11/26/2010

BAGAIMANA STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DAN QUANTUM LEARNING DAPAT DILAKSANAKAN

Memacu Anak Berfikir Kritis
Pada saat ini kita semua memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang aktif dan partisipatif, konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran, baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) untuk mencapai kompetensi tertentu.
selanjutnya klik :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2005: 65-66).
Upaya pembaharuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, adalah re-orientasi pendidikan ke arah pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam pembelajaran berbasis kompetensi tersebut tersirat adanya nilai-nilai pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, sebagai pribadi yang integral, produktif, kreatif dan memiliki sikap kepemimpinan dan berwawasan keilmuan sebagai warga negara yang bertanggung-jawab. Indikator ini akan terwujud apabila diiringi dengan upaya peningkatan mutu dan relevansi sumber daya manusia (SDM) melalui proses pada berbagai jenjang pendidikan.
Makna Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Indikator Berpikir Kritis
Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Selanjutnya, Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
c. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Penilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut (http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”; “Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
KAJIAN PUSTAKA
1. Hakikat Pembelajaran
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep ini menjadi padu dalam suatu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran brlangsung. Inilah makna belajar dan mengajar sebagi suatu proses. Pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, maka inti proses pembelajarn tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Inilah yang merupakan inti proses pembelajaran. Menurut Sabri (2005:34) perubahan diri siswa dalam proses pembelajarn memiliki tiga sifat yaitu masing-masing:
(1) bersifat intensional,
(2) bersifat positif-aktif, dan
(3) bersifat efektif-fungsional.
1) Perubahan intensional yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan proses belajar dengan sengaja dan disadari, bukan terjadi secara kebetulan.
2) Perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan yang bersifat positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan belajar, disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan baik disbanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan siswa, bukan terjadi dengan sendirinya.
3) Perubahan yang bersifat efektif yaitu perubahan yang memberikan pengaruh dan manfaat bagi siswa. Adapun yang bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Selanjutnya dia mengatakan, bahwa perubahansebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan, atau apresiasi.
B. Kajian Hasil Penelitian
1. Pengertian dan Gejala Kesulitan Belajar
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya. Hambatan tersebut mungkin disadari atau mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya yang optimal. Akibatnya prestasi yang diraihnya berada pada hasil yang semestinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:971) dinyatakan bahwa kesulitan adalah sesuatu yang sukar atau dalam keadaan yang sulit.
Seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan ciri-ciri sebagai manifestasi dari adanya masalah yang dialami, seperti yang dituliskan oleh Mappaitta Muhkal (1997:6) sebagai berikut:
(a) menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah (dibawah nilai rata-rata yang dicapai oleh kelompoknya,
(b) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya,
(c) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar,
(d) menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar,
(e) menunjukkan tingkah laku yang berkelainan dan,
(f) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.
Untuk itu diperlukan diagnosis dalam rangka menyelesaikan maslah yang dihadapi siswa tersebut. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Seperti yang dituliskan oleh Nurminah (1999:13) sebagai berikut:
a. Menentukan siswa yang berprestasi rendah tetapi pada dasarnya siswa tersebut dapat berprestasi baik.
b. Menghitung nilai rata-rata kelas.
c. Menandai siswa yang memperoleh nilai prestasi dibawah rata-rata kelas.
d. Membuat pringkat dalam kelompok siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Achmad, Guru SMAN 21 Bandung. Ketua AGP-PGRI Jawa Barat . http//Pendidikan Nasional Net Work, (Artikel Pendidikan), 25-10-2007
BAGAIMANA STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DAN QUANTUM LEARNING DAPAT DILAKSANAKAN
OLEH: ROSMEDI ARYATI
Mahasiswi TP UNILA Angkatan 2008
Guru Mata Pelajaran Kimia, SMAN 1 Sumberjaya
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching, dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
“Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka.” Istilah ini adalah istilah yang dipakai dalam Quantum Teaching, sebuah metode belajar yang pada awalnya adalah eksperimen Dr Georgi Lazanov tentang Suggestology yaitu kekuatan sugesti yang dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode.
Apalagi dalam Quantum Teaching ada istilah ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajara dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Selain itu, ada beberapa prinsip Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. Sebab, Quantum Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh. Seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.
Rumus dan tehnik yang diterapkan oleh Quantum Teaching adalah AMBAK & TANDUR, definisi dari kedua kata tersebut adalah:
AMBAK
A: Apa yang dipelajari
Dalam setiap pelajaran, guru hanya menetapkan, anak didiklah yang menentukan tema sesuai minat masing-masing. Sebagai contoh pada pelajaran menggambar, guru hanya menentukan pelajaran menggambar dan para anak didiknya yang menentukan temanya.
M: Manfaat
Guru memberikan penjelasan manfaat yang diperoleh dari setiap pelajaran dan guru harus bisa memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya sehingga para siawa bisa lebih tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
BAK: Bagiku
Manfaat apa yang akan diperoleh di kemudian hari dengan mempelajari ini semua.
Definisi dari tehnik pembelajaran Quantum Teaching TANDUR, adalah:
T: Tumbuhkan minat belajar
A: Aktifkan minat belajar
N: Namai semua konsep pembelajaran
D: Demonstrasikan, dengan maksud supaya anak lebih memahami pelajaran.
U: Ulangi, semakin sering diulang maka semakin kuat kuat pelajaran melekat.
R: Rayakan, berikan apresiasi kepada siapa saja yang berhasil melakukannya dengan baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar dan Hasil Belajar
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, baik itu berupa teks, dialog, maupun pengalaman. Bisa dikatakan juga sebagai proses menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengerti- annya dikembangkan. Hasil dan bukti belajar dari siswa ialah adanya perubahan tingkah laku. Menurut Hamalik (2004) yaitu :
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.
Selain itu, Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). (Sadiman, 1996)
Menurut Dick dan Reiser dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran mereka membedakan hasil belajar atas empat macam, yaitu pengetahuan, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, dan sikap.
Burton dalam Hamalik (2004) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:
1. Proses belajar adalah mengalami, berbuat, mereaksi, melampaui.
2. Proses itu berjalan melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan murid.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan tertentu.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong motivasi secara berkesinambungan.
5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh keturunan dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara material dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan peserta didik.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah.
11. Proses belajar berlangsung secara efektif dibawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable¬), jadi tidak sederhana dan statis.
Keefektifan perilaku belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu :
1. Adanya motivasi peserta didik menghendaki sesuatu
2. Adanya perhatian dan tahu sasaran peserta didik harus memperhatikan sesuatu
3. Adanya usaha peserta didik harus melakukan sesuatu
4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) peserta didik harus memperoleh sesuatu.
Tujuan pembelajaran adalah adanya perubahan prilaku siswa baik dari segi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotor) siswa. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Kemampuan psikomotor adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik. Hasil belajar siswa harus mencerminkan adanya peningkatan. Dari ketiga aspek tersebut meningkat dan belum optimal jika salah satu aspek kemampuan belum meningkat.
B. Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar, aktivitas memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar yang memadai. Aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Pengajaran modern menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. Agar kegiatan belajar mengajar lebih berhasil maka aktivitas belajar harus dipengaruhi dengan memberikan dorongan sehingga diharapkan siswa akan merasa tertarik, senang dan tidak bosan untuk belajar.
Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya mengenai aktivitas fisik siswa tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mental siswa. Seperti diungkapkan oleh Sardiman (2004) :
Belajar dapat dibagi menjadi aktivitas fisik dan mental. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Ia tidak hanya duduk mendengarkan, melihat, atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas mental adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi dalam pembelajaran pada kegiatan pembelajaran kedua aktivitas harus berkaitan.
Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Menurut Diedrich dalam Sardiman (2004) beberapa diantaranya adalah :
1. Kegiatan-kegiatan visual, yang didalamnya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara diskusi dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenung, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah memperhatikan penjelasan guru, melakukan diskusi, dan mencatat. Dengan melakukan banyak aktivitas yang relevan dengan pembelajaran maka siswa mampu memahami, mengingat dan menerapkan konsep yang telah dipelajari.
2. Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task), contohnya adalah tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan teman.
Nathalia dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task) akan lebih mudah diamati ketika proses pembelajaran berlangsung jika dibandingkan dengan aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task). Jadi siswa dikatakan aktif dalam kegiatan pembelajaran jika siswa sedikit melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran.
C. Pendekatan TANDUR
Proses pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas, menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tertentu yang melibatkan sebanyak mungkin kemampuan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran (student centered) dan pembelajaran tuntas (mastery learning).
Pendekatan pembelajaran adalah cara untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode dan teknik yang tepat sehingga diperoleh hasil belajar yang akurat dan dipercaya. Dengan demikian, dapat dipilih metode dan pendekatan yang tepat demi tercapainya hasil melalui proses sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi. Deporter (1999) menyatakan bahwa salah satu metode yang digunakan adalah Quantum Learning dan contoh pendekatan yang dapat digunakan adalah :
Pendekatan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) merupakan kerangka perancangan pengajaran quantum teaching.Unsur-unsur ini membentuk basis struktural keseluruhan yang melandasi quantum teaching.
Sutrisno (2007) menyatakan bahwa :
Jika strategi TANDUR ini digunakan dengan baik maka akan diperoleh Pembelajaran yang membuat siswa (dan guru) aktif, dengan begitu berkembanglah, inovatif, dengan inovatif, siswa terdorong termotivasi berbuat, dan bertindak ke hal-hal yang belum dilakukkan oleh temannya, kreativitas baik siswa maupun guru, sehingga proses situ berjalan dengan Efektif, dan akhirnya menyenangkan bagi semua (Pakem). Saat ini, PAKEM dikenal sebagai pendekatan pembelajaran yang paling dianjurkan. PAKEM ini mempunyai padanan dalam bahasa Inggris active joyful effective learning (AJEL).
Quantum Learning yaitu orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar situasi belajar. Interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa, mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Quantum Learning menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar guru lewat pemaduan seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apa pun mata pelajaran yang diajarkan. Dengan menggunakan metode Quantum Learning, guru akan menggabungkan keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan melejitkan prestasi siswa.
Quantum Learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Quantum Learning menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Learning berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka belajar.
Kerangka perancangan pengajaran Quantum Learning dengan pendekatan TANDUR adalah sebagai berikut :
1. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa ingin tahu dalam bentuk : Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK) jika aku mengikuti topik pelajaran ini dengan guruku?. Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks, tumbuhkan interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan bawalah alam pikiran mereka ke alam pikiran anda, yakinkan siswa mengapa harus mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu keharusan.
Tumbuhkan niat yang kuat pada diri anda bahwa anda akan menjadi guru dan pendidik yang hebat.
2. Alami
Unsur ini mendorong hasrat alami otak untuk “menjelajah”. Cara apa yang terbaik agar siswa memahami informasi? Kegiatan apa yang dapat diberikan agar pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki siswa bertambah.
3. Namai
Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat dan sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut di dinding kelas dan dinding kamar tidurnya.
4. Demonstrasikan
Melalui pengalaman belajar siswa mengerti dan mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan (kompetensi) dan informasi (nama) yang cukup, sudah saatnya dia mendemonstrasikan dihadapan guru, teman, maupun saudara-saudaranya.
5. Ulangi
Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini!”.
6. Rayakan
Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Jadi, jika siswa sudah mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan baik, layak untuk dirayakan lewat : Bertepuk tangan, bernyanyi bersama-sama, atau secara bersama-sama mengucapkan : “Aku Berhasil!”.
DAFTAR PUSTAKA
Alessi, S.M. dan Trollip, S.R. 1991. Computer Based Instruction: Methods and Development. New Jersey; Prentice Hall.
Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta; Grasindo.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta;
Rajawali Pers.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta; PT Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta; Penerbit Erlangga
Heinich, Molenda dan Russell, 1982. Instruksional Media and The New Technologies of Instruction. New York; John Wiley & Sons
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu.2003. Metodologi Penelitian. Jakarta; Bumi Aksara.
Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta; Bumi Aksara.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung; Tarsito.
Sudjana, Nana. 1985. Teori Teori Pembelajaran. Jakarta; Lembaga Penerbitan Ekonomi Universitas indonesia.
Teknodik Edisi No.9N. Jakarta; Pustekom Dikbud.
Yusufhadi Miarso. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.