12/08/2010

RESUME KONSEKWENSI INOVASI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kreativitas dan inovasi mengalami peningkatan sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat ilmu pengetahuan pada abad ke-21. Kedua hal tersebut sangat berkontribusi misalnya terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan kehidupan individu sebagai faktor pendukung kompetitif dan kedinamisan kehidupan secara global.

Selain itu, kreativitas dan inovasi juga memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan dan belajar. Sementara intelegensia tidak dipandang sebagai prakondisi lahirnya kreatifitas, banyak penelitian menunjukkan keterkaitan antara pengetahuan sebelumnya yang dimiliki seseorang ternyata menjadi dasar bagi terciptanya kreativitas dan pemupukan pengetahuan. Banyak peneliti memandang kreativitas sebagai format penyusunan pengetahuan danpembentukan pemahaman individual. Pemahamn individual kemudian menjadi dasar bagi terciptanya pemahaman yang lebih luas melalui saluran-saluran organisasi atau sistem sosial lainnya.

Melalui bukunya Diffusion of Innovation (1971), Everett M. Rogers mengembangkan konsep difusi inovasi yang dirangkum dalam sebelas bab. bab 11 membahas tentang konsekuensi inovasi sebagai perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai akibat dari adopsi suatu inovasi.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam konsekuensi – konsekuensi inovasi sebagai berikut:

1. Pengertian konsekuensi inovasi
2. Klasifikasi konsekuensi
3. Struktur sosial dan konsekuensi penyetaraan



C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang konsekuensi inovasi inovasi. Khususnya dalam dunia pendidikan dan lebih khusus lagi di negeri Indonesia yang tercinta ini.

1. Pengertian konsekuensi inovasi

Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi terhadap seseorang atau terhadap suatu sistem sosial sebagai dampak pengadopsian atau penolakan terhadap sebuah pembaharuan (inovasi). Sebuah pembaharuan akan berdampak kecil, bila tidak disebarluaskan kepada suatu kelompok ma-syarakat untuk mempergunakannya. Sebaliknya, Sebuah inovasi akan ber-dampak besar bila inovasi tersebut disebarluaskan kepada anggota suatu ke-lompok masyarakat dan dipergunakannya. Maka, penemuan dan difusi men-jadi tujuan yang ingin dicapai. Dan ini merupakan konsekuensi dalam menga-dopsi sebuah pembaharuan.

Walaupun konsekuensi dari sebuah inovasi ini suatu hal yang penting, namun hal ini kurang mendapat perhatian dari para peneliti. Bahkan kurang-nya data dan perhatian dari para peneliti konsekuensi, menyulitkan peneliti untuk menggeneralisasikan mengenai konsekuensi dari suatu inovasi. Kita dapat menguraikan berbagai konsekuensi dan menentukan kategor-kategori untuk mengklasifikasikan berbagai konsekuensi, namun kita tidak dapat memprediksi kapan dan bagaimana konsekuensi tersebut akan terjadi.

Bukan saja para peneliti yang kurang memperhatikan hal ini, demikian pula para agen. Mereka sering berasumsi bahwa mengadopsi suatu inovasi hanya menghasilkan hal hal yang menguntungkan mereka saja. Asumsi ini termasuk kategori bias pro inovasi. Agen perubahan seharusnya mengenal kewajiban mereka terhadap inovasi yang mereka kenal. Mereka harus mampu memprediksi kerugian dan keuntungan sebelum inovasi mereka tersebut diperkenalkan kepada klien mereka, tetapi ini jarang dilakukan.

(Contoh Kasus : Mobil Salju di Antartika)

Cerita ini menggambarkan bagaimana inovasi dari sebuah mobil salju merubah tatanan masyarakat di daerah kutub. Mereka yang tadinya menggu-nakan rusa sebagai alat transportasi, dan hewan peliharaan berubah total sejak hadirnya mobil salju. Disatu sisi Kehadiran mobil salju ini membawa dampak positif. Dari jarak tempuh, yang tadinya harus ditempuh dalam 2 hari perjalkanan kini cukup dalam waktu 5 jam. Hal ini menggeser sistem trans-portasi yang biasanya menggunakan rusa dan alat ski. Namun, disisi lain, hal ini membawa dampak negative. Kedekatan antara manusia dan rusa rusa tersebut terganggu. Ini diakibatkan karena banyak rusa dipotong untuk dijual agar bias membeli mobil. Lama kelamaan peternakan rusa menurun dan Ini mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan menganggur. Revolusi mobil salju mendorong masyarakat disana menjadi ketergantungan terhadap uang tunai, utang dan pengangguran.

Sebuah Model dalam mempelajari Konsekuensi

Banyak kajian sebelumnya membahas: variabel apa yang berkaitan dengan inovasi? Kini pertanyaannya beralih kepada : Apa dampak-dampak mengadopsi suatu inovasi?

Pembaharuan, dulu merupakan dependent variabel utama. Kini dia adalah gambaran dari sebuah variabel yang paling utama yakni konsekuensi inovasi.

Penelitian tentang Konsekuensi Inovasi sangat sedikit karena :

1. Agen perubahan, sering kali mensponsori penelitian ini terlalu menekan-kan pada adopsinya saja, beranggapan bahwa keputusan untuk menga-dopsi pembaharuan hanya akan berakibat positif saja.

2. Mungkin metode penelitian yang dipergunakan tidak tepat untuk menyeli-diki konsekuensi inovasi.Penelitian ini sangat rumit mengingat kenyataan bahwa waktu yang diperlukan akan sangat lama dan tidak cukup dengan hanya menambahkan jumlah pertanyaan dalam survey, jumlah sampel, atau jenis pengumpulan data lainnya.

3. Konsekuensi sulit untuk diukur.

Seseorang yang menggunakan suatu inovasi biasanya tidak sadar akan akibat yang akan dihadapinya. Oleh sebab itu, cara apapun yang dipakai untuk meneliti hal ini mungkin akan berakibat pada kesimpulan yang ti-dak sempurna dan menyesatkan.

Konsep relativisme budaya adalah: suatu sudut pandang bahwa ma-sing masing budaya seharusnya tidak dipandang dari sisi situasi dan kebutuhannya semata. Tidak ada satu budayapun yang terbaik dalam makna tertentu. Masing masing budaya memilikii norma, nilai, keper-cayaan, sikap yang berfungsi efektif dalam lingkungannya sendiri.



B. Klasifikasi Konsekuensi

Satu langkah untuk meningkatan pemahaman kita akan konsekuensi inovasi adalah dengan mengklasifikasikannya kedalam suatu taksonomi (sistem klasifikasi):

1. Konsekuensi Yang Diharapkan dan Yang Tidak Diharapkan.

Konsekuensi yang diharapkan adalah akibat yang bermanfaat yang dipe-roleh individu atau suatu sistem social Sebaliknya, Konsekuensi yang ti-dak diharapkan artinya bila inovasi itu tidak berfungsi dengan baik pada individu atau suatu sistem sosial.

Dalam konsekuensi yang diharapkan akan timbul :

- Keuntungan Berlipat

Keuntungan ini adalah suatu keuntungan yang diperoleh oleh orang yang pertama kali mengadposi ide ide baru dalam suatu sistem sosial. Hal ini disebabkan karena ketika mulai banyak orang yang menga-dopsi sebuah inovasi, maka total produksi dan efisiensi meningkat se-hingga harga barang atau jasa akan turun. Hal ini adalah manfaat dari turunnya biaya produksi.

Mungkin juga pembaharu harus menanggung resiko untuk mendapat-kan rejeki yang berlipat. Tidak semua ide akan berhasil.

Bahkan mungkin, bukannya keuntungan yang berlipat melainkan keru-gian yang berlipat. Keuntungan berganda ini adalah salah satu keuntungan yang relatif yang diperolehsebagian orang saja.

- Kesalahan Asumsi Tentang Pemisahan

Maksudnya adalah: Konsekuensi yang diharapkan dari suatu inovasi teknologi dapat dipisahkan dari konsekuansi yang tidak diinginkan. Contoh kasus terjadi di Iran dimana Ayatullah Khomaeni tidak menolak inovasi teknologi dibidang teknologi seperti media dan alat komunikasi buatan barat tetapi ia mentah mentah menolak pengaruh yang diaki batkan oleh barat terhadap pemuda Iran.

Hal ini berkaitan dengan generalisasi 11 - 1: Sulit bahkan tidak mungkin untuk mengendalikan akibat akibat dari inovasibegitujuga untuk memisahkan antara konsekuensi yang diharapkan dan yang tidakdiharapkan.

2. Konsekuensi Langsung dan Konsekuensi Tidak Langsung

Konsekuensi Langsung : Perubahan perubahan yang terjadi langsung saat meresponse terhadap suatu inovasi. Ilustrasinya ada pada ketika suku suku di Madagaskar berubah dari sistem sawah kering ke sistem tanah basah. Perubahan ini merubah tatanan kepemilikan tanah, status social, dan sistem pemerintahan.

Konsekuensi Tidak Langsung : Perubahan perubahan yang terjadi pada suatu individu atau sistem social sebagai akibat dari suatu inovasi.

3. Konsekuensi Yang Diduga dan Konsekuensi Yang Tak Diduga

Konsekuensi yang Diduga : Konsekuensi yang diketahui dan yang d-iinginkan oleh

anggota dari suatu sistem kemasyarakatan.

Konsekuensi yang Tak Diduga : Sebaliknya

(Cerita tentang kapak besi untuk Suku Aborigin di Jaman Batu)

Dari cerita ini dapat diambil pelajaran mengenai:

BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA SEBUAH INOVASI:

1. Bentuk (Form): berupa bentuk tampilan/fisik dari sebuah inovasi yang dapat

dilihat.

2. Fungsi (Function): manfaat yang dihasilkan dari sebuag inovasi terhadap cara

hidup suatu masyarakat.

3. Makna (Meaning): Persepsi yang bersifat subjektif dan sering kali tidakdisadari

oleh suatu masyarakat akan sebuah inovasi.

TIGA HAL YANG PERLU DIKETAHUI AGEN PERUBAHAN UNTUK STABILITAS/PENYEIMBANG :

1. Stabilitas Yang Tetap: terjadi ketika sama sekali tidak terjadi perubahan

dalam struktur atau fungsi sitem kemasyarakan.

2. Stabilitas Yang Dinamis: terjadi ketika tingkat perubahan dalam sistem

kemasyarakatan sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk menangani

pembaharuan tersebut.

3. Ketidakseimbangan: terjadi ketika tingkat perubahan terlalu cepat untukmampu

dikejar oleh masyarakat.

KEPADA SIAPA INOVASI DIPERKENALKAN

Ketidaktahuan akan budaya dari suatu masyarakat akan membawa kegagalan sebuah pembaharuan. Masalah kepada siapa inovasi diperkenalkan membawa kita pada isu pemerataan.

PEMERATAAN DALAM KONSEKUENSI KONSEKUENSI INOVASI

Seperti yang dibahas pada bab sebelumnya, difusi biasanya menyebabkan kesenjangan social ekonomi karena:

1. Orang yang pertama mengadopsi memiliki sikap yang positif terhadap ide ide baru dan senantiasa berusaha untuk mencari inovasi baru.

2. Agen perubahan professional cenderung untuk berkonsentrasi dengan klien atau orang yang pertama mengadopsi dengan harapan pendapat mereka akan diikuti oleh para pengikutnya.

3. Dengan lebih dulu mengasopsi inovasi, mereka mengharapkan keuntungan yang berlipat ganda.



ISU ISU PENYETARAAN DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN

Pentingnya isu penyetaraan baru dirasakan pada tahun 1970. Sebelumnya, isu inisering kali diabaikan dan umumnya menganut teori: Dtrickle down untuk mengatasi kesenjangan difusi inovasi dalam kurun waktu yang panjang. Perubahan pola piker terjadi pada awal tahun 1970 sebagai bagian dari factor dominan pembangunan. Kenaikan pendapatan perkapita 5 - 10% dianggap sebagai suatu keberhasilan. Namun keberhasilan ini dipertanyakan. Misalnya: jika pendapatan perkapita naik dan dihabiskan untuk membeli minuman alcohol, apakah itu suatu pembangunan?

Pertanyaan yang sulit ini membawa pada suatu penekanan terhadap penyentaraan dalam munculnya berbagai alternative terhadap paradigm pembangunan.

Para perencana tingkat nasional tidak mengukur pembangunan hanya berdasarakan pendapatan perkapita mereka mulai berfikir tentang penyetaraan social ekonomi sebagai tujuan pembangunan dan memcoba untuk mengukur indikator indikator non-ekonomi sebagai upaya peningkatan mutu kehidupan.

Ketika para ilmuwan dan agen perubahan mulai untuk membedakan antara: (1) tingkat barang dan (2) Penyetaraan distribusi barang maka langkah berikutnya adalah mulai memyelidikidampak kesenjangan yang luas dan dampak kesenjangan yang sempit dari sebuag difusi inovasi.





KESENJANGAN DAMPAK DAMPAK KOMUNIKASI DAN KONSEKUENSI KONSEKUENSI DIFUSI

Masalah ini dimulai dengan pertanyaan: Apa akibat dari aktivitas komunikasi? Efek disini terutama berdasarkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau perilaku seseorang. Dimensi ke dua sedikit berbeda: DApakah aktifitas komunikasi memiliki akibat yang lebih besar, atau berbeda terhadap seseorang dibandingkan dengan orang lain?

Ahli dibidang difusi mencoba untuk menganalisa data mereka untuk melihat sejauh mana program difusi dapat berdampak pada kesenjangan yang lebar atau sempit (diistilahkan: atas dan bawah). Misalnya: status ekonomi atas dan bawah, pengadopsi awal dan akhir atau tingkat informasi (kaya dan miskin informasi). Bagaimanapun atas bawah diklasifikasikan, keberaturan sebuah penyetaraan akan ditemukan.



C. KONSEKUENSI KESENJANGAN YANG LUAS DALAM ADOPSI INOVASI

1. Konsekuensi dari adoptasi inovasi biasanya cenderung untuk memper-besar kesenjangan antara pengadopsi pertama dan terakhir.

2. Konsekuensi dari adposi inovasi biasanya cenderung untuk memperle-bar kesenjangan social ekonomi diantara para segmen masyarakat da-lam status ekonomi tinggi dan rendah.



STRATEGI UNTUK MEMPERKECIL KESENJANGAN:

I. Golongan atas memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi mengenai

informasi disbanding golongan bawah.

1. Informasi mungkin terkesan basi untuk kelas atas namun bisa saja

disampaikan kepada warga kelas bawah. Efek Langit Langit ini berhasil memurunkan kesenjangan social ekonomi di India.

2. Seseorang dapat merangkai pesan pesan komunikasi terutama untuk

paraekonomi kelas bawah dengan mempertimnangkan karakteristik mereka seperti pendidikan, kepercayaan, kebiasaan komunikasi, dan sejenisnya.

3. Seseorang seharusnya menggunakan jalur komunikasi agar mampu

Mengangkat golongan bawah sehingga akses bukan menjadi penghalang dalam memperoleh kesadaran untuk memperoleh inovasi.

4. Golongan bawah dapat diorganisir kedalam kelompok kecil dimana mereka dapat mempelajari tentang inovasi dan mendiskusikan ide ide baru ini.

5. Konsentrasi para agen perubahan dapat dialihtugaskan dari innovator ke

pengadopsi awal.

II. Golonganatas Memiliki Akses Yang Lebih Besar Terhadap Informasi

Evaluasi suatu Inovasi dari Teman Temannya Dibanding Golongan bawah.

1. Pendapat para pemimpin dari kelompok yang kurang beruntung dapat

diketahui dan agen perubahan dapat dilimpahkan kepada mereka.

2. Pembantu pembantu agen perubahan diambil dari kelompok bawah

Sebagai penyampai inovasi.

3. Grup grup resmi dari kelompok bawah dapat diatur untuk memperoleh

pendidikan kepemimpinan dan memajukan pembuatan keputusan inovasi.

III. Golongan atas Memiliki Keleluasan Sumber Daya Untuk Mengadopsi Inovasi

Dibanding Kelompok Bawah.

1. Prioritas dapat diberikan untuk pengembangan dan rekomendasi sebuah

Inovasi kepada kelompok bawah.

2. Organisasi Sosial dapat diberikan pada tingkat local sehingga golongan

Bawah dapat memperoleh penyetaraan dengan golongan @atas dalam keleluasaan menggunakan sumber daya untuk mengadopsi inovasi.

3. Alat harus diberikan agar golongan @ bawah dapat berpartisipasi

Untuk merencanakan dan melaksanakan program inovasi. Termasuk pengaturan prioritas program.

4. Agen agen difusi khusus dapat dibentuk untuk bekerja dengan golongan

bawahsehingga agen perubahan mampu untuk me-ngetahui kebutuhan golongan social ekonomi rendah.

5. Penekanan harus dialihkan dari yang bersifat sentralisasi kepada

desentralisasi.

KESENJANGAN YANG LEBIH LUAS DAPAT DIPREDIKSI

Hal ini berdasarkan Generalisasi 11 - 7: Ketika upaya upaya khusus dibuat oleh agen perubahan, maka mungkin untuk memperkecil atau setidaknya tidak memperluas kesenjangan social ekonomi dalam suatu sistem masyarakat. Kasus ini berhasil di India ketika informasi tentang pertanian disampaikan melalui televisi.

Rolling (at all, 1976) menyimpulkan bahwa: Difusi generalisasi secara tepat memberikan kesimpulan tentang usaha usaha pada saat ini, tetapi hal ini mungkin sangat berbeda dari menyajikan rekomendasi untuk usaha yang lebih optimal.

3. Pembahasan

Perubahan organisasi adalah usaha yang direncanakan oleh manajemen untuk menghasilkan prestasi keseluruhan individu, kelompok dan organisasi dengan mengubah struktur, perilaku dan proses. Perubahan seperti itu bukanlah sekedar berubah saja, tetapi perubahan yang disertai dengan pembaruan dalam berbagai hal berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan hal inilah yang sering dimaknai sebagai pembaruan atau inovasi. Inovasi itu lebih dari sekedar perubahan, walaupun semua inovasi melibatkan perubahan.

Dalam inovasi ada kegiatan menciptakan sesuatu hal baru yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Penciptaan sesuatu hal baru di sini erat kaitannya dengan teknologi baru, produk-produk baru maupun metode yang baru, sehingga ketika menyebut istilah inovasi membuat sebagian besar orang berpikir pertama-tama tentang teknologi, produk-produk baru, dan metode-metode baru untuk membuatnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, agar setiap organisasi dapat sustainable dalam lingkungan dinamis yang selalu berubah, maka perlu menumbuhkan dan me-lakukan inovasi secara terus-menerus yang dikenal dengan inovasi tiada henti. Inovasi yang tiada henti itu maksudnya adalah inovasi yang dilakukan secara terus menerus dalam berbagai hal dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Siapakah pihak yang berperan melakukan inovasi dalam suatu organisasi? Tidak lain adalah setiap orang atau individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Prestasi organisasi tergantung dari prestasi individu. Sedangkan prestasi individu merupakan bagian dari prestasi kelompok yang pada gilirannya merupakan prestasi organisasi. Karena itu semua unsur di dalam organisasi, baik pimpinan maupun anggota harus mempunyai niat dan perhatian serta konsistensi yang terintegrasi dan berkesinambungan. Hal ini penting ditekankan agar semua pihak yang berperan serta dalam proses inovasi, mulai dari pimpinan tertinggi hingga anggota terendah pun mengetahui tujuan-nya, sasarannya dan perencanaan maupun strategi yang dipergunakan, sehingga hasilnya dapat memenuhi harapan organisasi.

Inilah tantangan bagi organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Bagaimana organisasi pendidikan mengantisipasi perubahan tersebut? Apa langkah-langkah yang perlu dilakukan sehingga penyelenggara pendidikan kita di Indonesia ini mampu menem patkan kualitas sumber daya manusia kita pada level yang patut diperhitungkan di kancah global? Hal ini merupakan tugas yang tidak ringan, terutama bagi penyelenggara kegiatan pendidikan. Di sini dibutuhkan manajemen pendidikan yang baik (well manage) dan stra-tegi pelaksanaan inovasi agar organisasi pendidikan mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.

Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh organisasi dengan kegiatan yang berorientasi pada pengembangan dan penerapan gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan yang bermanfaat dan menguntungkan. Proses inovasi dapat dianalogikan seba-gai proses pemecahan masalah yang di dalamnya terkandung unsur kreativitas. Dalam hal inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti kepala sekolah, guru dan siswa.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan eksternal suatu organisasi pada umumnya akan memaksa organisasi terus melakukan perubahan. Adanya paradigm-paradigma yang berubah baik secara internal sebagai tanggapan dari adanya perubahan eksternal mendesak juga untuk berubah. Perubahan6perubahan dalam struktur organisasi, kultur dan filosofi yang mendasari organisasi akan memerlukan sejumlah inovasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Perubahan dan Inovasi dalam organisasi Pendidikan juga perlu dikembangkan dengan tujuan untuk orientasi kerja, kehidupan masa depan dalam koridor long life education. Inovasi dalam dunia pendidikan meliputi organisasi sekolah sebagai suatu sistem, mencakup mulai dari input, proses, output dan outcome. Pengelolaan Pendidikan mendasarkan pada Broad Based Society yang kemudian membuat satu terobosan inovasi dengan manajemen berbasis sekolah, dalam bentuk proses pembelajaran juga mencakup metode6metode seperti Contextual teaching and learning, group learning, dan metode pembelajaran lain. Inovasi yang terus berkembang dalam organisasi adanya reengineering yang mencakup berbagai aspek dengan tujuan terjadinya efisiensi dan efektifitas.

Joyce Wycoff (2004) mengemukakan tentang 10 langkah praktis untuk mempertahankan kehidupan inovasi dalam suatu organisasi. Kesepuluh langkah tersebut adalah:

1. Hilangkan rasa takut dalam organisasi. Innovasi artinya melakukan sesuatu yang baru dan sesuatu yang baru itu mungkin akan gagal, jika orang-orang senantiasa diliputi ketakutan akan kegagalan.

2. Jadikan inovasi sebagai bagian dari sistem penilaian kinerja setiap orang.

Tanyakan kepada mereka, apa yang akan mereka ciptakan atau tingkatkan pada masa-masa yang akan datang, kemudian ikuti kemajuannya.

3. Dokumentasikan setiap proses inovasi dan pastikan setiap orang dapat memahami peran didalamnya dengan sebaik-baiknya.

4. Berikan keluasaan kepada setiap orang untuk dapat mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru (new possibilities) dan berkolaborasi dengan orang lain, baik yang ada dalam organisasi maupun di luar organisasi.

5. Pastikan setiap orang dapat memahami strategi organisasi dan pastikan pula

bahwa semua usaha inovasi benar-benar sudah selaras dengan strategi yang ada.

6. Belajarkan setiap orang untuk mampu memindai lingkungan, seperti tentang trend baru, teknologi atau perubahan mindset pelanggan.

7. Belajarkan setiap orang untuk menghargai keragaman, baik dalam gaya berfikir, Perspektif pengalaman maupun keahlian, karena keragaman seluruh aktivitas ini merupakan bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan dalam proses menuju inovasi.

8. Tentukan kriteria yang terukur dengan fokus pada cita-cita masa depan organisasi. Kriteria yang ketat hanya akan menghambat terhadap pencapaian cita-cita dan melestarikan berbagai asumsi dan mindset masa lampau. Curahkan waktu untuk pengembangan dan kesuksesan yang hendak organisasi pada masa yang akan datang.

9. Team Inovasi berbeda dengan team proyek regular. Oleh karena itu, dibutuhkan perlengkapan dan mindset yang berbeda pula.

10. Kembangkan sistem pengelolaan gagasan dan tangkaplah setiap

gagasan untuk dikembangkan dan dievaluasi berbagai kemungkinannya


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

mendefinisikan konsekuensi inovasi sebagai perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai akibat dari adopsi suatu inovasi. Konsekuensi inovasi jarang diteliti karena (a) agensi perubahan memberi perhatian terlalu banyak pada adopsi dan mengasumsikan konsekuensi adopsi pasti positif, (b) metode riset survei mungkin tidak cocok untuk meneliti konsekuensi inovasi dan (c) sulitnya mengukur konsekuensi inovasi. Konsekuensi inovasi dapat dibagi menjadi (a) diinginkan vs. tidak diinginkan, (b) langsung vs. tidak langsung dan (c) diantisipasi vs. tidak diantisipasi; sementara itu, dari contoh penggunaan kappa besi di suku Aborijinal, diketahui tiga unsur intrinsik dari inovasi: (a) bentuk: penampakan fisik dan substansi inovasi; (b) fungsi: kontribusi inovasi pada cara hidup adopter dan (c) makna: persepsi subjektif dan sering di bawah sadar dari adopter terhadap inovasi. Hal lain yang berkaitan dengan konsekuensi inovasi adalah tingkat perubahan dalam sistem yang mungkin mengalami (a) kesetimbangan stabil (inovasi tidak menyebabkan perubahan dalam struktur dan/atau fungsi sistem sosial), (b) kesetimbangan dinamis (perubahan yang disebabkan inovasi setara dengan kemampuan sistem sosial untuk menanganinya), atau (c) disequilibrium (perubahan yang disebabkan inovasi terlalu cepat untuk dapat ditangani sistem sosial). Dengan demikian, tujuan dari inovasi adalah untuk mencapai kesetimbangan dinamis.

Akhirnya, hal lainnya lagi yang harus dikaji dalam konsekuensi inovasi adalah cara mengatasi kenyataan bahwa inovasi sering memperlebar kesenjangan sosio-ekonomik masyarakat.

Beberapa cara tersebut adalah (a) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai akses lebih banyak dibanding orang miskin: pesan disampaikan lewat (a1) cara masal seperti lewat radio atau televisi; penggunaan bahasa yang dimengerti orang miskin; penggunaan mult-media yang didasarkan kondisi sosial budaya orang miskin; penyampaian dalam kelompok kecil di mana orang miskin biasanya berkumpul, dan pengubahan fokus dari sasaran inovasi tradisional (yaitu pada kelompok yang paling berpotensi untuk berubah) ke kelompok yang paling tidak berpotensi untuk berubah; (b) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai akses lebih banyak pada hasil evaluasi inovasi dibanding orang miskin: pemimpin opini orang miskin harus ditemukan (meski pun relatif lebih sulit dibanding dengan menemukan pemimpin opini orang kaya) dan hubungan agen perubahan dikonsentrasikan pada mereka, aide dari kalangan orang miskin digunakan untuk menghubungi kelompok homofilinya dan kelompok formal di kalangan orang miskin diperkuat dan/atau dibina serta ( c) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai sumber daya lebih dibanding orang miskin: pemilihan inovasi yang cocok untuk orang miskin; membangun organisasi (misalnya koperasi) di kalangan orang miskin; memberi kesempatan orang miskin berpartisipasi

dalam perencanaan dan pelaksanaan inovasi; pengembangan programdan/atau agensi yang diperuntukkan khusus orang miskin dan pergeseran dari difusi inovasi yang datang dari riset dan pengembangan (R & D) formal ke penyebaran informasi tentang gagasan yang didasarkan pada pengalaman lewat sistem difusi desentralistik: sering untuk ikatan intelektual dari kebijakan konvensional adalah eksperimen di lapangan.

Daftar Pustaka
Ferrari, Anusca, Romina Cachia dan Yves Punie. 2009. Innovation and Creativity in Education and Training in the EU Member States: Fostering Creative Learning and Supporting Innovative Teaching. Seville, Spain: European Commission.
Innovation Journal, Volume 10, Issue 3. 2005. http://www.innovation.cc/ [diakses 1 Juni 2010]
Rogers, Everett M. 1971. Diffusion of Innovation. New York, USA: The Free Press, Macmillan Publishing Co. Inc.
Wlodkowski, Raymon J. 1991. Developing Motivation for Lifelong Learning. Dalam In Context #27. USA: Context Institute.
Wycoff, Joyce. 2004. Ten Practical Steps to Keep Your Innovation System Alive & Well.