima di berbagai universitas.
Keterangan tentang O Level.

IGCSE (The International General Certificate of Secondary Education) adalah salah satu tes yang diakui perguruan tinggi di berbagai penjuru dunia. IGCSE setara dengan O Level. IGCSE disesuaikan untuk kebutuhan multi-kultural, multi-lingual. Materi yang dapat dipilih siswa sangat beragam, ada banyak sekali mata pelajaran yang dapat diambil sesuai kebutuhan/minat siswa.
Keterangan tentang Cambridge IGCSE.

Untuk jenjang Upper Secondary, ada ujian International A and AS Level. Jenjang ini merupakan kelanjutan IGCSE. Nilai yang bagus pada jenjang ini sangat penting untuk pendaftaran di universitas-universitas penting di dunia. Nilai yang bagus dapat menjadi kredit yang diakui di berbagai universitas di Amerika Serikat dan Kanada. Ujian pada jenjang ini menggunakan berbagai proses untuk melengkapi ujian tertulis, antara lain: lisan, praktek, project; disesuikan dengan mata pelajaran yang diambil. Ujian AS level merupakan setengah dari program A Level dan bersifat pilihan.

SEKOLAH TANPA SEKOLAH : Pendidikan Alternatif di Salatiga (Qoryah Thayyibah)

Tak terbayangkan dalam benak kita ada sekolah tanpa pagar, tanpa tiang bendera, tanpa bel, tanpa gedung sekolah, bahkan tanpa plang yang menunjukkan bahwa ada sekolah. Tetapi itulah yang terjadi di Desa Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Sebuah komunitas belajar yang mengusung ide pendidikan alternatif muncul dan mengagetkan dunia pendidikan kita yang carut marut ini. Gaungnya tidak hanya bergema di negeri ini namun sudah terdengar hingga kancah internasional.

Sudah mengendap dalam benak kita bahwa kalau ingin menuntut ilmu berarti kita harus sekolah. Dan itu tidak sepenuhnya salah. Masalahnya, sekolah saat ini tidak hanya menuntut tekad bulat untuk menuntut ilmu, namun juga harus diiringi kesediaan merogoh kocek dalam-dalam. Untuk menyekolahkan anak setingkat SD di sekolah negeri, meski disebut gratis, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan orangtua saat awal masuk sekolah berkisar antara 100 hingga 500 ribu rupiah, misalnya untuk seragam, buku, dan lain-lain. Sementara untuk masuk SD swasta, apalagi SD favorit di kota besar, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai jutaan rupiah.

Demikian juga ketika kita ingin menyekolahkan anak di tingkat SMP dan SMA. Biaya yang dikeluarkan tentu lebih tinggi. Kira-kira 500 sampai 1 juta rupiah harus disediakan orangtua pada saat penerimaan siswa baru. Uang sebesar itu tentu tidak terasa besar bagi mereka yang berpenghasilan rutin dengan jumlah jutaan rupiah. Namun bagi mereka yang tidak punya penghasilan tetap tentunya uang sejumlah itu akan sangat membebani hidup. Bayangkan saja, untuk biaya makan sehari-hari saja sudah susah apalagi harus menanggung biaya sekolah yang tidak sedikit.

Keresahan mengenai mahalnya biaya pendidikan pun mendorong Bahruddin, inisiator sekaligus penggerak model pendidikan alternatif di Salatiga mengajukan ide untuk membangun Learning Based Community (pendidikan berbasis komunitas) di desa Kalibening, kecamatan Tingkir, Salatiga. 'Sekolah' yang pada awalnya menampung 12 siswa setingkat SMP ini diberi nama Qaryah Thayyibah (QT) yang berarti Desa milik Allah yang dilimpahi keberkahan. Kini QT sudah memiliki 150 siswa setingkat SMP dan SMA.



Belajar sesuai kebutuhan

Pendidikan akternatif yang digagas oleh Bahruddin merupakan konsep yang dia kembangkan sendiri berdasar pengalaman dan buku-buku yang dibacanya. Prinsip dasarnya adalah memberi kebebasan pada siswa untuk belajar apa pun yang mereka sukai. Guru (di QT disebut pendamping) hanya memberikan ide atau masukan, apakah nanti akan diterima anak atau tidak, semua dikembalikan ke siswa.

Konsepnya mirip dengan homeschooling, namun ada beberapa hal yang membedakannya. Pertama, homeschooling masih memiliki kurikulum dan mata pelajaran yang harus dipelajari siswa. Sedang di QT tidak ada acuan mata pelajaran. Semua siswa bebas menentukan apa yang ingin mereka pelajari. Kedua, pelaksanaan homeschooling sering dikritik membatasi interaksi anak dengan orang lain. Sedangkan di QT, lingkungan sekitar dan masyarakatnya adalah 'sekolah' bagi siswa QT. Jadi model pendidikan alternatif dijamin tidak akan mengisolasi siswa dari lingkungannya. Justru mendorong siswa untuk terlibat aktif di lingkungannya.

Karena berbasis pada lingkungan pulalah, siswa QT diharapkan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi lingkungan tempat mereka berada. “Ada seorang warga yang mengeluh pada anaknya kalau sekarang ini mau makan makanan yang bergizi harganya serba mahal. Lalu anaknya membawa permasalahan itu ke sekolah, anak-anak berdiskusi dan muncullah ide untuk membuat peternakan belut. Lalu anak-anak belajar tentang budidaya belut lalu sama-sama mereka praktek membudidayakannya,” cerita Bahruddin.

Sungguh berbeda jauh dengan kebanyakan kita yang sudah melahap berbagai pelajaran di sekolah namun tidak mampu memberikan solusi pada permasalahan sekitar. “Selama ini kita kan diajarkan agar banyak menyerap pengetahuan tapi akhirnya kita malah jadi konsumtif alias tidak produktif. Pengetahuan itu seperti vitamin, dibutuhkan untuk tubuh kita secukupnya saja jangan sampai berlebih,” tambah ayah 3 anak ini.



Mandiri dalam belajar

Pendidikan alternatif yang diusung Bahruddin sebenarnya mendidik anak agar mandiri dalam belajar. Ini hal penting yang justru sering tidak kita dapatkan di dunia pendidikan kita. Anak-anak yang pergi ke sekolah setiap pagi, pulang sore hari, 6 hari selama seminggu, kebanyakan datang ke sekolah lebih sebagai formalitas bukan dengan niat murni untuk menuntut ilmu. Sampai di sekolah pun anak memposisikan diri sebagai 'wadah' yang siap menerima apa pun yang diberikan oleh guru. Padahal hakekatnya, anak bukanlah tempat kosong yang tidak berisi apa-apa. Artinya, anak-anak itu sudah memiliki bekal-bekal yang dapat mendorong mereka untuk belajar. Misalnya pengalaman, informasi dari televisi, buku maupun dari tempat lain.

Hal seperti itu tidak terjadi di QT. “Aku kan emang dari awal suka musik. Aku belajar sendiri dengan baca internet dan download video-video tentang musik. Terus aku mau belajar gitar, belajarnya dengan cari di internet gimana caranya main gitar lalu aku coba-coba sendiri sampai bisa. Terus kalau bikin lagu, aku kan punya temen yang bisa buat lagu ya aku belajar sama temenku itu dan ini bisa dilakukan sendiri saja dan kadang kami juga mendatangkan guru juga. Pas mau rekaman juga gitu. Aku ikut temen atau lihat Pak De (paman-red) yang memang pemusik, gimana caranya rekaman. Liat di studio, aku pelajari dan aku bawa ke sini untuk dipelajari sama-sama dengan teman-teman,” ungkap Ikhwan (19), salah seorang lulusan QT.

Hal menarik yang bisa kita dapatkan dari QT ini, anak jadi terbiasa belajar secara mandiri. Bayangkan, jika selama 6 tahun mereka dilatih untuk memilih sendiri apa yang akan mereka pelajari. Juga merumuskan sendiri (bersama teman satu forum) materi yang akan dipelajari dan menyiapkan sendiri segala macam perangkat yang dibutuhkan untuk belajar, maka bisa dipastikan setelah lulus 'sekolah' dia tidak akan kesulitan untuk terus belajar meski sudah tidak berada di lingkungan sekolah.

Sementara fenomena yang sering kita lihat, banyak anak lulus SMA belum memiliki karya, bahkan banyak yang menjadi 'masalah' bagi lingkungannya. Padahal dalam Islam juga ada terminologi bahwa orang yang paling baik adalah orang yang bermanfaat bagi lingkungannya. Dengan kata lain orang yang paling baik bisa menyelesaikan permasalahan lingkungannya.



Dibebaskan justru berprestasi

Banyak yang berpikir bahwa untuk berprestasi anak harus diberikan pengarahan dengan ketat. Diikutkan berbagai les dengan jadwal yang padat, tidak banyak bermain-main dan penuh dengan hal serius lainnya. Ternyata hal ini terpatahkan dengan sistem pendidikan alternatif di QT. Dengan ketiadan jadwal pelajaran, tanpa guru, gedung sekolah, laboratorium justru mendorong para siswa untuk kreatif.

“Maia Rosyida, sudah menulis 20 buku. Saat ini umurnya 18 tahun,” ungkap Bahruddin. Saat mulai bersekolah di Qoryah Thayyibah, Maia menyampaikan kalau suka menulis, maka yang dilakukan para pendamping adalah mendukung dan mendorongnya untuk terus menulis. Hasilnya, benar-benar tak terduga, karena si anak didukung melakukan sesuatu yang sesuai minatnya, dalam waktu singkat 20 buku berhasil ditulisnya. Sebagian dijilid, di-copy dan disebarluaskan oleh pihak sekolah, sebagian lagi diterbitkan oleh penerbit profesional.

Fina, Izza dan Siti, tiga orang siswa QT berhasil menerima penghargaan Creative Kids Award dari Yayasan Creatif Indonesia pimpinan Seto Mulyadi. Ketiga anak itu membuat karya tulis berjudul “Haruskah UN Dihapus?” Karya tulis itu dibuat sebagai tugas akhir sebelum mereka lulus dari QT.

Belum lagi sejumlah karya berupa hasil penelitian, film, musik yang dibuat oleh siswa-siswa QT. Semua karya tersebut ide orisinal dari si anak dengan masukan para pendamping. Beberapa siswa sudah biasa diminta berbicara di depan para pejabat publik, seperti Hilmy (15) yang diminta berpidato di depan 90 kepala sekolah berprestasi di seluruh Indonesia. Semua karya yang mengagumkan itu bersumber pada sebuah prinsip pendidikan yang membebaskan anak untuk mempelajari apa yang dia suka, sambil tetap mendampingi dan mendukung sebisa mungkin.



Mengelola internet sendiri

Salah satu perangkat yang berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan alternatif QT adalah akses internet penuh 24 jam. Semua siswa 'dibiarkan' mandiri belajar, salah satunya dengan panduan “Om” Google. Akses internet memang ibarat samudra luas tanpa batas yang berisi segala hal, baik yang positif maupun negatif. Di QT, semua siswa bebas mengakses internet, tentunya tetap dengan aturan tertentu. Sebab kebebasan yang bertanggungjawab adalah prinsipnya.

Bagaimana komunitas ini bisa memiliki akses internet 24 jam? Awalnya memang ada seorang pengusaha yang menyediakan internet di komunitas ini. Namun kemudian, komunitas ini memakai jasa internet yang diluncurkan Telkom dan dikelola secara mandiri. Mereka membuat aturan seperti biaya Rp2000 per-jam untuk pemakaiani internet. Dari hasil pengelolaan internet itu mereka mampu membayar tagihan internet plus membayar uang listrik per bulannya.

Dari pengalaman komunitas ini kita bisa belajar bahwa jika anak-anak usia 13-19 tahun yang tinggal di lereng gunung saja bisa mengelola 'sekolah'nya dengan baik, maka sebenarnya hal yang sama bisa juga dilakukan di tempat lain dan oleh siapa pun. Hanya dibutuhkan komitmen yang kuat dan kemauan untuk mewujudkannya. Terasa berat? Bisa jadi, sebagai awalnya. Namun tidak ada kata tidak mungkin jika kita mau mencobanya.



12/20/2010

Teknik Evaluasi Belajar

Sebelum membicarakan teknik-teknik evaluasi, berikut ini beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan evaluasi.

1. ObjektivitasGuru harus merencanakan alat evaluasi secara objektif dalam arti benar-benar ingin mengetahui apa yang perlu diketahuinya. Dengan demikian alat evaluasi bentuk soal atau angket harus berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar mencakup: metode, bahan pengajaran, dll. Guru tidak boleh menyusun bahan evaluasi terhadap materi pengajaran yang belum pernah dipelajari oleh peserta didik. Hal demikian bersifat subjektif dan merugikan. Guru juga harus belajar mengesampingkan aspek emosinya (sentimen) dalam relasi dengan peserta didik (kejengkelan atau keakrabannya). Kalau tidak, masalah sentimen ini dapat mempengaruhi proses evaluasi.

2. Kegunaan dan RelevansiGuru harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul absah (valid) untuk mengukur kemajuan belajar ataupun program pengajaran. Guru juga harus bersikap adil dalam memberikan jumlah soal atau pertanyaan yang akan dijawab peserta didik, sesuai dengan alokasi waktu. Pengerjaan soal ujian hendaknya tidak melampaui waktu yang dipakai dalam pengajaran.

3. MenyeluruhSebaiknya evaluasi yang dilakukan guru jangan bersifat sepihak, dalam arti hanya mengukur kemajuan atau kegagalan peserta didik. Ia juga harus berusaha menilai segi-segi lain yang berkaitan dengan interaksi belajar mengajar. Misalnya saja masalah kehadiran dan keaktifan diskusi dalam semua pertemuan, serta munculnya kreativitas dan kebersamaan dalam kerja kelompok.

BEBERAPA TEKNIK

Kita dapat melaksanakan evaluasi belajar ataupun program melalui berbagai teknik/pendekatan. Tentu saja setiap pendekatan memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri. Di bawah ini beberapa teknik evaluasi yang perlu kita singgung.

1. Evaluasi melalui tugas-tugas (PR).Tugas yang diberikan dengan baik dan jelas dapat membantu peserta didik untuk menampilkan kemampuan belajarnya termasuk spiritualitas, pengetahuan dan pengertian, keterampilan serta orisinalitasnya. Oleh karena itu, guru juga harus memberitahukan prosedur penilaian terhadap tugas yang diberikannya, antara lain:- Segi kegunaan tugas harus jelas diketahui oleh peserta didik.- Kesesuaian dengan beban studi.- Prosedur penilaian dan kriterianya.- Prosedur atau teknik kerja.- Perundingan segi waktu pekerjaan (berapa lama).- Kesiapan guru dalam memberikan bimbingan.

2. Evaluasi melalui bantuan rekan.Sering rekan pengajar lainnya dapat memberitahukan dengan baik sisi-sisi kekuatan dan kelemahan kita sendiri dalam banyak segi, seperti kerohanian, watak dan sikap, minat, pengetahuan dan keterampilan. Guru dapat merencanakan "alat" bagi keperluan ini, dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas. Sepatutnyalah guru memandang peserta didiknya (khususnya remaja, pemuda dan orang dewasa) sebagai "rekan sekerja" yang dapat membantu dirinya sendiri dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan keguruannya.

3. Evaluasi berdasarkan ujian.Alat yang sering dipakai dalam kesempatan semacam ini disebut tes. Ada dua jenis utamanya, yakni:a. Tes objektif meliputi pilihan berganda, benar-salah, isian (menjodohkan). Sangat tepat untuk menilai segi-segi kognitif secara cepat dan menyeluruh. Tetapi jenis tes ini tidak dapat melihat segi kreativitas peserta didik dengan tepat.b. Tes esai tertutup disajikan dengan cara memberikan soal untuk dikaji atau dipikirkan berdasarkan bahan pengajaran yang diterima murid. Bentuk ujian semacam ini sangat baik dan mungkin tepat untuk menilai kemampuan belajar, kedalaman, dan ketajaman pengertian peserta didik. Namun, untuk menilainya diperlukan lebih banyak waktu.c. Tes esai terbuka. Yang sangat dipentingkan dalam hal ini adalah kemampuan memahami, aplikasif, analisis, sintesis serta evaluatif peserta didik, dengan menggunakan fakta tertulis (ide, angka-angka, dll.).

4. Evaluasi berdasarkan pengamatanHal ini penting dalam rangka mengukur keterampilan dan sikap yang dituntut berkembang dalam diri peserta didik. Karena itu, guru harus menetapkan segi-segi kualitas yang akan diukur (items) termasuk aspek pengetahuan, penguasaan materi, pengertian, kemampuan menggunakan alat, keterampilan kerja, komunikasi, dll.

5. Evaluasi berdasarkan interview, termasuk ujian lisan komprehensif.Guru dapat mengukur kemajuan peserta didik dengan cara mengajaknya berbincang-bincang mengenai pokok tertentu. Kemudian guru memberitahu kemajuan dan kelemahan peserta didik berdasarkan hasil wawancara itu. Harus disadari bahwa bentuk semacam ini sering pula mengundang debat emosional dan pembicaraan yang tak tentu arahnya.

MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN KREATIF DAN MENYENANGKAN

Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam pembelajaran , guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik dengan berbagai macam latar belakang, sikap, dan potensi, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap kebiasaannya dalam mengikuti pembelajaran. Misalnya masih banyak peserta didik kurang bernafsu untuk belajar dan membolos terutama pada mata pelajaran, dan guru yang menurut mereka sulit atau menyulitkan. Untuk kepentingan tersebut guru dituntut membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Karena motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan belajar dengan sungguh-sungguh.

Untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik, setiap guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan bagaimana anak belajar dan menyesuaikan dirinya dengan kondisi-kondisi belajar dalam lingkungannya. Guru juga sebaiknya mampu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.

Tulisan ini bermaksud untuk memaparkan bagaimana menciptakan suatu pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, sehingga peserta didik termotivasi untuk mengikuti pelajaran di kelas.

Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan, diantaranya keterampilan mengajar. Keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan.

Setiap keterampilan mengajar memiliki komponen dan prinsip-prinsip dasar tersendiri. Keterampilan mengajar tersebut dan cara menggunakannya agar tercipta pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan adalah sebagai berikut:

A. Menggunakan keterampilan bertanya

Keterampilan bertanya sangat perlu untuk dikuasai oleh guru, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.

Keterampilan bertanya yang perlu dikuasai oleh guru meliputi keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan.

1. Keterampilan bertanya dasar mencakup;

a. Pertanyaan yang jelas dan singkat,

b. Pemberian acuan yaitu sebelum mengajukan pertanyaan guru perlu memberikan acuan berupa penjelasan singkat yang berisi informasi yang sesuai dengan jawaban yang diharapkan,

c. Memusatkan perhatian; pertanyaan juga dapat digunakan untuk memusatkan perhatian peserta didik,

d. Memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan; guru hendaknya berusaha agar semua peserta didik mendapat giliran dalam menjawab pertanyaan, dan yang lebih penting adalah memberikan kesempatan berpikir kepada peserta didik sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan.

2. Keterampilan bertanya lanjutan meliputi;

a. Pengubahan tuntunan tingkat kognitif yaitu guru hendaknya mampu mengubah pertanyaan dari hanya sekadar mengingat fakta menuju pertanyaan aspek kognitif lain seperti penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi,

b. Pengaturan urutan pertanyaan yaitu pertanyaan yang diajukan hendaknya mulai dari yang sederhana menuju yang paling kompleks secara berurutan,

c. Peningkatan terjadinya interaksi yaitu guru hendaknya menjadi dinding pemantul. Jika ada peserta didik yang bertanya, guru tidak menjawab secara langsung, tetapi dilontarkan kembali ke seluruh peserta didik untuk didiskusikan.

B. Memberi penguatan

Penguatan merupakan respons terhadap suatu perilaku yang dapat menimbulkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan dapat dilakukan secara verbal berupa kata-kata dan kalimat pujian dan secara non verbal yang dilakukan dengan gerakan mendekati peserta didik dan kegiatan yang menyenangkan. Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar dan membina perilaku yang produktif.

C. Mengadakan variasi

Mengadakan variasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai guru dalam pembelajaran untuk mengatasi kebosanan peserta didik, agar selalu antusias, tekun , dan penuh partisipasi. Variasi dalam kegiatan pembelajaran meliputi;

1. Variasi dalam gaya mengajar misalnya variasi suara, gerakan badan dan mimik, mengubah posisi, dan mengadakan kontak pandang dengan peserta didik.

2. Variasi dalam penggunaan media dan sumber belajar misalnya variasi alat dan bahan yang dapat dilihat, penggunaan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar.

3. Variasi dalam pola interaksi misalnya dalam mengelompokkan peserta didik, tempat kegiatan pembelajaran, dan dalam pengorganisasian pesan ( deduktif dan induktif).

D. Menjelaskan

Penggunaan penjelasan dalam pembelajaran memiliki beberapa komponen yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Perencanaan meliputi isi pesan yang akan disampaikan harus sistematis dan mudah dipahami oleh peserta didik dan dalam memberikan penjelasan harus mempertimbangkan kemampuan dan pengetahuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik.

2. Penyajian dapat menggunakan pola induktif yaitu memberikan contoh terlebih dahulu kemudian menarik kesimpulan umum dan pola deduktif yaitu hukum atau rumus dikemukakan lebih dahulu lalu diberi contoh untuk memperjelas rumus dan hukum yang telah dikemukakan.

E. Membuka dan menutup pelajaran

Membuka dan menutup pelajaran yang dilakukan secara profesional akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran. Membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah:

1. Menghubungkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan disajikan.

2. Menyampaikan tujuan (kompetensi dasar) yang akan dicapai.

3. Menyampaikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

4. Mendayagunakan media dan sumber belajar yang sesuai dengan materi yang akan disajikan.

5. Mengajukan pertanyaan, baik untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap pelajaran yang telah lalu maupun untuk menjajaki kemampuan awal berkaitan dengan bahan yang akan dipelajari.

Menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui pencapai tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. Untuk menutup pelajaran kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan adalah:

1. Menarik kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari (kesimpulan bisa dilakukan oleh guru, oleh peserta didik, atau permintaan guru, atau oleh peserta didik bersama guru).

2. Mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan dan keefektifan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Menyampaikan bahan-bahan pendalaman yang harus dipelajari dan tugas-tugas yang harus dikerjakan (baik tugas individu maupun tugas kelompok) sesuai dengan materi yang telah dipelajari.

4. Memberikan post tes baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan.

F. Membimbing diskusi kelompok kecil

Hal-hal yang perlu dipersiapkan guru agar diskusi kelompok kecil dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran adalah:

1. Pembentukan kelompok secara tepat

2. Memberikan topik yang sesuai

3. Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif.

G. Mengelola kelas

Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah; kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, luwes, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin diri.

Keterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:

1. Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal

a. Menunjukkan sikap tanggap dengan cara; memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas.

b. Memberi petunjuk yang jelas.

c. Memberi teguran secara bijaksana.

d. Memberi penguatan ketika diperlukan.

2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal

a. Modifikasi perilaku yaitu mengajarkan perilaku yang baru dengan contoh dan pembiasaan, meningkatkan perilaku yang baik dengan penguatan, dan mengurangi perilaku buruk dengan hukuman.

b. Pengelolaan kelompok dengan cara; peningkatan kerja sama dan keterlibatan, menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul.

c. Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah, misalnya mengawasi secara ketat, mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya, menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi, dan menghilangkan ketegangan dengan humor.

H. Mengajar kelompok kecil dan perorangan

Pengajaran kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.

Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakukan dengan:

1. Mengembangkan keterampilan dalam pengorganisasian, dengan memberikan motivasi dan membuat variasi dalam pemberian tugas.

2. Membimbing dan memudahkan belajar, yang mencakup penguatan, proses awal, supervisi, dan interaksi pembelajaran.

3. Pemberain tugas yang jelas, menantang dan menarik.

Untuk melakukan pembelajaran perorangan perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berpikir peserta didik agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh peserta didik.

Selain beberapa komponen keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, guru juga harus kreatif, profesional, dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut;

1. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.

2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.

3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai dengan minat, kemampuan, dan bakatnya.

4. Pemberi sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.

5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab kepada peserta didik.

6. Membiasakan peserta didik untuk saling bersilaturrahmi dengan orang lain.

7. Mengembangkan kreativitas peserta didik.

Dengan memiliki beberapa keterampilan mengajar yang telah diuraikan di atas diharapkan guru tidak lagi menjadi figur yang menakutkan bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik akan senantiasa memiliki perasaan yang nyaman jika berada dalam proses pembelajaran dan akan senantiasa memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran.

Ragam Metode Pembelajaran Interaktif

Pembelajaran, Menurut Usman ( 2000 : 4 ) “ … proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu” Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Menurut Sudjana ( 1989 : 30 ) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah “ tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian “Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sisa-sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan seabagi dampak langsung (Instructional effect) sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang reltif lama disebut dampak pengiring (nurturant effect) biasanya bekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000,194)Macam-macam Metode Pembelajaran :

1. METODE CERAMAH Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisonal. Karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

a. Kelebihan Metode Ceramah 1) Guru mudah menguasai kelas. 2) Mudah dilaksanakan. 3) Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar. 4) Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.

b. Kekurangan Metode Ceramah 1) Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata). 2) Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya. 3) Bila terlalu lama membosankan. 4) Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik. 5) Menyebabkan anak didik pasif.

2. METODE PROYEK Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajarannya. Bertujuan agar anak didik tertarik untuk belajar.

a. Kelebihan Metode Proyek 1) Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyeluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan. 2) Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.

b. Kekurangan Metode Proyek 1) Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini; 2) Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini; 3) Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan; 4) Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.

3. METODE EKSPERIMEN Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata.

a. Kelebihan Metode Eksperimen 1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku; 2) Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan; dan 3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

b. Kekurangan Metode Eksperimen 1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan eksperimen; 2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran; serta 3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.

4. METODE PEMBERIAN TUGAS DAN RESITASI Pemberian tugas dengan arti guru menyuruh anak didik misalnya membaca, tetapi dengan menambahkan tugas-tugas seperti mencari dan membaca buku-buku lain sebagai perbandingan, atau disuruh mengamati orang/masyarakatnya setelah membaca buku itu. Dengan demikian, pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus anak didik selesaikan tanpa terikat dengan tempat.

a. Kelebihan Metode Pemberian Tugas dan Resitasi 1) Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama; dan 2) Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri.

b. Kekurangan Metode Pemberian Tugas dan Resitasi 1) Seringkali anak didik melakukan penipuan di mana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri; 2) Terkadang tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan; dan 3) Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan indi¬vidual.

5. METODE DISKUSI Diskusi adalah memberikan altematif jawaban untuk membantu memecahkan berbagai problem kehidupan. Dengan catatan persoalan yang akan didiskusikan harus dikuasai secara mendalam.

a. Kelebihan Metode Diskusi 1) Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan satu jalan (satu jawaban saja). 2) Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik. 3) Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran.

b. Kekurangan Metode Diskusi 1) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar; 2) Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas; 3) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara; dan 4) Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih for¬mal.

6. METODE LATIHAN Metode latihan (driil) disebut juga metode training, yaitu suatu cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga, sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.

a. Kelebihan Metode Latihan 1) Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat. 2) Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya. 3) Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.

b. Kekurangan Metode Latihan 1) Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dan pengertian. 2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. 3) Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan. 4) Dapat menimbulkan verbalisme.

7. PICTURE AND PICTURE Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Menyajikan materi sebagai pengantar 3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi 4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis 5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut 6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai 7. Kesimpulan/rangkuman

8. NUMBERED HEAD TOGETHER ((KEPALA BERNOMOR) (SPENCER KAGAN, 1992) Langkah-langkah : 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka 5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain 6. Kesimpulan

9. COOPERTIVE SCRIPT (DANSEREAU CS., 1985)

Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah : 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : • Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap • Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya 5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. 6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru 7. Penutup

10. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (MODIFIKASI DARI NUMBER HEADS) Langkah-langkah : 1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya. 3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka 4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain 5. Kesimpulan

11. JIGSAW (MODEL TIM AHLI) (ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978) Langkah-langkah : 1. Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim 2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda 3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan 4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka 5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh 6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi 7. Guru memberi evaluasi 8. Penutup

12. ARTIKULASI Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa 3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang 4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya 5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya 6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa 7. Kesimpulan/penutup

13. MIND MAPPING Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban 3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang 4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi 5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru 6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru

14. MAKE - A MATCH (MENCARI PASANGAN) Langkah-langkah : 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulan/penutup

15. THINK PAIR AND SHARE (FRANK LYMAN, 1985) Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai 2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru 3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya 5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa 6. Guru memberi kesimpulan 7. Penutup

16. BERTUKAR PASANGAN Langkah-langkah : 1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya). 2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya. 3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. 4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka. 5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

17. SNOWBALL THROWING Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok 5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit 6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian 7. Evaluasi 8. Penutup

18. TEBAK KATA Media : Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan di telinga. Langkah-langkah : 1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit. 2. Guru menyuruh siswa berdiri berpasangan di depan kelas 3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga. 4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga. 5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya. 6. Dan seterusnya CONTOH KARTU Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas Dimiliki oleh 1 orang Struktur organisasinya tidak resmi Bila untung dimiliki,diambil sendiri NAH … SIAPA … AKU ? JAWABNYA : PERUSAHAAN PERSEORANGAN

19. KELILING KELOMPOK Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya Caranya………….? 1. Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan 2. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya 3. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan

20. COURSE REVIEW HORAY Langkah-langkah : 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi 3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab 4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa 5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda silang (x) 6. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya 7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh

SOAL UAS LANDASAN TP ( MTPUIA )

Landasan Teknologi Pendidikan (3 sks)

Magister Teknologi Pendidikan

Universitas As-Syafiiyah



18 Desember 2010



Petunjuk :

1. Jangan lupa menulis nama dan NIM Anda.

2. Ujian ini bersifat open-book. Anda bisa membuka referensi yang Anda miliki. Tulislah seluruh referensi yang Anda gunakan untuk menjawab soal ujian ini.

3. Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas, singkat dan padat.

4. Jawaban dapat diketik dengan menyerahkan hardcopy atau ditulis tangan pada kertas folio bergaris.

5. Selamat bekerja.

SOAL :

1. Menurut Anda, apakah yang disebut dengan teknologi ? Berikan satu contoh teknologi yang biasa Anda gunakan dalam bekerja.

2. Bagaimanakah Anda membuktikan bahwa teknologi pendidikan bukan hanya ilmu, melainkan juga profesi yang dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan nasional. Apa kaitannya dengan definisi teknologi pendidikan tahun 1994 dari AECT ?

3. Apakah ‘benang merah’ dari definisi teknologi pendidikan tahun 1977, 2004 (dari AECT) serta definisi Reiser &Dempsey ?

4. Menurut Anda, apakah masalah penting pendidikan di Indonesia yang dapat diteliti / dikembangkan melalui kerangka teknologi pendidikan ?

5. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan e-learning ?

TEKNOLOGI KINERJA DAN PROSES BELAJAR

Pendahuluan

Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang dengan sangat pesat sehingga sudah merupakan gejala dunia. Teknologi itu sudah menjadi bagian kebudayaan Indonesia sejak dikembangkannya sistem komunikasi satelit domestik.

Santika (2007), menyatakan bahwa pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses konstruktif di mana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi. Sementara itu, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbagai kemudaha-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guidedself-guided dan dari knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu, teknologi ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial-budaya yang kaya akan pengetahuan, menjadi para pendidik (guru) sebagai potensi sumber daya manusia, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses pembelajaran bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar (leaners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka pendidik harus senantiasa mengkuti perkembangan atau perubahan itu, dan akan selalu dituntut untuk mengembangkan diri dalam perubahan lingkungan dan zaman, termasuk perkembangan ilmu dan teknologi.

Untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif dan efisien dan mempunyai daya tarik, maka seorang pendidik haruslah mampu merancang, menerapkan dan mengelola teknologi dalam pembelajaran. Teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai perhatian khusus terhadap aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya berdasarkan teori. Prawiradilaga (2007) menyatakan bahwa kawasan bidang ini meliputi pengaruh nilai, penelitian, dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Bidang ini berkembang berupa pengetahuan teoritik dan pengetahuan praktis. Setiap kawasan dibentuk oleh : (1) landasan penelitian dan teori; (2) nilai dan perspektif yang berlaku; dan (3) kemampuan teknologi itu sendiri.

B. Teknologi Kinerja dan Proses Belajar

Gerakan psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi Pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya realitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari hasil penafsiran pengalaman. Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari orang yang memahaminya. Belajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.

Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat otentik yang digunakan untuk memecahkan masalah. Nampaknya, ada semacam keengganan terhadap adanya perumusan pengetahuan secara rinci yang harus dikuasai, dan kengganan terhadap simplikasi atau regulasi isi, karena semua proses itu akan meniadakan arti penting konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya transfer.

Perspektif alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari kelompok yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning). Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik” dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual”. Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berkesinambungan dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan.

Gerakan teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu manajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).

Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.

1. Persepsi dan Belajar

Proses belajar tanpa memperhatikan siapa yang belajar. Materi. Lokasi, jenjang pendidikan atau usia pembelajar selalu dipengaruhi oleh persepsi peserta didik. Cara berpikir, minat, atau potensi peserta didik dapat berkembang dengan baik jika memiliki persepsi yang memadai. Prawiradilaga (2007), menyatakan bahwa tujuan belajar sebenarnya adalah mengembangkan persepsi kemudian mewujudkannya menjadi kemampuan-kemampuan yang tercermin dalam cara berpikir (kognitif), bekerja motorik, serta bersikap.

1. Pengertian Persepsi.

Prawiradilaga (2007), memberikan pengertian persepsi dapat dilihat dari dua faktor penting, yaitu:

(1) konsep dasar, yang menyatakan bahwa persepsi merupakan awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak.

Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indera untuk menyerap objek-objek serta kejadian disekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaftasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut.

(2) Persepsi visual, merupakan proses yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengikuti, menyadari, menyerap arti atau makna dari tampilan visual di sekitarnya secara selektif. (Rieber, 1994). Manuasi terbiasa untuk berpikir secara visual atau memiliki gambaran visual dalam otaknya.

b. Peranan Persepsi

Persepsi dalam belajar berpengaruh terhadap:

(1) Daya ingat, dengan memanfaatkan tanda-tanda visual, seperti simbol, warna, dan bentuk yang diterapkan dalam penyampaian materi, maka materi ajar menjadi lebih mudah dicerna dan mengendap dalam pikiran seseorang.

(2) Pembentukan konsep, pengembangan persepsi melalui pengaturan kedalaman materi, spasi, pengaturan laju belajar, dan pengamatan. Selain itu, proses pengolahan informasi berperan besar terhadap proses belajar. Isi dan struktur materi yang baik adalah materi yang menarik, mudah dicerna, sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Pilihan yang cocok atas saluran komunikasi akan melengkapi kemudahan terjadinya proses belajar.

(3) Pembinaan sikap, interaksi antara guru (pengajar) sebagai narasumber dengan pembelajar merupakan kunci dari pembinaan sikap. Pengajar dapat membina sikap pembelajar dengan berusaha menjadi panutan (role model) untuknya. Keberhasilan proses belajar dapat tercapai jika pengajar berhasil memberikan `gambaran visual` yang baik begi pembelajar.

2. Peran Teknologi Kinerja dalam Proses Belajar

Stolovich & Keeps (1992) mendefinisikan teknologi kinerja sebagai suatu terapan atau praktek sebagai hasil evolusi dari pengalaman, rfleksi, perumusan konsep para praktisi teknologi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kerja sesorang di tempat ia bekerja.

Teknologi kinerja dalam proses belajar merupakan sesuatu yang memfokuskan pada penerapan kinerja seseorang (human) dalam sebuah organisasi belajar dan pengaturan kerjanya dan merupakan teknik atau merode untuk mengelola sistem pembelajaran secara efektif dan efisien. Untuk meningkatkan kinerja seorang guru dalam proses belajar, maka seorang pendidik, dalam hal ini guru harus mampu menganalisis, mendesain, mengembangkan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi secara sistemik dan sistematik dalam pengelolaan proses belajar.

Seorang guru sebagai teknolog pendidikan yang diaplikasikan dalam prakteknya dalam kinerja, haruslah mampu menerapkan langkah-langkah dalam mengelola proses belajar yang merupakan kawasan dalam pembelajaran:

a. Desain

Teori sistem umum diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem pembelajaran, terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian praktek dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada tentang desain sistematik dapat mendukung terhadap komponen-komponen proses perancangan.

Penelitian dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan kontribusi terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain itu, sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga berpengaruh terhadap proses perancangan.

Teori dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi pembelajaran dan sebagainya.

Teori komunikasi dan penelitian tentang persepsi-atensi telah memberikan pengaruh terhadap proses perancangan, seperti dalam tata letak, halaman, desain layar, desain grafis visual. Studi yang dilakukan Flemming (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang relevan untuk perancangan, meliputi : pengorganisasian, perbandingan dan kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.

b. Pengembangan

Proses pengembangan bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar. Pada kawasan pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori komunikasi semata, tetapi juga oleh teori pemrosesan visual-audial, berfikir visual, dan estetika.

Teori Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya, pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.

Proses pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk, warna, tekstur, atau komposisi..

Sementara itu, prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses pengembangan. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu : pengaturan, keseimbangan dan kesatuan.

Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih.

c. Pemanfaatan

Pada mulanya gagasan tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada aspek-aspek penggunaan, sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan pada hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji tentang masalah-masalah seputar penggunaan media secara optimal, kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya difusi, karena bagaimana pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat bergantung pada proses difusi. Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi. Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses difusi, yaitu : (1) bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, (2) saluran komunikasi yang ada, (3) waktu, dan (4) sistem sosial yang berlaku. Studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944) mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya.

d. Pengelolaan

Persoalan-persoalan pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian besar prinsip-prinsip pengelolaan berasal dari manajemen/administrasi bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek, pengelolaan sumber dan efektivitas pembiayaan.

Pengelolaan sumber telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas perpustakaan media karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber belajar. Sekarang ini konsep sumber lebih mengacu pada pengertian sumber belajar yang lebih luas dan bukan sekedar diartikan sebagai sarana audio-visual, melainkan mencakup pula barang cetak, lingkungan dan nara sumber (Eraut, 1989)

Akhir-akhir ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran, seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan oleh Henderson dan Quandt (1980).

Kelanjutan dari pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang berkaitan dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan teknis untuk operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang pengoperasian sistem teknologi. Ini merupakan era baru praktek mendahului analisis teoritik tentang model.

Komponen terakhir dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori informasi melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami dan memprogram komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan penggunaan jaringan komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan informasi. Penerapan teori informasi ini jangkauannya semakin luas, dengan mencakup berbagai bidang kehidupan.

e. Penilaian

Analisis, asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering dihubungkan dengan orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain pembelajaran yang beorientasi pada tujuan (tercapainya perubahan perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan menggunakan acuan patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau analisis masalah.

Dengan masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan dengan cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya berfokus pada isi semata, tetapi juga memberikan perhatian pada analisis pembelajar, analisis organisasi dan analisis lingkungan (Richey, 1992; Tessmer dan Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif lebih banyak diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.

Teknologi Pembelajaran yang dikelola dengan kinerja yang baik akan berpengaruh terhadap proses belajar, yaitu : (a) replikabilitas pembelajaran; (b) individualisasi; (c) efisiensi; (d) penggeneralisasian proses isi lintas; (e) perencanaan terinci; (f) analisis dan spesifikasi; (g) kekuatan visual; (h) pemanfaatan pembelajaran bermedia.

Kekuatan teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil dan kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam : (a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan pengemdalian atas pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan (c) mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan kerja setiap individu.



Teknologi, disamping mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang tugas perancangan.

C. Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978).

Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)

Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.

Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenangwenangan terhadap anak-didiknya.

Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.

Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik.

C. Kesimpulan

Pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar biasa. Para pendidik (guru) sebagai potensi sumber daya manusia, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses pembelajaran bagi setiap orang

Kawasan teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar, tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.

Keterkaitan antara teknologi kinerja dan proses belajar yaitu memiliki persamaan yang lebih menekankan pada suatu hasil tertentu, bedanya teknologi kinerja memperhatikan hasil kerja, sedangkan proses belajar mementingkan pencapaian hasil belajar. Teknologi kinerja memiliki prosedur untuk bisa mencapai hasil seperti pemilihan progran, analisi kebuthan, sampai evaluasi, sama halnya dengan proses belajar ia juga mempunyai tat urutan yang terdiri dari masukan, kegiatan dan keluaran. Contohnya menentukan strategi dan cara belajar agar tujuan utama bisa tercapai.

Seorang guru sebagai teknolog pendidikan yang diaplikasikan dalam prakteknya dalam kinerja, haruslah mampu menerapkan langkah-langkah dalam mengelola proses belajar yang merupakan kawasan dalam pembelajaran, yaitu desain, Pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan Penilaian

DAFTAR PUSTAKA

Seels, B. Barbara dan Richey, C. Rita. 1994. Teknologi Pembelajaran. Definisi dan Kawasannya. Terjemahan: Dewi S. Prawiradilaga. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, D. Salma. 2007. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Prawiradilaga, D.S, dan Siregar, Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.