Memacu Anak Berfikir Kritis
Pada saat ini kita semua memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang aktif dan partisipatif, konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran, baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) untuk mencapai kompetensi tertentu.
selanjutnya klik :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2005: 65-66).
Upaya pembaharuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, adalah re-orientasi pendidikan ke arah pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam pembelajaran berbasis kompetensi tersebut tersirat adanya nilai-nilai pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, sebagai pribadi yang integral, produktif, kreatif dan memiliki sikap kepemimpinan dan berwawasan keilmuan sebagai warga negara yang bertanggung-jawab. Indikator ini akan terwujud apabila diiringi dengan upaya peningkatan mutu dan relevansi sumber daya manusia (SDM) melalui proses pada berbagai jenjang pendidikan.
Makna Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Indikator Berpikir Kritis
Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Selanjutnya, Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
c. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Penilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut (http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”; “Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
KAJIAN PUSTAKA
1. Hakikat Pembelajaran
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep ini menjadi padu dalam suatu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran brlangsung. Inilah makna belajar dan mengajar sebagi suatu proses. Pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, maka inti proses pembelajarn tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Inilah yang merupakan inti proses pembelajaran. Menurut Sabri (2005:34) perubahan diri siswa dalam proses pembelajarn memiliki tiga sifat yaitu masing-masing:
(1) bersifat intensional,
(2) bersifat positif-aktif, dan
(3) bersifat efektif-fungsional.
1) Perubahan intensional yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan proses belajar dengan sengaja dan disadari, bukan terjadi secara kebetulan.
2) Perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan yang bersifat positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan belajar, disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan baik disbanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan siswa, bukan terjadi dengan sendirinya.
3) Perubahan yang bersifat efektif yaitu perubahan yang memberikan pengaruh dan manfaat bagi siswa. Adapun yang bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Selanjutnya dia mengatakan, bahwa perubahansebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan, atau apresiasi.
B. Kajian Hasil Penelitian
1. Pengertian dan Gejala Kesulitan Belajar
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya. Hambatan tersebut mungkin disadari atau mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya yang optimal. Akibatnya prestasi yang diraihnya berada pada hasil yang semestinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:971) dinyatakan bahwa kesulitan adalah sesuatu yang sukar atau dalam keadaan yang sulit.
Seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan ciri-ciri sebagai manifestasi dari adanya masalah yang dialami, seperti yang dituliskan oleh Mappaitta Muhkal (1997:6) sebagai berikut:
(a) menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah (dibawah nilai rata-rata yang dicapai oleh kelompoknya,
(b) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya,
(c) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar,
(d) menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar,
(e) menunjukkan tingkah laku yang berkelainan dan,
(f) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.
Untuk itu diperlukan diagnosis dalam rangka menyelesaikan maslah yang dihadapi siswa tersebut. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menemukan siswa yang mengalami kesulitan belajar. Seperti yang dituliskan oleh Nurminah (1999:13) sebagai berikut:
a. Menentukan siswa yang berprestasi rendah tetapi pada dasarnya siswa tersebut dapat berprestasi baik.
b. Menghitung nilai rata-rata kelas.
c. Menandai siswa yang memperoleh nilai prestasi dibawah rata-rata kelas.
d. Membuat pringkat dalam kelompok siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Achmad, Guru SMAN 21 Bandung. Ketua AGP-PGRI Jawa Barat . http//Pendidikan Nasional Net Work, (Artikel Pendidikan), 25-10-2007
BAGAIMANA STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DAN QUANTUM LEARNING DAPAT DILAKSANAKAN
OLEH: ROSMEDI ARYATI
Mahasiswi TP UNILA Angkatan 2008
Guru Mata Pelajaran Kimia, SMAN 1 Sumberjaya
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching, dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
“Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka.” Istilah ini adalah istilah yang dipakai dalam Quantum Teaching, sebuah metode belajar yang pada awalnya adalah eksperimen Dr Georgi Lazanov tentang Suggestology yaitu kekuatan sugesti yang dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode.
Apalagi dalam Quantum Teaching ada istilah ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajara dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Selain itu, ada beberapa prinsip Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. Sebab, Quantum Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh. Seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.
Rumus dan tehnik yang diterapkan oleh Quantum Teaching adalah AMBAK & TANDUR, definisi dari kedua kata tersebut adalah:
AMBAK
A: Apa yang dipelajari
Dalam setiap pelajaran, guru hanya menetapkan, anak didiklah yang menentukan tema sesuai minat masing-masing. Sebagai contoh pada pelajaran menggambar, guru hanya menentukan pelajaran menggambar dan para anak didiknya yang menentukan temanya.
M: Manfaat
Guru memberikan penjelasan manfaat yang diperoleh dari setiap pelajaran dan guru harus bisa memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya sehingga para siawa bisa lebih tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
BAK: Bagiku
Manfaat apa yang akan diperoleh di kemudian hari dengan mempelajari ini semua.
Definisi dari tehnik pembelajaran Quantum Teaching TANDUR, adalah:
T: Tumbuhkan minat belajar
A: Aktifkan minat belajar
N: Namai semua konsep pembelajaran
D: Demonstrasikan, dengan maksud supaya anak lebih memahami pelajaran.
U: Ulangi, semakin sering diulang maka semakin kuat kuat pelajaran melekat.
R: Rayakan, berikan apresiasi kepada siapa saja yang berhasil melakukannya dengan baik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar dan Hasil Belajar
Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, baik itu berupa teks, dialog, maupun pengalaman. Bisa dikatakan juga sebagai proses menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengerti- annya dikembangkan. Hasil dan bukti belajar dari siswa ialah adanya perubahan tingkah laku. Menurut Hamalik (2004) yaitu :
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.
Selain itu, Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). (Sadiman, 1996)
Menurut Dick dan Reiser dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran mereka membedakan hasil belajar atas empat macam, yaitu pengetahuan, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, dan sikap.
Burton dalam Hamalik (2004) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:
1. Proses belajar adalah mengalami, berbuat, mereaksi, melampaui.
2. Proses itu berjalan melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan murid.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan tertentu.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang mendorong motivasi secara berkesinambungan.
5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh keturunan dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara material dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan peserta didik.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah.
11. Proses belajar berlangsung secara efektif dibawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable¬), jadi tidak sederhana dan statis.
Keefektifan perilaku belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu :
1. Adanya motivasi peserta didik menghendaki sesuatu
2. Adanya perhatian dan tahu sasaran peserta didik harus memperhatikan sesuatu
3. Adanya usaha peserta didik harus melakukan sesuatu
4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) peserta didik harus memperoleh sesuatu.
Tujuan pembelajaran adalah adanya perubahan prilaku siswa baik dari segi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotor) siswa. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Kemampuan psikomotor adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik. Hasil belajar siswa harus mencerminkan adanya peningkatan. Dari ketiga aspek tersebut meningkat dan belum optimal jika salah satu aspek kemampuan belum meningkat.
B. Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar, aktivitas memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan dan hasil belajar yang memadai. Aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Pengajaran modern menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. Agar kegiatan belajar mengajar lebih berhasil maka aktivitas belajar harus dipengaruhi dengan memberikan dorongan sehingga diharapkan siswa akan merasa tertarik, senang dan tidak bosan untuk belajar.
Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya mengenai aktivitas fisik siswa tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mental siswa. Seperti diungkapkan oleh Sardiman (2004) :
Belajar dapat dibagi menjadi aktivitas fisik dan mental. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Ia tidak hanya duduk mendengarkan, melihat, atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas mental adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi dalam pembelajaran pada kegiatan pembelajaran kedua aktivitas harus berkaitan.
Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Menurut Diedrich dalam Sardiman (2004) beberapa diantaranya adalah :
1. Kegiatan-kegiatan visual, yang didalamnya membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara diskusi dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenung, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah memperhatikan penjelasan guru, melakukan diskusi, dan mencatat. Dengan melakukan banyak aktivitas yang relevan dengan pembelajaran maka siswa mampu memahami, mengingat dan menerapkan konsep yang telah dipelajari.
2. Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task), contohnya adalah tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan teman.
Nathalia dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task) akan lebih mudah diamati ketika proses pembelajaran berlangsung jika dibandingkan dengan aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task). Jadi siswa dikatakan aktif dalam kegiatan pembelajaran jika siswa sedikit melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran.
C. Pendekatan TANDUR
Proses pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas, menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tertentu yang melibatkan sebanyak mungkin kemampuan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran (student centered) dan pembelajaran tuntas (mastery learning).
Pendekatan pembelajaran adalah cara untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode dan teknik yang tepat sehingga diperoleh hasil belajar yang akurat dan dipercaya. Dengan demikian, dapat dipilih metode dan pendekatan yang tepat demi tercapainya hasil melalui proses sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi. Deporter (1999) menyatakan bahwa salah satu metode yang digunakan adalah Quantum Learning dan contoh pendekatan yang dapat digunakan adalah :
Pendekatan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) merupakan kerangka perancangan pengajaran quantum teaching.Unsur-unsur ini membentuk basis struktural keseluruhan yang melandasi quantum teaching.
Sutrisno (2007) menyatakan bahwa :
Jika strategi TANDUR ini digunakan dengan baik maka akan diperoleh Pembelajaran yang membuat siswa (dan guru) aktif, dengan begitu berkembanglah, inovatif, dengan inovatif, siswa terdorong termotivasi berbuat, dan bertindak ke hal-hal yang belum dilakukkan oleh temannya, kreativitas baik siswa maupun guru, sehingga proses situ berjalan dengan Efektif, dan akhirnya menyenangkan bagi semua (Pakem). Saat ini, PAKEM dikenal sebagai pendekatan pembelajaran yang paling dianjurkan. PAKEM ini mempunyai padanan dalam bahasa Inggris active joyful effective learning (AJEL).
Quantum Learning yaitu orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar situasi belajar. Interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa, mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Quantum Learning menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar guru lewat pemaduan seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apa pun mata pelajaran yang diajarkan. Dengan menggunakan metode Quantum Learning, guru akan menggabungkan keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan melejitkan prestasi siswa.
Quantum Learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Quantum Learning menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Learning berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka belajar.
Kerangka perancangan pengajaran Quantum Learning dengan pendekatan TANDUR adalah sebagai berikut :
1. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa ingin tahu dalam bentuk : Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK) jika aku mengikuti topik pelajaran ini dengan guruku?. Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks, tumbuhkan interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan bawalah alam pikiran mereka ke alam pikiran anda, yakinkan siswa mengapa harus mempelajari ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu keharusan.
Tumbuhkan niat yang kuat pada diri anda bahwa anda akan menjadi guru dan pendidik yang hebat.
2. Alami
Unsur ini mendorong hasrat alami otak untuk “menjelajah”. Cara apa yang terbaik agar siswa memahami informasi? Kegiatan apa yang dapat diberikan agar pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki siswa bertambah.
3. Namai
Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat dan sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut di dinding kelas dan dinding kamar tidurnya.
4. Demonstrasikan
Melalui pengalaman belajar siswa mengerti dan mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan (kompetensi) dan informasi (nama) yang cukup, sudah saatnya dia mendemonstrasikan dihadapan guru, teman, maupun saudara-saudaranya.
5. Ulangi
Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini!”.
6. Rayakan
Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Jadi, jika siswa sudah mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan baik, layak untuk dirayakan lewat : Bertepuk tangan, bernyanyi bersama-sama, atau secara bersama-sama mengucapkan : “Aku Berhasil!”.
DAFTAR PUSTAKA
Alessi, S.M. dan Trollip, S.R. 1991. Computer Based Instruction: Methods and Development. New Jersey; Prentice Hall.
Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta; Grasindo.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta;
Rajawali Pers.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta; PT Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta; Penerbit Erlangga
Heinich, Molenda dan Russell, 1982. Instruksional Media and The New Technologies of Instruction. New York; John Wiley & Sons
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu.2003. Metodologi Penelitian. Jakarta; Bumi Aksara.
Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta; Bumi Aksara.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung; Tarsito.
Sudjana, Nana. 1985. Teori Teori Pembelajaran. Jakarta; Lembaga Penerbitan Ekonomi Universitas indonesia.
Teknodik Edisi No.9N. Jakarta; Pustekom Dikbud.
Yusufhadi Miarso. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
11/26/2010
PEMBELAJARAN TEMATIK 2
PEMBELAJARAN TEMATIK 2
Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang emnjadi pembicaraan, Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :
1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan maka belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu :
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memilki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut :
A. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standart kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Penjabaran standart kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator
• Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal berikut :Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
• Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
• Dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati.
2. Menentukan tema
Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :
• Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.
• Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema yang sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir, berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen, kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri, jujur, menghormati dan toleransi.
• Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam bukunya Clasroom Connection-Strategies for Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa sebelumnya.
• Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan. Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas, lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan musik, materi audio visual, literature, progam computer, dan internet adalah sumber materi pembelajaran tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber belajar itu.
• Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan dalam proses pembelajaran tematik. Perlu juga menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa.
• Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu : pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat melalui perkembangan psikologi (imajinasi), perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan siswa.
• Keseimbangan Pemilihan Tema. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi.
• Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa, namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan lingkungan dimana siswa hidup.
3. Identifikasi dan analisis standart kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
B. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu.
C. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
D. Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap pelaksanaan pembelajarannya meliputi :
a. Kegiatan Pendahuluan / awal
Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan dan menyanyi.
b. Kegiatan inti
Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung. Penyajian bahan pembelajaran dialakukan dengan menggunakan strategi / metode yang bervariasi dan dapat dilakuakn secara klaksikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c. Kegiatan penutup
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatn penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan atau mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomime, pesan-pesan moral, musik / apresiasi musik.
Pengaturan jadwal pelajaran
Untuk memudahkan administrasi disekolah terutama dalam penjadwalan. Guru bersama dengan guru mata pelajaran lain ( yang tidak dipadukan ) perlu bersama-sama menyusun jadwal pelajaran.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik disekolah dasar mempunyai implikasi yang mencakup :
• Implikasi bagi guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreaktif baik dalam menyiapkan pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh.
• Implikasi bagi siswa
1.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya yang dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual, pasangan kelompok kecil, maupun klasikal.
2.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan aktif.
• Implikasi terhadap sarana, prasarana,sumber balajar dan media.
1.Pelaksanaan pembelajaran ini memerlukan berbagai prasarana dan prasarana belajar,
2.Pembelajaran ini perlu memanfaatkan bebagai sumber balajar, baik yang didesain secara khusus maupun yang tersedia dilingkungan,
3.Pembeajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran bervariasi dan
4.Pembelajaran ini masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada atau bila memungkinkan untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar terintegrasi.
• Implikasi terhadap pengaturan ruangan.
1.Ruang perlu ditata sesuai tema yang dilaksanakan.
2.Susunan bangku bisa berubah-ubah.
3.Perta didik tidak harus selalu harya duduk dikursi, tetapi dapat duduk ditikar atu dikarpet.
4.Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik didalam maupun diruangan.
5.Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber balajar.
6.Alat, sarana, sumber belajar hendaknya dikelola dengan baik.
• Implikasi terhadap pemilihan metode
Pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode, misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, dan bercakap-cakap.
Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang emnjadi pembicaraan, Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :
1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan maka belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu :
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memilki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut :
A. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standart kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Penjabaran standart kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator
• Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal berikut :Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
• Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
• Dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati.
2. Menentukan tema
Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :
• Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.
• Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema yang sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir, berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen, kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri, jujur, menghormati dan toleransi.
• Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam bukunya Clasroom Connection-Strategies for Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa sebelumnya.
• Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan. Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas, lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan musik, materi audio visual, literature, progam computer, dan internet adalah sumber materi pembelajaran tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber belajar itu.
• Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan dalam proses pembelajaran tematik. Perlu juga menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa.
• Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu : pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat melalui perkembangan psikologi (imajinasi), perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan siswa.
• Keseimbangan Pemilihan Tema. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi.
• Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa, namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan lingkungan dimana siswa hidup.
3. Identifikasi dan analisis standart kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
B. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu.
C. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
D. Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap pelaksanaan pembelajarannya meliputi :
a. Kegiatan Pendahuluan / awal
Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan dan menyanyi.
b. Kegiatan inti
Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung. Penyajian bahan pembelajaran dialakukan dengan menggunakan strategi / metode yang bervariasi dan dapat dilakuakn secara klaksikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c. Kegiatan penutup
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatn penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan atau mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomime, pesan-pesan moral, musik / apresiasi musik.
Pengaturan jadwal pelajaran
Untuk memudahkan administrasi disekolah terutama dalam penjadwalan. Guru bersama dengan guru mata pelajaran lain ( yang tidak dipadukan ) perlu bersama-sama menyusun jadwal pelajaran.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik disekolah dasar mempunyai implikasi yang mencakup :
• Implikasi bagi guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreaktif baik dalam menyiapkan pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh.
• Implikasi bagi siswa
1.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya yang dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual, pasangan kelompok kecil, maupun klasikal.
2.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan aktif.
• Implikasi terhadap sarana, prasarana,sumber balajar dan media.
1.Pelaksanaan pembelajaran ini memerlukan berbagai prasarana dan prasarana belajar,
2.Pembelajaran ini perlu memanfaatkan bebagai sumber balajar, baik yang didesain secara khusus maupun yang tersedia dilingkungan,
3.Pembeajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran bervariasi dan
4.Pembelajaran ini masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada atau bila memungkinkan untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar terintegrasi.
• Implikasi terhadap pengaturan ruangan.
1.Ruang perlu ditata sesuai tema yang dilaksanakan.
2.Susunan bangku bisa berubah-ubah.
3.Perta didik tidak harus selalu harya duduk dikursi, tetapi dapat duduk ditikar atu dikarpet.
4.Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik didalam maupun diruangan.
5.Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber balajar.
6.Alat, sarana, sumber belajar hendaknya dikelola dengan baik.
• Implikasi terhadap pemilihan metode
Pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode, misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, dan bercakap-cakap.
11/23/2010
SISTEM DAN PENDIDIKAN MENURUT IBNU SINA
Ditulis oleh: M Ihsan Dacholfany M.Ed (Mahasiswa S3, University Kebangsaan Malaysia)
I.PENDAHULUAN.
Pada zaman kebangkitan Islam dalam melengkapkan diri dengan ilmu pengetahuan rata-rata para sarjana Islam, ilmu tidak berasa cukup dengan hanya satu cabang ilmu sahaja malahan sebaliknya, mereka sedaya mungkin cuba menguasai kebanyakan bidang ilmu yang ada pada waktu itu, kecenderungan ini boleh dikatakan sebagai hasil daripada dasar dan pandangan Islam sendiri terhadap ilmu.
Sebagaimana dimaklumi, Islam mempunyai pandangan yang komprehensif terhadap hidup, hasilnya ilmu pada pandangan Islam, bersifat bersepadu, dan sebaik-baik ulama ialah orang yang dapat menguasai sebanyak mungkin cabang-cabang ilmu tersebut. Antara orang yang paling berjaya dalam menguasai cabang-cabang ilmu yang banyak ini termasuklah Ibnu Sina , beliau bukan sahaja merupakan seorang ahli perubatan kelas pertama tapi juga ahli sains dan falsafah, di samping itu Ibnu Sina juga merupakan ahli politik yang lincah dan ahli kemasyarakatan yang berkaliber. Dan dikenali di Eropah sebagai Avienna “ was greatest Muslim thinker and the last of the Muslim philoshopher in the East.
2. BIOGRAFI IBNU SINA.
Nama penuh beliau ialah Abu Ali al-Husain Ibn Abdullah Ibnu Sina, yang lahir pada tahun 980 M / 370 H di sebuah kampung bernama Afsahan, di daerah Kahrmisan Bukhara, yang merupakan seorang anak yang bertuah pada masa kecilnya kerana dapat hidup dalam sebuah keluarga yang kaya raya, di Bukharalah juga beliau menumpukan dalam bidang bahasa dan sastera dan hidupnya diabadikan dalam dunia ilmu pengetahuan.
sejak kecil mempelajari ilmu, seperti : Filsafah, geometri, ilmu hisab, feqih, logik, perubatan dll. Beliau langsung dibimbing oleh bapaknya sendiri, yang bernama Abdullah.dan lain-lain guru yang dipilih oleh keluarganya sendiri. Bapanya seorang yang ada kecenderungan Isma’iliyyah dari Mesir, juga peminat falsafah kumpulan Ikhwan al-Safa. Dari perbincangan-perbincangan akademik yang keluarga adakan saban hari Ibnu sina mula beri perhatian terhadap falsafah dan segala bidangnya. Dari mereka, ia melaporkan “ I was well as my brother, heard the account of the soul and the intellect in the special manner in which they speak about it and know it. Sometimes they used to discuss this among themselves while I was listening to them and understanding what they were saying, but my soul would not accept it, and so they began appeling to me to do it ( meant to accept the Ismaili doctrines ). Kemudian bermula dari itu, tetamu-tetamu dari Egypt aliran Ismailiyyah yang datang ke Bukhara, telah dijemput tinggal dengan keluarganya. Ibnu Sina mengambil kesempatan itu untuk mempelajari beberapa subjek penting seperti “ philosophy, logic, greek and Indian mathematics”. Tetapi tokoh yang banyak berjasa pada Ibnu Sina ialah seorang sarjana falsafah Abu ‘ abdullah al-Natali.
Selepas mencapai kedudukan yang tinggi dalam bidang sastera dan bahasa sewaktu berusia dua puluh tahu, beliau mulai berminat dengan ilmu-ilmu akal, kemudian memulakan pengajian dalam bidang tersebut dengan mempelajari logik, geometri dan buku Almagest daripada Abu Abdullah al-Natali, seorang rakan bapanya.
Dalam bidang perubatan, Ibnu Sina telah mencapai satu tahap pencapaian yang amat tinggi. Walau bagaimanapun, beliau tidak menjadikan sebagai kerjaya untuk mencari rezeki. Sebaliknya, beliau mengajar ilmu tersebut kepada para doktor bagi menambahkan lagi pengetahuan mereka dalam bidang tersebut, pada suatu waktu, apabila beliau berjaya menyembuhkan penyakit yang dihadapi oleh Putera Nuh Ibn Nas al-Samani yang gagal diubati oleh para doktor lain.
Ibnu Sina telah mendapat penghormatan yang besar daripada putera tersebut. Antara lain, beliau telah dibenarkan untuk menggunakan perpustakaan istana yang banyak mempunyai buku-buku yang sukar didapati. Melalui perpustakaan tersebut, beliau kemudiannya memperoleh ilmu yang banyak.
Kemasyhuran dan kepakaran Ibnu Sina dalam ilmu perubatan ini kemudiannya telah melayakkan beliau untuk diberi gelaran Mahaguru Pertama (al-Syaikh al-Ra’is), beliau percaya kepada ketahanan tubuh itu sendiri dalam menolak penyakit, ubat hanya boleh merangsang ketahanan itu. Dengan demikian, beliau berpendapat, tanpa ketahanan yang cukup dalam tubuh, ubat adalah tidak berfaedah.
3. KARYA PENULISAN.
Menghasilkan lebih kurang 276 tulisan dan buku, komentar, risalah dalam berbagai bidang, namun yang terkenal dengan dua buah karyanya ; “ Qanun fi’l-Tibb’ (Undang-undang dalam perubatan) dan al-Shifa’ ( sembuh daripada kesalahan)
Tidak dapat dinafikan bahawa karya Ibnu Sina yang membincangkan panjang lebar tentang falsafah pengetahuan dalam al-syifa. Buku ini dianggap buku yang terpenting dalam falsafah pengetahuan di timur dan di barat. Malah buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan tajuk Sufficientioa yang merupakan “ The Longest encyclopedia of knowlwdge. Ever written by one man ( nasr, 1969).
Ibnu Sina menggunakan dua cara dalam menulis kitab-kitabnya, ada kitab yang ditulisnya untuk orang awam atau sebahagian besar penuntut hikmat, ada kitab orang yang khusus atau untuk dirinya dan orang yang dekat kepadanya. Maknanya beliau tidaklah menyalahi falsafah mashsaiyah peripatetic) yang dikenal orang. Inilah yang klita namakan mazhab yang terkenal. Dalam kitab-kitab lain, Ibnu Sina menyatakan terus terang bahawa ia memasukkan falsafah dalam kitab sebagaimana sebenar tampa segan-segan menentang falsafah yang terkenal di kalangan orang kebanyakan. Beliau berpesan agar hikmat ini disembunyikan kepada orang ramai. Inilah yang disebut mazhab tertutup. Menyembunyikan mazhab soal biasa pada filsuf-filsuf dahulu kala ( Madkour, 1934 ). Socrotes pernah berkata : “ Hikmat adalah benda suci, tidak rosak dan kotor. Jadi tidaklah patut kita menyimpanya kecuali dalam jiwa yang hidup, kita harus membersihkannya dari pada kulit yang mati, dan menjaganya daripada hati yang membangkang” ( Ibn Abi Usaibah, 1965)
Sebelum Ibnu Sina membahagikan hikmat itu, ditentukannya tujuan, iaitu mencari hakikat sesuatu sesuai dengan kesanggupan manusia. Kemudian dibahagikan hikmat itu mengikut benda-benda yang wujud. Sesetengah benda itu wujudnya tidak bergantung pada perbuatan dan kemahuan kita. Contoh bahagian pertama adalah benda-benda di bumi, di langit, bentuk-bentuk geometri, bilangan dan zat Tuhan. Semua benda ini tertakluk wujudnya kepada perbuatan dan kemahuan kita. Tetapi susunsn politik, tingkah laku akhlak dan menciptanya. Kita juga boleh meninggalkannya, begitu juga dengan pelbagai seni dan pertukangan. Oleh itu mengetahui perkara-perkara bahagian pertama, iaitu yang tidak tertakluk wujudnya pada perbuatan dan kemahuan kita disebut Falsafah Teoritikal, manakala bahagian kedua disebut Falsafah praktikal ( Morewedge, 1973 : 145 )
Seperti juga Aristotle, falsafah teoritikal bertujuan menyempurnakan jiwa (nafs) dengan mengetahui, maknanya “ berlakunya kepercayaan yang diyakini tentang hal-hal wujud” (
Ibnu Sina, 1953), tujuaan falsafah pratikal pula bukan sekadar menyempurnakan jiwa dengan pengetahuan teapi menyesesuaikan dengan kehendak pengetahuan itu. Dalam akhlak, misalnya, tidaklah cukup kita mengetahui apakah kebaikan itu, kemudian senyap, tetapi kita harus menyesesuaikan dengan kita ketahui. Oleh itu tujuan falsafah teoritikal adalah kebenaran sedangkan tujuan falsafah pratikal adalah kebaikan.
Kata penilaian tidak pernah digunakan oleh Ibnu Sina , tetapi apakah sebenarnya penilaian itu ?. Ada dua fungsi yang menonjol dalam penilaian ini. Pertama sebagai suatu peneguhan terhadap suatu tingkah laku yang ingin dikekalkan. Misalnya kalau seorang kanak-kanak belajar bahasa, maka apabila jawapanya betul haruslah diberi ganjaran, seperti markah yang tinggi, atau boleh sekedar puji-pujian sahaja. Pokoknya kanak-kanak itu akan merasa senang setelah memberi jawapan itu dan seterusnya akan berbuat demikian pada masa akan datang dalam suasana yang sama.
Sebagai alat menapis calon-calon yang ingin mendapat tempat yang tertentu dalam peperiksaan, misalnya. Dengan kata lain penilaian digunakan sebagai alat untuk menentukan sama da tujuan pendidikan dicapai atau tidak. Klau kita gunakan ujian memendu kereta, maka kita menilai sama ada pengetahuan amnya tyentang aturan-aturan lalu lintas telah dihafaz dan segala amalan memandu kereta telah dapat dilaksanakan atau belum. Kalau ia lulus semuanya, teori dan praktik, mak ia diberi lesen memandu kereta jenis tertentu, misalnya jenis D.
Dalam karangan –karangan Ibnu Sina adakah kita menemui beliau menggunakan kata-kata atau konsep-konsep yang mengandung kedua maksud di atas itu ? jawabannya “ ya” ada, walaupun tidak persis seperti yang digambarkan itu.
Tentang penilaian sebagai peneguhan, dalam karangan-karangan yang bersangkutan dengan falsafah pratikal, beliau selalu bicara tentang kebahagian sama ada di dunia atau di akhirat, kebahgian itu berlaku pada peringkat diri ( akhlak, keluaraga, masyarakat ataupun umat manusia seluruhnya ( Ilmu Nabi ) dan juga selepas jiwa berpisah daripada badan pada hari ma’ad. Dengan kata lain ada peringkat-pringkat kebahagian itu, yang bermula pada jinjang pertama mendorong ke jinjang kedua, selanjutnya ke jinjang berikutnya dan begitulah seterusnya sehingga puncak kebahagiaan abadi yang di tujunya ( Ibnu Sina,1908 : 150 ). Sudah tentu tentu peringkat-peringkat yang di gambarkan disini merupakan peneguhan untuk mendorong seseorang pengejar kepada peringkat selanjutnya. Dalam pendidikan moden pun penilaian sebagai peneguhan berfungsi serupa itu, misalnya kelulusan pada sekolah rendah mendorong untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah menengah dan lulus di sekolah menengah mendoriong untuk melanjutkan pelajaran ke universiti dan begitulah seterusnya.
Sebagai alat untuk menyaring, penilaian juga sangat berguna. Ibnu Sina juga menggunakan kroteria ini untuk membahagikan ilmu kepada ilmu terbuka ( masyhur) untuk orang bayak, dan ilmu tertutup ( mastur) untuk orang-arang Khas, seperti sebahagian karangannya yang terakhir yang berkenaan falsafah Isragiyah ( Illumination phiosophy). Penggunaan penilaian mengikut pengertian iniu banyak didapai dalam bukunya berjudul al-siyasah terutanma berkenaan cara membimbing kanak-kanak. Tentang cara memilih pekerjaan pula Ibnu Sina berkata bahawa sekadar mengikut kemahuan si anak, tetapi haruslah sesuai dengan bakat dan tabiatnya ( Ibnu Sina, 911), kerana perbezaan manusia dalam memilih ilmu dan pekerjaan : “ ada sebab-sebab yang kabur dan faktor yang tersembunyi yang sukar difahami oleh manusia dan susah diukur dan dimengerti (Ibnu Sina, 1911 : 14 ).
Barangkali yang disebut oleh Ibnu Sina iaitu sebab-sebab yang kabur dan faktor-faktor yang tersembunyi boleh dikembalikan kepada faktor-faktor psikologi, yang sekarang terkenal dengan nama bakat-bakat (apptitude) dan kebolehan (abilities) dengan istilah yang digunakan oleh p[sikologi moden. Dari di\sini difahami bahawa Ibnu sina memberi perhatian pada faktor-faktor psikologi, seperti bakat dan kebolehan, sebagai alat yang sangat berguna.
Ibnu Sina membahagikan falsafah teoritikal kepada tiga bahagian ilmu mengikut darjat penglibatan tajuk-tajuknya dengan materi dan gerakan atau kebebasannya daripada gerakan dan materi itu. Ilmu itu adalah ;
1. Ilmu tabii, yang dipanggilnya yang paling bawah.
2. Ilmu matematik, yang dipanggilnya ilmu pertengahan.
3. Ilmu ketuhanan, yang dipanggilnya ilmu paling tinggi, iaitu mengikut darjat
kebebasan daripada materi ( Ibnu sina 1908)
Pembahagian serupa ini juga kita dapati pada Aristotle, Tetapi Ibnu Sina memperluasnya dengan menambahkan pelbagai cabang bagi setiap ilmu tersebut, selain yang kita saksikan pada Aristotle, Ibnu Sina misalnya, menambahkan ilmu-ilmu berikut kepada ilmu tabii : perubatan , astrologi, ilmu firasat, ilmu sihir ( tilsam) ilmu tafsir mimpi., ilmu kimia. Aristotle hanya membahagikan kepada materi dan bentuk, gerakan dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan dan haiwan dan jiwa. Ilmu matematik pula ditambahkannya cabang-cabang ilmu berikut : ruang, bayang begerak, memikul berat, timbangan, pandangan dan cermin, dan memindah air (Ibnu Sina, 1908 : 110-111). Terhadap ilmu ketuhanan ( ilahiyat) ditambahkannya cabang-cabang berikut : cara turunnya wahyu, jauhar rohani yang membawa wahyu, cara wahyu turun sehingga dapat didengar dan dilihat, mukjizat, khabar ghaib, ilham bagi orang-orang takwa yang menyerupai wahyu, dan keramat yang menyerupai wahyu.
Juga dibicarakan ialah roh amin dan roh quds. Roh amin termasuk dalam peringkat kedua jauhar rohani, sedangkan roh quds termasuk dalam dalam jauhar rohani peringkat pertama, yakni dari peringkat Malaikat ( Ibnu Sina, 1908 :114 ).
Falsafah pratikal juga terbahagi kepada tiga bahagian ilmu iaitu :
1. Ilmu akhlak, yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku se -
seorang manusia atau kesucian dirinya.
2. Ilmu pengurusan rumah tangga, yankni mengkaji tentang hubungan antara
lelaki dan isterinya, ank-anaknya dan pembantu-pembantunya, masalah pe-
ngaturan rezeki dan kehidupan keluarga.
3. Ilmu politik, yang mengkaji tentang hubungan-hubungan awam dalam
suatu bandar, hubungan di antara pelbagai bandar, dan hubungan pelbagai
negara, politik, kepimpinan dan masyrakat yang luhur dan hina.
Dan antara hasil penulisan beliau lagi termasuklah kumpulah risalah yang berjudul Tis Rasa’il yang mengandungi berbagai-bagai tajuk dalam berbagai-bagai bidang ilmu . Rasa’il Ibnu Sina yang mengandungi hasil sastera kreatif beliau, dan risalah-risalah lain lagi tentang berbagai-bagai bidang ilmu, termasuklah ilmu logik antara pendapat beliau termasuklah ilmu logik, sebagai pengantar bagi falsafah, hanya diperlukan oleh mereka yang tidak mempunyai kebolehan berfikir dengan betul secara semula ajdi, sebaliknya bagi orang-orang yang memiliki kemampuan semula jadi tersebut, ilmu logik tidak diperlukan. Bandingannya ialah seperti ilmu tatabahasa yang tidak diperlukan oleh individu yang secara semula jadi, bijak berbahasa.
Berkenaan matematika, Ibnu Sina berpendapat, ilmu tersebut boleh digunakan untuk mengenal Tuhan, Demikian juga ahli-ahli falsafah Yunani, beliau mempercayai bahawa setiap tubuh terdiri daripada empat unsur iaitu : tanah, air, api dan angin, walau bagaimanapun, beliau berpendapat campuran unsur-unsur ini yang berupa lembab, panas, sejuk, sentiasa bergantung pada unsur yang lain dalam alam nyata.
4. SISTEM DAN FALSAFAH PENDIDIKAN.
Sebelum kita berbincang tentang sistem dan falsafah pendidikan, Ibnu Sina menerangkan tujuan dari pendidikan yang memiliki tiga fungsi yang kesemuanya bersifat normatif. Pertama, tujuan itu menentukan haluan bagi proses pendidikan. Kedua, tujuan itu bukan hanya menentukan haluan yang dituju tetapi juga sekaligus memberinya rangsangan. Tujuannya adalah nilai, dan jika dipandang bernilai, dan jika diingini, tentulah akan mendorong pelajar mengeluarkan tenaga yang diperlukan untuk mencapainya. Dan akhir sekali, tujuan itu mempunyai fungsi untuk menjadi kriteria dalam meniulai proses pendidikan., tujuan sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan dapat dilihat dalam tiga perangkat, iaitu tujuan khas ( obyectives), tujuan am (goals) dan tujuan akhir (aims). Apabila digunakan dalam kurikulum maka tiga peringkat tujuan ini masing-masing membincangkan aspek tertentu tujuan itu, misalnya tujuan pelajaran kimia sebagai berikut :
-1- Murid-murid akan menguasai pribsip-prisip ilmu kimia ( tujuan khas)
-2- Murid-murid akan sanggup berfikir secara kritis ( tujuan am )
-3- Murid-murid akan mencapai perwujudan kendiri ( tujuan akhir )
Kalau dilanjutkan lagi, maka akan berkaitan dengan tujuan hidup manusia yang kerapkali lebih tepat disebut sebagai tujuan terakhir ( Ultimate aims)
Dalam sistem dan falsafah pendidikan Ibnu Sina terdapat berapa bahagian yang sangat penting
4.1.Yang utama sekali.
Ibnu Sina meletak tanggung jawab besar di bahu ibubapa untuk menyempurnakan anak-anak, sebagai contoh : unsur pemilihan nama bagi anak-anak kerena ada faedah dan inplikasi tertentu tehadap pemilihan nama ini.
4.2. Pendidikan Akhlak.
Bilalah proses pendidikan bermula ? Ibnu Sina menegaskan Pendidikan selepas sahaja kanak kanak itu tamat penyusuannya ( al-rodo’at), dan tahap awal ini pendidiakan bermula dengan akhlak. Ibnu Sina menggunakan istilah Ta’dib bagi menjelaskan kepentingan pendidikan akhlak yang bersifat definsif iaitu sebelum kanak-kanak ini berhadapan dengan tingkahlaku yang tidak baik dan kecenderungan yang buruk ( al-akhlak al-laimah ). Ini sesudah tentu dalam kontek pergaulan dengan rakan sebaya dan lain-lain. Alasan Ibnu Sina dalam kontek ini ialah biasanya kanak-kanak itu cepat boleh terpengaruh dengan bentuk-bentuk akhlak yang buruk atau tabiat yang tidak baik. Mereka juga katanya belum tahu tentang nilai dan perbezaan baik-buruk dan belum tahu untuk mengelak darinya. Justeru itu adalah lebih berfaedah kepada mereka sendiri supaya senantiasa berjauhan dari bentuk-bentuk berkenaan. Inilah pendekatan definsif yang ditekankan oleh Ibnu Sina pada tahap awal ini.
Dalam akhlak, Ibnu Sina berpendapat bahawa sesipa yang akan membimbing orang lain, haruslah terlebih dahulu dapat membimbing dirinya sendiri, kerana dirinya itulah yang terdekat kepadanya, paling mulia dan paling perlu mendapat perhatian. Malah mengendalikan diri itu lebih susah dari mana-mana bimbingan. Sehingga sesiapa yang sanggup mengendalikan dirinya dengan sebaik-baiknya, tidak akan susah mengatur suatu bandar, malah suatu negara ( al-Ardh, 1976 : 337 ). Keluhuran ( fadhilah) dan keburukan (razila ),itu banyak, tetapi itu dapat di bahagikan, mengikut kekuatan jiwa yang tiga, iaitu syahwat, ghadhab ( marah ) dan akal. Itulah tiga kehinaan ( razilah) . Tetapi di atas tiga macam keluruhan ini, terdapat keluruhan yang disebut keadilan, iaitu yang menghimpunkan segala macam keluruhan itu, ketika melengkapkan setiap kumpulan itu dengan cabang-cabngnya sebagai unsur yang membentuknya (Ibnu Sina, 1908 : 152). Misalnya suci diri (iffah), pemurah (Sakha’)danberpuas diri ( qana’ah), yang termasuk dalam keluruhan syahwat. Manakala keluruhan ghadab adalah keberanian (syaja’ah), kesabaran (sabr), penyayang (hilm) dan lapang dada ( rahh al baa). Keluruhan akal ( al-Quwah al- Natiqah ) adalah bijaksana ( hikmat ) bay an, cerdik ( fathonah ), keaslian (asalah al ray ) , tegas ( hazm ), kebenaran (sidq), setia (wafa), pengasih (rahmah), malu (haya), keras kemahuan (izamul himmah), memilhara janji (husnul asd walmu hafazah) dan merendah diri (tawadu’). Dan induk segala keluruhan ini adalah keadilan adalah ) yang mengikut Ibnu Sina adalah kesimbangan semua keluruhan itu sehingga yang satu tidak melebihi orang lain. Oleh itu keadilan sebenarnya tidak lain daripada jiwa yang mengetengahkan pelbagai akhlak yang bertentangan, syahwat yang berlebihan dan berkurangan, ghadab dan tiada ghadab sama sekali, dan menjurus hidup dan tidak mengurus sama sekali ( Ibnu Sina, 1908 : 149 ). Manakala kebaikan daripada semua itu disebut kehinaan (razilah ) dan benruknya bermacam-macam seperti busuk hati, rendah cita-cita, tidak menepati janji, kasar cakap, menipu dan takabur.( Ibnu Sina,1908 : 145 )
Bagaimana kita untuk mencapai ta’dib yang berkesan ? Ibnu Sina menerangkan beberapa pendekatan pratikal untuk digunakan . Antaranya ialah dengan menjadikan mereka merasa takut sambil menggalakkan anak itu belajar, memberi semangat, marah, dipuji pada hal-hal yang sesuai. Jika perlu kekerasan . Tujuan pukulan hanyalah untuk merasakan sedikit kesakitan kepada mereka justeru untuk memberikan pengajaran.
4.3. Pengajian Agama dan Kesusteraan.
Apabila kanak-kanak membesar, supaya boleh bercakap dan mendengar dengan baik, maka ia perlu belajar dan menghapal Al-Qur’an, mempelajari huruf alphabet dan agama, puisi, qosidah. Disini ia mesti mula dengan puisi kerana ia lebih senang untuk diingati justeru ia ringkas dan mudah bentuknya. Tujuan pengajian ini ditahap ini Ibnu Sina ialah kerana ingin untuk mendapatkan kebaikan adab (fadlul adab), menyintai ilmu pengetahuan dan elak kebodohan. Isi puisi itu pula hendaklah ada gesaan supaya menghormati ibubapa (Bir al Walidain) mengamalkan tingkah laku yang mulia ( Istina’ al- Ma’ruf) dan memuliakan tetamu ( qira al-daif ) dan lain-lain ciri akhlak mulia (makarim al-akhlak)
Disini Ibnu Sina juga tidak lupa menerangkan kuliti seorang guru yang baik: guru yang bijak dan beragama, sentiasa praktis akhlak yang baik dan ada minat untuk menolong kanak atau pelajar, bersih, amanah, mudah mestra, mempunyai adab, makan-minum, berbicara dan bersosial.
4.4. Pengajian Lanjutan.
Setelah mempelajari Al-Qur’an dan agama serta mengingati asas-asas bahasa, pemerhatian perlu dibuat terhadapnya tentang kursus-kursus yang sesuai dengannya serta masa depannya dan pekerjaannya di hari muka. Minat juga perlu diperhatikan. Jika minat kepada tulisan ( al-kitabah ), ia perlu belajar bahasa, penulisan dan retorika. Ia juga perlu mempelajari mate-matika (al-hisab) dan pengumpulan puisi-puisi. Jika ia minat lain-lain subyek. Ibnu Sina menggesa supaya hal ini diambil kira. Penyesuaian perlu kepada pelajar. Pelajaran kesusasteraan ini pun bukanlah sesuatu yang mudah dan bukan semua boleh belajarnya. Ibnu Sina membayangkan bahawa setiap tahun didapati ada kelebihannya.
4.5. Pengajian Tinggi.
Selanjutnya, Ibnu Sina menerangkan tahap yang lebih tinggi, pelajar boleh ilmu mate-matika (al-hisab), dan lain boleh Kejuruteraan sementara yang lain lagi boleh belajar perubatan (al-tibb) beginilah yang terjadi tiap-tiap tahap hingga sempurna. Subyek-subyek ini menurut Ibnu Sina adalah punca dari skima pendidikannya yang telah dimulakan sejak selepas tamat penyusuan tadi. Setiap tahap umur disesuaikan dengan pelajaran dan ilmu pengetahuan.
Apa yang beliau sarankan itu lebih bersifat rasional, dengan erti untuk semkua lapisan rakyat. Namun katanya ada juga orang-orang yang terpelajar tidak menuruti skima itu. Mereka memilih jalan sendiri dengan melakukan pengorbanan sendiri. Kumpulan ini menurutnya pada akhirnya tidak mampu untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Guru-guru adalah agen penting kemajuan para pelajar, dalam hal ini, guru-guru perlu perhatian tabiat, minat serta kecerdikan pelajar dan sesuikan ilmu yang dipelajari dengan pekerjaan. Ini boleh membantu pelajar menentukan masa depannya, kemudia bolehlah ia betulkan niat dan keazaman kepada alam pekerjaan. Semua usaha-usaha ini boleh membentuk kehidupannya yang berbeza dari sebelumnya, setelah belajar kemudian mendapatkan kerja dan mahir, lalu anak / pelajar perlu menikmati upah atau gaji dan dari itu ia boleh membina kehidupan dan keluarga serta tidak bergantung dan terpisah dari orang-tuanya.
# Ulasan yang dapat pahami tentang skima dan falsafah Ibnu Sina : bahawa pendidikan adalah tanggung jawab nasional, pihak berkuasa perlu membentuk undang-undang supaya ibubapa memberi perhatian yang sebaik-baiknya kepada kanak-kanak, kank-kanak perempuan dan laki-laki mestilah dijuruskan dalam pelajaran yang sesuai dengan jantina mereka . ini dijelaskan oleh Ibnu sina dalam kitab Al –Shifa , namun da;lam sistem pendidikan yang diajukan Ibnu sina ini tidaklah detil kalau dibandingkan dengan Plato dan Aristotle dalam tradisi Greek.
Apakah obyektif pendidikan menurut Ibnu Sina ? berpadukan kepada huraian diatas, kita dapat kenal pasti obyektif yang mahu didapatkan seperti ringkasan iaitu :
1.Pendidikan Akhlak.
2.Pendidikan Agama.
3.Penekanan terhadap kecintaan terhadap ilmu dan hikmah.
4.Pendidikan dan perkembangan Intelek.
Obyektif akhir di atas sesuai dinisbahkan sebagai pelajaran di tahap ijazah pertama yang dapat membawa pelajar ke alam pekerjaan. Dan usia mereka ditahap ini menurut Ibnu Sina ialah lapan belas tahun. Sepanjang skima ini didapati Ibnu Sina telah mengenepikan pendidikan jasmani. Kecendrungan ini memperlihatkan sikap Ibnu Sina yang mementingkan akhlak dan pembangunan intelek, bukan fizikal. Pilihan yang akhir ini hanya sesuai untuk kumpulan “gurdian”. Ibnu Sina mahukan kesempurnaan dalam kehidupan yang boleh membawa manusia kepada kebahagian (al-sa’adah). Untuk tujuan ini penyucian jiwa melalui pembinaan akhlak dan intelek yang baik sangat diperlukan sebab itulah Ibnu sina memberi fokus kepada akhlak dan intelek. Dari tahap awal lagi Ibnu Sina telah memberi tumpuan khusus kepada akhjlak dimana ibubapa dan keluarga adalah gurtu serta sekolah yang pertama. Ini juga memberi makna bahawa para ibubapa bertanggungjawab membuktikan amalan nilai-nilai akhlak yang mulia, anak-anak dapat meniru terus-menerus bentuk-bentuk akhlak tersebut. Kemudian dituruti oleh pengajian al-Qur’an dan agama serta kecintaan terhadap ilmu yang diwakilkan oleh bidang kesusasteraan. Akhlak, al-Qur’an, agama serta cinta ilmu menduduki peringkat atas dalam pembentukan insan yang baik. Sesungguhnya bidang-bidang ini tidak boleh dipisahkan. Dalam hal ini Dr.Yusof Qardhawi memetik Mahatma Gandhi sebgai berkata :
Sesungguhnya agama dan budi pekerti keduanya bersatu, tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Keduanya tidak boleh bercerai dan tidak dapat dibahagi-bahagikan. Agama menjadi jiwa bagi budi pekerti dan budi pekerti menjadi udara bagi jiwa. Dengan perkataan lain, agama memberi makanan kepada budi pekerti, menumbuhkan dan menyuburkannya, sebagaimana air memberi makan kepada tanam-tanaman menumbuhkan dan menyuburkannya.
Ibnu Sina kelihatan mahu menjelaskan bahawa pembentukan “Kekuatan dalam diri atau daya tahan” perlu dimulakan sejak awal lagi sebelum “ rebung bertukar menjadi buluh”. Unsur defensif ini akan bertindak menjaga dan mengawal individu pabila berhadapan dengan dengan anika pengaruh. Selain faedah dari segi akhlak, skima ini juga telah meletakan bahawa batu asas ilmu pengetahuan dan pendidikan itu boleh mempelajari matematik, kejuruteraan, perubatan dan sebaginya.
5. INSTITUSI KELUARGA.
Dari segi penulisan kitab as-siyasah bukanlah sebuah hasil karya falsafah yang benar dan berpengaruh seperti al-syifa’ al-Isharat wa al-tanbihat dan lain-lain. Kitab ini karangan Ibnu Sina, yang mengemukakan suatu analisa umum tentang teori-teori yang menyangkut pengurusan rumah tangga, dalam huraian tersebut Ibnu Sina menekankan fungsi “Master” atau tuan rumah yakni suami yang memiliki tanggung jawab menyeluruh dan wanita sebagai istri adalah “rakan kongsi hidup sejati” bagi suami.Dan istri menghadapi peranan yang bertambah apabila suami bertugas di luar ialah menjaga dan mengurus harta dan rumah tangga serta menyempurnakan pendidikan anak-anak.serta mengatur pendapatan keluarga, cara membelanjakannya.
Ahli-ahli filsafat Islam seperti al-farabi dan Ibnu Sina memandang sangat penting institusi keluarga. Kepada mereka perkahwinan itu sendiri adalah tiang atau ‘platform’ yang utuh kearah pembentukan masyarakatdan bandar. Justeru itu Ibnu Sina dalam bahagian akhir kitabnya “al-Syifa menekannkan betapa perlunya pentadbir negara menerangkan undang-undang perkahwinan. Perkahwinan boleh membawa kepada penerusan generasi, justeru itu ia perlu diurus di bawah penentuan undang-undang negara. Untuk mengelak lahirnya gejala-gejala yang kurang sihat dalam masyarakat, maka Ibnu Sina merakamkan bahawa semua upacara dalam perkahwinan itu mestilah mengikut norma-norma agama. Kaum wanita mestilah dijaga dan diawasi, baik pakaiannya atau pun keselamatannya. Disini juga ada dijelaskan bahawa ibubapa mestilah memberikan pendidikan yang sempurna kepada anak-anak. Anak-anak perempuan hendaklah dijuruskan dalam bidang-bidang yang sesuai dengan”nature” mereka ( fi ma yakhussuha ) sementara lelaki dibidang-bidang untuk mencari nafkah hidup (ai-nafaqa) .
Menurut Ibnu Sina dalam pelaksanaan pendidikan disini tidak terhad kepada perancancangan (planing) dan pelaksanaan (Implementation), tetapi juga lebih luas daripada itu. Perlaksaan berkait rapat dan takrif ilmu , yang pembahagiannya kepada ilmu teoritikal dan ilmu pratikal, takrif ilmu pratikal menurut Ibnu sina adalah pengetahuan terhadap perkara-perkara yang wujudnya bergantung pada perbuatan dan kemahuan kita, seperti akhlak, politik, keluarga, syariat. Tujuan ilmu ini adalah kebaikan, sedangkan tujuan ilmu teorikal adalah kebenaran. Oleh itu ilmu yang dikaitkan dengan amalan dan kemahuan kita disebut ilmu pratikal , dan itulah yang kita maksudkan dengan pelaksanaan, seperti yang kita lihat, pelaksanaan memang melibatkan perancangan, pentadbiran, pengajaran, kaedah dan aspek-aspek lain yang boleh disebut sebagai pelaksaan itu. Falsafah pratikal ini menurut Ibnu Sina, terbhagi empat bahagian ilmu iaitu : akhlak, pengurusan bandar, pengurusan keluarga dan ilmu Nabi.
Ada buku khas tentang akhlak yang berjudul al-akhlaq ( Al-Ardh 1967 : 337 ). Pengurusan Bandar (politik) dan pengurusan rumah tangga dihuraikan dalam buku berjudul al-siyasah ( Ibnu Sina, 1911 :303) yang terkenal itu. Manakala ilmu Nabi dihuraikan dalam buku berjudul itbbat al-Nubuwah ( Ibnu Sina, 1968 ) dan telah dicetak dalam sembilan surat ( Its’ rasai l) ( Ibnu Sina, 1908 : 394) dan juga dalam kitab al-najat ( The Book of Deliverance) yang sebenarnya merupakan ringkasan dari pada kitab berjudul al-Syifa. (Ibnu sina,1938 )
Setelah kita berbincang panjang lebar tentang Ibnu Sina, timbulah pertanyaan berikut : di manakah letaknya Ibnu Sina di antara filsuf-filsuf pengetahuan ( philosophers of epitemology ) seperti yang dikenal oleh pakar pendidikan belakangan ini. Pakar-pakar pendidikan, terutama pakar-pakar kurikulum, biasanya menjeniskan falsafah pengetahuan ( epistemology) ini kepada tiga kategori besar mengikut punca pengetahuan.
Ilmu
Tidak kekal Kekal abadi ( hikmat )
Sebagai Tujuan Sebagai alt : Logik
Teoritikal Pratikal
• Ilmu Tabii *Ilmu akhlak
• Ilmu Matematik *Ilmu Pengurusan Rumah
• Ilmu Metafizik ( ketuhanan) *Ilmu Pengurusan Bandar
• Ilmu Kully ( Universal ) *Ilmu Nabi ( Syariat)
Rajah : 3 1 Klasifikasi Ilmu menurut Ibnu Sina
Sumber Al-Ardh ( 1967 )
I. Falsafah-falsafah di balik alam ( other-worldly philosophies ) yang terbahagi
Kepada dua golongan besar iaitu falsafah yang berasal daripada agama dan falsafah yang berasal dari Athena kuno. Kedua-duanya mempengaruhi pendidikan barat.
2. Falsafah-falsafah berpusatkan bumi (Earth-centered philosophies) yang juga terbahagi kepada dua golongan besar, iaitu falsafah-falsafah yang beranggapan bahawa alam jagat ini diam tidak bergerak ( static universe) dan falsafah yang berpendapat bahawa alam jagat ini selalu bergerak dan tidak tetap. Falsafah-falsafah alam jagat ini selalu bergerak dan tidak tetap. Falsafah-falsafah berpusatkan bumi ini walaupun sudah agak tua, iaitu semenjak zaman Aristotle tetapi dalam zaman pertengahan di Eropah, falsafah-falsafah tidak mendapat tempat malah banyak mendapat pengaruh di dunia Islam seperti kita lihat pada Ibnu Sina. , pada zaman pembaharuan di eropah barulah falsafah-falsafah ini mendapat pengaruh dan mendorong kebangkitan sains dan membawa revolusi saintifik.
5. Falsafah-falsafah berpusatjkan manusia ( mancenterd philosophies) yang baru saja muncul, iaitu pada hujung abad ke –19 bermula dengan mazhab pragmatisme oleh dua orang filsuf Amerika, iaitu Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James (1842-1910). Sumber lain adalah mazhab existensialisme yang dipelopori oleh filsuf Denmark Soren Kirkgard (1813-1855). Paragmatisme dan Existennsialime banyak mempengaruhi pendidikan di barat sejak kebelakangan ini.
Sekali imbas Ibnu Sina adalah filsuf berpusatkan bumi kerana beliau pengikut aristotle, tetapi apabila dikaji dengan lebih mendalam, Ibnu Sina bukan hanya mengikut kepada Aristotle, tetapi menambahkan pelbagai cabang ilmu pengetahuan kepada tiga bahagian ilmu dalam falsafah teoritikal, dan falsafah pratikal, malah dalam falsafah teoritikal itu diciptakannya suatu bahagian barru sehingga menjadi empat, iaitu ilmu Kulli, begitu juga falsafah pratikal diberinya satu bahagian baru, iaitu ilmu Nabi, disebut juga namus atau syariah. Tambahan-tambahan itu berdasar pada pengalamannya sendiri, kerana Beliau sangat sedar akan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan alam semesta dan selalu berusaha membuktikan bahawa yang dicipta ini bergantung kepada pencipta, oleh itu Beliau tetap setia kepada prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam (Nasr, 1969 : 311).
Tentang ilmu Nabi, Ibnu Sina menyatakan bahawa setiap masyarakat memerlukan peraturan dan keadilan. Peraturan itu adalah sejuml;ah cara yang harus diikutui dalam muamalat, manakala keadilan menyeimbangkan di antara cara itu sehingga yang satu tidak melebihi yangb lain. Ini bermakna bahawa harus ada seseorang yang membuat aturan dan menjalankannya dan harus ada pencipta keadilan yang menciptakan keadilanitu, malah haruslah orang yang semacam ini sanggup memerintah manusia dan mewajibkjan mereka mengikuti undang-0undang yang dibawanya. Di samping itu ia haruslah seorang seperti manusia seperti mereka. Malah orang seperti ini sanggup memerintah dan mewajibkanmereka mengikuti undang-undang yang dibawanya, selain dakwah yang bertujuan memberi petunjuk dan kefahaman, haruslah ia membuat dakwah yang bertujuan mengajar manusia mendirikan amal ibadat, seperti sembahyang, puasa, jihad, haji dan sebagainya.
Dalam usahanya mengajar manusia mengerjakan ibadat ini, haruslah Nabi mengingatkan mereka bahawa amalan-amalan seperti ini akan
mendekatkan merekan dengan Allah dan membawa kebaikan dan keuntungan bagi mereka ( Ibnu Sina, 1938 : 306 )
Dengan demikian Ibnu Sina sekaligus adalah Filsuf di sebalik alam dan filsuf berpusatkan bumi, atau boleh orang berkata Ibnu Sina adalah pengikut Aristotle dan neo-palatonism sekaligus, atau beliu berusaha mendamaikan pendapat kedua-dua orang filsuf Yunani itu, Plato dan muridnya Aristotle, itu satu pendapat lain adalah Aristotle dan Plato yang tidak bertentangan dengan Islam, sehingga muncullah mazhab Ibnu Sina yang berdiri sendiri, yang tidak dapat dikatakan Aristotle atau Platonisme, tetapi lebih tepat disebut’ Ibn Sinaisme’.
Daripada segi lain pula, tulisan-tulisanya mengenai akhlak dan politik (siasah) memberi kesan seakan-akan , Beliau seorang filsuf berpusatkan manusia ( man- centered philosopher). Seperti kita lihat di pengurusan bandar dan pengurusan keluarga. Mengenai akhlak ini dikaitkannya dengan jiwa ( nafs ) dalam konteks dirinya sendiri dan jiwa dalam konteksorang lain. Jiwa dalam konteks orang lain adalah sivik, semuanya berkaitan manusia, baik sebagai perseorangan mahupun sebagai masyarakat. Tetapi semua ini tidak lepas daripada hubungan syariat, salah satu cabang ilmu pratikal yang hanya ada pada Ibnu sina dan tidak ada pada Aristotle. Ini yang mengaitkannya dengan sistem falsafah di sebalik alam (earth-woridly philosophy) dan juga falsafah berpusatkan bumi ( earth-centered philosophy) kerana syariat pun mengatur hubungan manusia dengan persikitarannya.
6. KESIMPULAN.
Tulisan ini telah berusaha meninjau karya-karya Ibnu Sina dari sistem pendidikan dan filsafat, yang difahami kepada dua kategori besar : Falsafah pratikal dan teoritikal, karyanya dalam falsafah teoritikal menempatkan beliau sebgai filsuf Pendidikan yang tidak ada taranya dalam sejarah pendidikan.
Dan tepat jika idea-idea Ibnu Sina dalam pendidikan dfijeniskan kategori-kategori beikut :
1. Tujuan-tujuan (aims) dalam pendidikan .
2. Pengetahuan ( knowledge) dalam pendidikan.
3. Perlaksanaan ( practice ) termasuklah disini kaedah ( methology ), institusi, pembiayaan dan hubungan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan politik, ekonomi dan lain-lain.
4. Penilaian iaitu kriteria yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan-tujuan pendidikan.
Ada empat kawasan utama dalam pendidikan menurut Ibnu Sina yang
mempunyai pengaruh besar ialah :
1.falsafah pendidioan yang berkaitan dengan tujuan dan matlamat
pendidikan.
2.teori-teori pengetahuan (epistemology)
3.pelaksanaan yang mengandungi perkaedahan, institusi, pentadbiran dan
lain-lain
4.Penilaian.
Juga asas dan tujuan utama pendidikan menurut Ibnu Sina ialah memanusiakan manusia maksudnya manusia sentiasa ada potensi untuk membuat kemajuan bagi diri sendiri baik kalau dihalusi kepasa aspek-aspek yang lebih detil, obyektif pendidikan bermatlamatkan untuk mencapai dan memajukan pelbagai aktifiti, sekoah ataui universiti kita: Persepsi, memori, imaginasi, rasional kemahuan atau rohani, intelektual, walaupun Ibnu Sina kurang memberikan tumpuan dalam kemajuan jasmani justeru perhatiannya lebih dalam perbagai rasional, memori, kemahiran, intelektual, persepsi, rohani dan lain imaginasi. Setengah -setengah tulisan zaman moden tentang pendidikan seperti John P.Wynne dalam bukunya Theories of Education menerangkan bahawa kemajuan-kemajuan fizikal boleh menjadi penghalang kepada pembangunan mental ; sama seperti penekanan Ibnu Sina diatas :
“Pysical development is typically neglected andphysical
Activityi is considerd an obstacle to mental development either to be eliminated insofar as possible, or to be tolerated as a necessary relief rather then encouraged for its own sake”.
Mungkin hal ini ada kebenarannya. Oleh itu unsur “ pysical development” ini boleh dicapai dengan hanya berasaskan kepada kegiatan-kegiatan seperti sukan dan riadah sahaja, bukan disusun bersama dalam suatu sistem pendidikan yang ‘standard’.
Dan konsep penilaian yang digunakan adalah luas dan menyeluruh, menyangkut dunia dan akhirat, kerana kriteria yang digunakan adalah kebahagian sebagai peneguhan dan kebahagiaan hanya bernakna kalau dikaitkan dengan kebahagiaan akhirat sebagai tujuan akhir.
Rujukan
1. Ali Mahdi Khan, the Elements of Islamic philosophy, Lahore : S.H. Muhammad Ashraf, 1973, p.61., lihat juga L.E. Goodman Avicenna, Routledge, London and New York, “ Preface”.
2. Amir A. Rahman, Pengantar Tamadun Islam, Kuala Lumpur, 1990.
3. Erwin I.J. Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam : An Introductory Outline, Cambridge h.p., 1968, 142.
4.
5. Ali Mahdi Khan, The Elements of Islamic Philososphy, 61.
6. Hasan langgulung, Pendidikan Islam dan peralihan paradigma, Kualu lumpur,
1995.
7. Mahmood Zuhdi AB. Majid, Sarjana-sarjana kesarjanaan sains Islam,
Kula lumpur ,2000.48-51
8. William E.Gohlman, The Life of Ibnu Sina, 19.
I.PENDAHULUAN.
Pada zaman kebangkitan Islam dalam melengkapkan diri dengan ilmu pengetahuan rata-rata para sarjana Islam, ilmu tidak berasa cukup dengan hanya satu cabang ilmu sahaja malahan sebaliknya, mereka sedaya mungkin cuba menguasai kebanyakan bidang ilmu yang ada pada waktu itu, kecenderungan ini boleh dikatakan sebagai hasil daripada dasar dan pandangan Islam sendiri terhadap ilmu.
Sebagaimana dimaklumi, Islam mempunyai pandangan yang komprehensif terhadap hidup, hasilnya ilmu pada pandangan Islam, bersifat bersepadu, dan sebaik-baik ulama ialah orang yang dapat menguasai sebanyak mungkin cabang-cabang ilmu tersebut. Antara orang yang paling berjaya dalam menguasai cabang-cabang ilmu yang banyak ini termasuklah Ibnu Sina , beliau bukan sahaja merupakan seorang ahli perubatan kelas pertama tapi juga ahli sains dan falsafah, di samping itu Ibnu Sina juga merupakan ahli politik yang lincah dan ahli kemasyarakatan yang berkaliber. Dan dikenali di Eropah sebagai Avienna “ was greatest Muslim thinker and the last of the Muslim philoshopher in the East.
2. BIOGRAFI IBNU SINA.
Nama penuh beliau ialah Abu Ali al-Husain Ibn Abdullah Ibnu Sina, yang lahir pada tahun 980 M / 370 H di sebuah kampung bernama Afsahan, di daerah Kahrmisan Bukhara, yang merupakan seorang anak yang bertuah pada masa kecilnya kerana dapat hidup dalam sebuah keluarga yang kaya raya, di Bukharalah juga beliau menumpukan dalam bidang bahasa dan sastera dan hidupnya diabadikan dalam dunia ilmu pengetahuan.
sejak kecil mempelajari ilmu, seperti : Filsafah, geometri, ilmu hisab, feqih, logik, perubatan dll. Beliau langsung dibimbing oleh bapaknya sendiri, yang bernama Abdullah.dan lain-lain guru yang dipilih oleh keluarganya sendiri. Bapanya seorang yang ada kecenderungan Isma’iliyyah dari Mesir, juga peminat falsafah kumpulan Ikhwan al-Safa. Dari perbincangan-perbincangan akademik yang keluarga adakan saban hari Ibnu sina mula beri perhatian terhadap falsafah dan segala bidangnya. Dari mereka, ia melaporkan “ I was well as my brother, heard the account of the soul and the intellect in the special manner in which they speak about it and know it. Sometimes they used to discuss this among themselves while I was listening to them and understanding what they were saying, but my soul would not accept it, and so they began appeling to me to do it ( meant to accept the Ismaili doctrines ). Kemudian bermula dari itu, tetamu-tetamu dari Egypt aliran Ismailiyyah yang datang ke Bukhara, telah dijemput tinggal dengan keluarganya. Ibnu Sina mengambil kesempatan itu untuk mempelajari beberapa subjek penting seperti “ philosophy, logic, greek and Indian mathematics”. Tetapi tokoh yang banyak berjasa pada Ibnu Sina ialah seorang sarjana falsafah Abu ‘ abdullah al-Natali.
Selepas mencapai kedudukan yang tinggi dalam bidang sastera dan bahasa sewaktu berusia dua puluh tahu, beliau mulai berminat dengan ilmu-ilmu akal, kemudian memulakan pengajian dalam bidang tersebut dengan mempelajari logik, geometri dan buku Almagest daripada Abu Abdullah al-Natali, seorang rakan bapanya.
Dalam bidang perubatan, Ibnu Sina telah mencapai satu tahap pencapaian yang amat tinggi. Walau bagaimanapun, beliau tidak menjadikan sebagai kerjaya untuk mencari rezeki. Sebaliknya, beliau mengajar ilmu tersebut kepada para doktor bagi menambahkan lagi pengetahuan mereka dalam bidang tersebut, pada suatu waktu, apabila beliau berjaya menyembuhkan penyakit yang dihadapi oleh Putera Nuh Ibn Nas al-Samani yang gagal diubati oleh para doktor lain.
Ibnu Sina telah mendapat penghormatan yang besar daripada putera tersebut. Antara lain, beliau telah dibenarkan untuk menggunakan perpustakaan istana yang banyak mempunyai buku-buku yang sukar didapati. Melalui perpustakaan tersebut, beliau kemudiannya memperoleh ilmu yang banyak.
Kemasyhuran dan kepakaran Ibnu Sina dalam ilmu perubatan ini kemudiannya telah melayakkan beliau untuk diberi gelaran Mahaguru Pertama (al-Syaikh al-Ra’is), beliau percaya kepada ketahanan tubuh itu sendiri dalam menolak penyakit, ubat hanya boleh merangsang ketahanan itu. Dengan demikian, beliau berpendapat, tanpa ketahanan yang cukup dalam tubuh, ubat adalah tidak berfaedah.
3. KARYA PENULISAN.
Menghasilkan lebih kurang 276 tulisan dan buku, komentar, risalah dalam berbagai bidang, namun yang terkenal dengan dua buah karyanya ; “ Qanun fi’l-Tibb’ (Undang-undang dalam perubatan) dan al-Shifa’ ( sembuh daripada kesalahan)
Tidak dapat dinafikan bahawa karya Ibnu Sina yang membincangkan panjang lebar tentang falsafah pengetahuan dalam al-syifa. Buku ini dianggap buku yang terpenting dalam falsafah pengetahuan di timur dan di barat. Malah buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan tajuk Sufficientioa yang merupakan “ The Longest encyclopedia of knowlwdge. Ever written by one man ( nasr, 1969).
Ibnu Sina menggunakan dua cara dalam menulis kitab-kitabnya, ada kitab yang ditulisnya untuk orang awam atau sebahagian besar penuntut hikmat, ada kitab orang yang khusus atau untuk dirinya dan orang yang dekat kepadanya. Maknanya beliau tidaklah menyalahi falsafah mashsaiyah peripatetic) yang dikenal orang. Inilah yang klita namakan mazhab yang terkenal. Dalam kitab-kitab lain, Ibnu Sina menyatakan terus terang bahawa ia memasukkan falsafah dalam kitab sebagaimana sebenar tampa segan-segan menentang falsafah yang terkenal di kalangan orang kebanyakan. Beliau berpesan agar hikmat ini disembunyikan kepada orang ramai. Inilah yang disebut mazhab tertutup. Menyembunyikan mazhab soal biasa pada filsuf-filsuf dahulu kala ( Madkour, 1934 ). Socrotes pernah berkata : “ Hikmat adalah benda suci, tidak rosak dan kotor. Jadi tidaklah patut kita menyimpanya kecuali dalam jiwa yang hidup, kita harus membersihkannya dari pada kulit yang mati, dan menjaganya daripada hati yang membangkang” ( Ibn Abi Usaibah, 1965)
Sebelum Ibnu Sina membahagikan hikmat itu, ditentukannya tujuan, iaitu mencari hakikat sesuatu sesuai dengan kesanggupan manusia. Kemudian dibahagikan hikmat itu mengikut benda-benda yang wujud. Sesetengah benda itu wujudnya tidak bergantung pada perbuatan dan kemahuan kita. Contoh bahagian pertama adalah benda-benda di bumi, di langit, bentuk-bentuk geometri, bilangan dan zat Tuhan. Semua benda ini tertakluk wujudnya kepada perbuatan dan kemahuan kita. Tetapi susunsn politik, tingkah laku akhlak dan menciptanya. Kita juga boleh meninggalkannya, begitu juga dengan pelbagai seni dan pertukangan. Oleh itu mengetahui perkara-perkara bahagian pertama, iaitu yang tidak tertakluk wujudnya pada perbuatan dan kemahuan kita disebut Falsafah Teoritikal, manakala bahagian kedua disebut Falsafah praktikal ( Morewedge, 1973 : 145 )
Seperti juga Aristotle, falsafah teoritikal bertujuan menyempurnakan jiwa (nafs) dengan mengetahui, maknanya “ berlakunya kepercayaan yang diyakini tentang hal-hal wujud” (
Ibnu Sina, 1953), tujuaan falsafah pratikal pula bukan sekadar menyempurnakan jiwa dengan pengetahuan teapi menyesesuaikan dengan kehendak pengetahuan itu. Dalam akhlak, misalnya, tidaklah cukup kita mengetahui apakah kebaikan itu, kemudian senyap, tetapi kita harus menyesesuaikan dengan kita ketahui. Oleh itu tujuan falsafah teoritikal adalah kebenaran sedangkan tujuan falsafah pratikal adalah kebaikan.
Kata penilaian tidak pernah digunakan oleh Ibnu Sina , tetapi apakah sebenarnya penilaian itu ?. Ada dua fungsi yang menonjol dalam penilaian ini. Pertama sebagai suatu peneguhan terhadap suatu tingkah laku yang ingin dikekalkan. Misalnya kalau seorang kanak-kanak belajar bahasa, maka apabila jawapanya betul haruslah diberi ganjaran, seperti markah yang tinggi, atau boleh sekedar puji-pujian sahaja. Pokoknya kanak-kanak itu akan merasa senang setelah memberi jawapan itu dan seterusnya akan berbuat demikian pada masa akan datang dalam suasana yang sama.
Sebagai alat menapis calon-calon yang ingin mendapat tempat yang tertentu dalam peperiksaan, misalnya. Dengan kata lain penilaian digunakan sebagai alat untuk menentukan sama da tujuan pendidikan dicapai atau tidak. Klau kita gunakan ujian memendu kereta, maka kita menilai sama ada pengetahuan amnya tyentang aturan-aturan lalu lintas telah dihafaz dan segala amalan memandu kereta telah dapat dilaksanakan atau belum. Kalau ia lulus semuanya, teori dan praktik, mak ia diberi lesen memandu kereta jenis tertentu, misalnya jenis D.
Dalam karangan –karangan Ibnu Sina adakah kita menemui beliau menggunakan kata-kata atau konsep-konsep yang mengandung kedua maksud di atas itu ? jawabannya “ ya” ada, walaupun tidak persis seperti yang digambarkan itu.
Tentang penilaian sebagai peneguhan, dalam karangan-karangan yang bersangkutan dengan falsafah pratikal, beliau selalu bicara tentang kebahagian sama ada di dunia atau di akhirat, kebahgian itu berlaku pada peringkat diri ( akhlak, keluaraga, masyarakat ataupun umat manusia seluruhnya ( Ilmu Nabi ) dan juga selepas jiwa berpisah daripada badan pada hari ma’ad. Dengan kata lain ada peringkat-pringkat kebahagian itu, yang bermula pada jinjang pertama mendorong ke jinjang kedua, selanjutnya ke jinjang berikutnya dan begitulah seterusnya sehingga puncak kebahagiaan abadi yang di tujunya ( Ibnu Sina,1908 : 150 ). Sudah tentu tentu peringkat-peringkat yang di gambarkan disini merupakan peneguhan untuk mendorong seseorang pengejar kepada peringkat selanjutnya. Dalam pendidikan moden pun penilaian sebagai peneguhan berfungsi serupa itu, misalnya kelulusan pada sekolah rendah mendorong untuk melanjutkan pelajaran ke sekolah menengah dan lulus di sekolah menengah mendoriong untuk melanjutkan pelajaran ke universiti dan begitulah seterusnya.
Sebagai alat untuk menyaring, penilaian juga sangat berguna. Ibnu Sina juga menggunakan kroteria ini untuk membahagikan ilmu kepada ilmu terbuka ( masyhur) untuk orang bayak, dan ilmu tertutup ( mastur) untuk orang-arang Khas, seperti sebahagian karangannya yang terakhir yang berkenaan falsafah Isragiyah ( Illumination phiosophy). Penggunaan penilaian mengikut pengertian iniu banyak didapai dalam bukunya berjudul al-siyasah terutanma berkenaan cara membimbing kanak-kanak. Tentang cara memilih pekerjaan pula Ibnu Sina berkata bahawa sekadar mengikut kemahuan si anak, tetapi haruslah sesuai dengan bakat dan tabiatnya ( Ibnu Sina, 911), kerana perbezaan manusia dalam memilih ilmu dan pekerjaan : “ ada sebab-sebab yang kabur dan faktor yang tersembunyi yang sukar difahami oleh manusia dan susah diukur dan dimengerti (Ibnu Sina, 1911 : 14 ).
Barangkali yang disebut oleh Ibnu Sina iaitu sebab-sebab yang kabur dan faktor-faktor yang tersembunyi boleh dikembalikan kepada faktor-faktor psikologi, yang sekarang terkenal dengan nama bakat-bakat (apptitude) dan kebolehan (abilities) dengan istilah yang digunakan oleh p[sikologi moden. Dari di\sini difahami bahawa Ibnu sina memberi perhatian pada faktor-faktor psikologi, seperti bakat dan kebolehan, sebagai alat yang sangat berguna.
Ibnu Sina membahagikan falsafah teoritikal kepada tiga bahagian ilmu mengikut darjat penglibatan tajuk-tajuknya dengan materi dan gerakan atau kebebasannya daripada gerakan dan materi itu. Ilmu itu adalah ;
1. Ilmu tabii, yang dipanggilnya yang paling bawah.
2. Ilmu matematik, yang dipanggilnya ilmu pertengahan.
3. Ilmu ketuhanan, yang dipanggilnya ilmu paling tinggi, iaitu mengikut darjat
kebebasan daripada materi ( Ibnu sina 1908)
Pembahagian serupa ini juga kita dapati pada Aristotle, Tetapi Ibnu Sina memperluasnya dengan menambahkan pelbagai cabang bagi setiap ilmu tersebut, selain yang kita saksikan pada Aristotle, Ibnu Sina misalnya, menambahkan ilmu-ilmu berikut kepada ilmu tabii : perubatan , astrologi, ilmu firasat, ilmu sihir ( tilsam) ilmu tafsir mimpi., ilmu kimia. Aristotle hanya membahagikan kepada materi dan bentuk, gerakan dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan dan haiwan dan jiwa. Ilmu matematik pula ditambahkannya cabang-cabang ilmu berikut : ruang, bayang begerak, memikul berat, timbangan, pandangan dan cermin, dan memindah air (Ibnu Sina, 1908 : 110-111). Terhadap ilmu ketuhanan ( ilahiyat) ditambahkannya cabang-cabang berikut : cara turunnya wahyu, jauhar rohani yang membawa wahyu, cara wahyu turun sehingga dapat didengar dan dilihat, mukjizat, khabar ghaib, ilham bagi orang-orang takwa yang menyerupai wahyu, dan keramat yang menyerupai wahyu.
Juga dibicarakan ialah roh amin dan roh quds. Roh amin termasuk dalam peringkat kedua jauhar rohani, sedangkan roh quds termasuk dalam dalam jauhar rohani peringkat pertama, yakni dari peringkat Malaikat ( Ibnu Sina, 1908 :114 ).
Falsafah pratikal juga terbahagi kepada tiga bahagian ilmu iaitu :
1. Ilmu akhlak, yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku se -
seorang manusia atau kesucian dirinya.
2. Ilmu pengurusan rumah tangga, yankni mengkaji tentang hubungan antara
lelaki dan isterinya, ank-anaknya dan pembantu-pembantunya, masalah pe-
ngaturan rezeki dan kehidupan keluarga.
3. Ilmu politik, yang mengkaji tentang hubungan-hubungan awam dalam
suatu bandar, hubungan di antara pelbagai bandar, dan hubungan pelbagai
negara, politik, kepimpinan dan masyrakat yang luhur dan hina.
Dan antara hasil penulisan beliau lagi termasuklah kumpulah risalah yang berjudul Tis Rasa’il yang mengandungi berbagai-bagai tajuk dalam berbagai-bagai bidang ilmu . Rasa’il Ibnu Sina yang mengandungi hasil sastera kreatif beliau, dan risalah-risalah lain lagi tentang berbagai-bagai bidang ilmu, termasuklah ilmu logik antara pendapat beliau termasuklah ilmu logik, sebagai pengantar bagi falsafah, hanya diperlukan oleh mereka yang tidak mempunyai kebolehan berfikir dengan betul secara semula ajdi, sebaliknya bagi orang-orang yang memiliki kemampuan semula jadi tersebut, ilmu logik tidak diperlukan. Bandingannya ialah seperti ilmu tatabahasa yang tidak diperlukan oleh individu yang secara semula jadi, bijak berbahasa.
Berkenaan matematika, Ibnu Sina berpendapat, ilmu tersebut boleh digunakan untuk mengenal Tuhan, Demikian juga ahli-ahli falsafah Yunani, beliau mempercayai bahawa setiap tubuh terdiri daripada empat unsur iaitu : tanah, air, api dan angin, walau bagaimanapun, beliau berpendapat campuran unsur-unsur ini yang berupa lembab, panas, sejuk, sentiasa bergantung pada unsur yang lain dalam alam nyata.
4. SISTEM DAN FALSAFAH PENDIDIKAN.
Sebelum kita berbincang tentang sistem dan falsafah pendidikan, Ibnu Sina menerangkan tujuan dari pendidikan yang memiliki tiga fungsi yang kesemuanya bersifat normatif. Pertama, tujuan itu menentukan haluan bagi proses pendidikan. Kedua, tujuan itu bukan hanya menentukan haluan yang dituju tetapi juga sekaligus memberinya rangsangan. Tujuannya adalah nilai, dan jika dipandang bernilai, dan jika diingini, tentulah akan mendorong pelajar mengeluarkan tenaga yang diperlukan untuk mencapainya. Dan akhir sekali, tujuan itu mempunyai fungsi untuk menjadi kriteria dalam meniulai proses pendidikan., tujuan sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan dapat dilihat dalam tiga perangkat, iaitu tujuan khas ( obyectives), tujuan am (goals) dan tujuan akhir (aims). Apabila digunakan dalam kurikulum maka tiga peringkat tujuan ini masing-masing membincangkan aspek tertentu tujuan itu, misalnya tujuan pelajaran kimia sebagai berikut :
-1- Murid-murid akan menguasai pribsip-prisip ilmu kimia ( tujuan khas)
-2- Murid-murid akan sanggup berfikir secara kritis ( tujuan am )
-3- Murid-murid akan mencapai perwujudan kendiri ( tujuan akhir )
Kalau dilanjutkan lagi, maka akan berkaitan dengan tujuan hidup manusia yang kerapkali lebih tepat disebut sebagai tujuan terakhir ( Ultimate aims)
Dalam sistem dan falsafah pendidikan Ibnu Sina terdapat berapa bahagian yang sangat penting
4.1.Yang utama sekali.
Ibnu Sina meletak tanggung jawab besar di bahu ibubapa untuk menyempurnakan anak-anak, sebagai contoh : unsur pemilihan nama bagi anak-anak kerena ada faedah dan inplikasi tertentu tehadap pemilihan nama ini.
4.2. Pendidikan Akhlak.
Bilalah proses pendidikan bermula ? Ibnu Sina menegaskan Pendidikan selepas sahaja kanak kanak itu tamat penyusuannya ( al-rodo’at), dan tahap awal ini pendidiakan bermula dengan akhlak. Ibnu Sina menggunakan istilah Ta’dib bagi menjelaskan kepentingan pendidikan akhlak yang bersifat definsif iaitu sebelum kanak-kanak ini berhadapan dengan tingkahlaku yang tidak baik dan kecenderungan yang buruk ( al-akhlak al-laimah ). Ini sesudah tentu dalam kontek pergaulan dengan rakan sebaya dan lain-lain. Alasan Ibnu Sina dalam kontek ini ialah biasanya kanak-kanak itu cepat boleh terpengaruh dengan bentuk-bentuk akhlak yang buruk atau tabiat yang tidak baik. Mereka juga katanya belum tahu tentang nilai dan perbezaan baik-buruk dan belum tahu untuk mengelak darinya. Justeru itu adalah lebih berfaedah kepada mereka sendiri supaya senantiasa berjauhan dari bentuk-bentuk berkenaan. Inilah pendekatan definsif yang ditekankan oleh Ibnu Sina pada tahap awal ini.
Dalam akhlak, Ibnu Sina berpendapat bahawa sesipa yang akan membimbing orang lain, haruslah terlebih dahulu dapat membimbing dirinya sendiri, kerana dirinya itulah yang terdekat kepadanya, paling mulia dan paling perlu mendapat perhatian. Malah mengendalikan diri itu lebih susah dari mana-mana bimbingan. Sehingga sesiapa yang sanggup mengendalikan dirinya dengan sebaik-baiknya, tidak akan susah mengatur suatu bandar, malah suatu negara ( al-Ardh, 1976 : 337 ). Keluhuran ( fadhilah) dan keburukan (razila ),itu banyak, tetapi itu dapat di bahagikan, mengikut kekuatan jiwa yang tiga, iaitu syahwat, ghadhab ( marah ) dan akal. Itulah tiga kehinaan ( razilah) . Tetapi di atas tiga macam keluruhan ini, terdapat keluruhan yang disebut keadilan, iaitu yang menghimpunkan segala macam keluruhan itu, ketika melengkapkan setiap kumpulan itu dengan cabang-cabngnya sebagai unsur yang membentuknya (Ibnu Sina, 1908 : 152). Misalnya suci diri (iffah), pemurah (Sakha’)danberpuas diri ( qana’ah), yang termasuk dalam keluruhan syahwat. Manakala keluruhan ghadab adalah keberanian (syaja’ah), kesabaran (sabr), penyayang (hilm) dan lapang dada ( rahh al baa). Keluruhan akal ( al-Quwah al- Natiqah ) adalah bijaksana ( hikmat ) bay an, cerdik ( fathonah ), keaslian (asalah al ray ) , tegas ( hazm ), kebenaran (sidq), setia (wafa), pengasih (rahmah), malu (haya), keras kemahuan (izamul himmah), memilhara janji (husnul asd walmu hafazah) dan merendah diri (tawadu’). Dan induk segala keluruhan ini adalah keadilan adalah ) yang mengikut Ibnu Sina adalah kesimbangan semua keluruhan itu sehingga yang satu tidak melebihi orang lain. Oleh itu keadilan sebenarnya tidak lain daripada jiwa yang mengetengahkan pelbagai akhlak yang bertentangan, syahwat yang berlebihan dan berkurangan, ghadab dan tiada ghadab sama sekali, dan menjurus hidup dan tidak mengurus sama sekali ( Ibnu Sina, 1908 : 149 ). Manakala kebaikan daripada semua itu disebut kehinaan (razilah ) dan benruknya bermacam-macam seperti busuk hati, rendah cita-cita, tidak menepati janji, kasar cakap, menipu dan takabur.( Ibnu Sina,1908 : 145 )
Bagaimana kita untuk mencapai ta’dib yang berkesan ? Ibnu Sina menerangkan beberapa pendekatan pratikal untuk digunakan . Antaranya ialah dengan menjadikan mereka merasa takut sambil menggalakkan anak itu belajar, memberi semangat, marah, dipuji pada hal-hal yang sesuai. Jika perlu kekerasan . Tujuan pukulan hanyalah untuk merasakan sedikit kesakitan kepada mereka justeru untuk memberikan pengajaran.
4.3. Pengajian Agama dan Kesusteraan.
Apabila kanak-kanak membesar, supaya boleh bercakap dan mendengar dengan baik, maka ia perlu belajar dan menghapal Al-Qur’an, mempelajari huruf alphabet dan agama, puisi, qosidah. Disini ia mesti mula dengan puisi kerana ia lebih senang untuk diingati justeru ia ringkas dan mudah bentuknya. Tujuan pengajian ini ditahap ini Ibnu Sina ialah kerana ingin untuk mendapatkan kebaikan adab (fadlul adab), menyintai ilmu pengetahuan dan elak kebodohan. Isi puisi itu pula hendaklah ada gesaan supaya menghormati ibubapa (Bir al Walidain) mengamalkan tingkah laku yang mulia ( Istina’ al- Ma’ruf) dan memuliakan tetamu ( qira al-daif ) dan lain-lain ciri akhlak mulia (makarim al-akhlak)
Disini Ibnu Sina juga tidak lupa menerangkan kuliti seorang guru yang baik: guru yang bijak dan beragama, sentiasa praktis akhlak yang baik dan ada minat untuk menolong kanak atau pelajar, bersih, amanah, mudah mestra, mempunyai adab, makan-minum, berbicara dan bersosial.
4.4. Pengajian Lanjutan.
Setelah mempelajari Al-Qur’an dan agama serta mengingati asas-asas bahasa, pemerhatian perlu dibuat terhadapnya tentang kursus-kursus yang sesuai dengannya serta masa depannya dan pekerjaannya di hari muka. Minat juga perlu diperhatikan. Jika minat kepada tulisan ( al-kitabah ), ia perlu belajar bahasa, penulisan dan retorika. Ia juga perlu mempelajari mate-matika (al-hisab) dan pengumpulan puisi-puisi. Jika ia minat lain-lain subyek. Ibnu Sina menggesa supaya hal ini diambil kira. Penyesuaian perlu kepada pelajar. Pelajaran kesusasteraan ini pun bukanlah sesuatu yang mudah dan bukan semua boleh belajarnya. Ibnu Sina membayangkan bahawa setiap tahun didapati ada kelebihannya.
4.5. Pengajian Tinggi.
Selanjutnya, Ibnu Sina menerangkan tahap yang lebih tinggi, pelajar boleh ilmu mate-matika (al-hisab), dan lain boleh Kejuruteraan sementara yang lain lagi boleh belajar perubatan (al-tibb) beginilah yang terjadi tiap-tiap tahap hingga sempurna. Subyek-subyek ini menurut Ibnu Sina adalah punca dari skima pendidikannya yang telah dimulakan sejak selepas tamat penyusuan tadi. Setiap tahap umur disesuaikan dengan pelajaran dan ilmu pengetahuan.
Apa yang beliau sarankan itu lebih bersifat rasional, dengan erti untuk semkua lapisan rakyat. Namun katanya ada juga orang-orang yang terpelajar tidak menuruti skima itu. Mereka memilih jalan sendiri dengan melakukan pengorbanan sendiri. Kumpulan ini menurutnya pada akhirnya tidak mampu untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Guru-guru adalah agen penting kemajuan para pelajar, dalam hal ini, guru-guru perlu perhatian tabiat, minat serta kecerdikan pelajar dan sesuikan ilmu yang dipelajari dengan pekerjaan. Ini boleh membantu pelajar menentukan masa depannya, kemudia bolehlah ia betulkan niat dan keazaman kepada alam pekerjaan. Semua usaha-usaha ini boleh membentuk kehidupannya yang berbeza dari sebelumnya, setelah belajar kemudian mendapatkan kerja dan mahir, lalu anak / pelajar perlu menikmati upah atau gaji dan dari itu ia boleh membina kehidupan dan keluarga serta tidak bergantung dan terpisah dari orang-tuanya.
# Ulasan yang dapat pahami tentang skima dan falsafah Ibnu Sina : bahawa pendidikan adalah tanggung jawab nasional, pihak berkuasa perlu membentuk undang-undang supaya ibubapa memberi perhatian yang sebaik-baiknya kepada kanak-kanak, kank-kanak perempuan dan laki-laki mestilah dijuruskan dalam pelajaran yang sesuai dengan jantina mereka . ini dijelaskan oleh Ibnu sina dalam kitab Al –Shifa , namun da;lam sistem pendidikan yang diajukan Ibnu sina ini tidaklah detil kalau dibandingkan dengan Plato dan Aristotle dalam tradisi Greek.
Apakah obyektif pendidikan menurut Ibnu Sina ? berpadukan kepada huraian diatas, kita dapat kenal pasti obyektif yang mahu didapatkan seperti ringkasan iaitu :
1.Pendidikan Akhlak.
2.Pendidikan Agama.
3.Penekanan terhadap kecintaan terhadap ilmu dan hikmah.
4.Pendidikan dan perkembangan Intelek.
Obyektif akhir di atas sesuai dinisbahkan sebagai pelajaran di tahap ijazah pertama yang dapat membawa pelajar ke alam pekerjaan. Dan usia mereka ditahap ini menurut Ibnu Sina ialah lapan belas tahun. Sepanjang skima ini didapati Ibnu Sina telah mengenepikan pendidikan jasmani. Kecendrungan ini memperlihatkan sikap Ibnu Sina yang mementingkan akhlak dan pembangunan intelek, bukan fizikal. Pilihan yang akhir ini hanya sesuai untuk kumpulan “gurdian”. Ibnu Sina mahukan kesempurnaan dalam kehidupan yang boleh membawa manusia kepada kebahagian (al-sa’adah). Untuk tujuan ini penyucian jiwa melalui pembinaan akhlak dan intelek yang baik sangat diperlukan sebab itulah Ibnu sina memberi fokus kepada akhlak dan intelek. Dari tahap awal lagi Ibnu Sina telah memberi tumpuan khusus kepada akhjlak dimana ibubapa dan keluarga adalah gurtu serta sekolah yang pertama. Ini juga memberi makna bahawa para ibubapa bertanggungjawab membuktikan amalan nilai-nilai akhlak yang mulia, anak-anak dapat meniru terus-menerus bentuk-bentuk akhlak tersebut. Kemudian dituruti oleh pengajian al-Qur’an dan agama serta kecintaan terhadap ilmu yang diwakilkan oleh bidang kesusasteraan. Akhlak, al-Qur’an, agama serta cinta ilmu menduduki peringkat atas dalam pembentukan insan yang baik. Sesungguhnya bidang-bidang ini tidak boleh dipisahkan. Dalam hal ini Dr.Yusof Qardhawi memetik Mahatma Gandhi sebgai berkata :
Sesungguhnya agama dan budi pekerti keduanya bersatu, tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Keduanya tidak boleh bercerai dan tidak dapat dibahagi-bahagikan. Agama menjadi jiwa bagi budi pekerti dan budi pekerti menjadi udara bagi jiwa. Dengan perkataan lain, agama memberi makanan kepada budi pekerti, menumbuhkan dan menyuburkannya, sebagaimana air memberi makan kepada tanam-tanaman menumbuhkan dan menyuburkannya.
Ibnu Sina kelihatan mahu menjelaskan bahawa pembentukan “Kekuatan dalam diri atau daya tahan” perlu dimulakan sejak awal lagi sebelum “ rebung bertukar menjadi buluh”. Unsur defensif ini akan bertindak menjaga dan mengawal individu pabila berhadapan dengan dengan anika pengaruh. Selain faedah dari segi akhlak, skima ini juga telah meletakan bahawa batu asas ilmu pengetahuan dan pendidikan itu boleh mempelajari matematik, kejuruteraan, perubatan dan sebaginya.
5. INSTITUSI KELUARGA.
Dari segi penulisan kitab as-siyasah bukanlah sebuah hasil karya falsafah yang benar dan berpengaruh seperti al-syifa’ al-Isharat wa al-tanbihat dan lain-lain. Kitab ini karangan Ibnu Sina, yang mengemukakan suatu analisa umum tentang teori-teori yang menyangkut pengurusan rumah tangga, dalam huraian tersebut Ibnu Sina menekankan fungsi “Master” atau tuan rumah yakni suami yang memiliki tanggung jawab menyeluruh dan wanita sebagai istri adalah “rakan kongsi hidup sejati” bagi suami.Dan istri menghadapi peranan yang bertambah apabila suami bertugas di luar ialah menjaga dan mengurus harta dan rumah tangga serta menyempurnakan pendidikan anak-anak.serta mengatur pendapatan keluarga, cara membelanjakannya.
Ahli-ahli filsafat Islam seperti al-farabi dan Ibnu Sina memandang sangat penting institusi keluarga. Kepada mereka perkahwinan itu sendiri adalah tiang atau ‘platform’ yang utuh kearah pembentukan masyarakatdan bandar. Justeru itu Ibnu Sina dalam bahagian akhir kitabnya “al-Syifa menekannkan betapa perlunya pentadbir negara menerangkan undang-undang perkahwinan. Perkahwinan boleh membawa kepada penerusan generasi, justeru itu ia perlu diurus di bawah penentuan undang-undang negara. Untuk mengelak lahirnya gejala-gejala yang kurang sihat dalam masyarakat, maka Ibnu Sina merakamkan bahawa semua upacara dalam perkahwinan itu mestilah mengikut norma-norma agama. Kaum wanita mestilah dijaga dan diawasi, baik pakaiannya atau pun keselamatannya. Disini juga ada dijelaskan bahawa ibubapa mestilah memberikan pendidikan yang sempurna kepada anak-anak. Anak-anak perempuan hendaklah dijuruskan dalam bidang-bidang yang sesuai dengan”nature” mereka ( fi ma yakhussuha ) sementara lelaki dibidang-bidang untuk mencari nafkah hidup (ai-nafaqa) .
Menurut Ibnu Sina dalam pelaksanaan pendidikan disini tidak terhad kepada perancancangan (planing) dan pelaksanaan (Implementation), tetapi juga lebih luas daripada itu. Perlaksaan berkait rapat dan takrif ilmu , yang pembahagiannya kepada ilmu teoritikal dan ilmu pratikal, takrif ilmu pratikal menurut Ibnu sina adalah pengetahuan terhadap perkara-perkara yang wujudnya bergantung pada perbuatan dan kemahuan kita, seperti akhlak, politik, keluarga, syariat. Tujuan ilmu ini adalah kebaikan, sedangkan tujuan ilmu teorikal adalah kebenaran. Oleh itu ilmu yang dikaitkan dengan amalan dan kemahuan kita disebut ilmu pratikal , dan itulah yang kita maksudkan dengan pelaksanaan, seperti yang kita lihat, pelaksanaan memang melibatkan perancangan, pentadbiran, pengajaran, kaedah dan aspek-aspek lain yang boleh disebut sebagai pelaksaan itu. Falsafah pratikal ini menurut Ibnu Sina, terbhagi empat bahagian ilmu iaitu : akhlak, pengurusan bandar, pengurusan keluarga dan ilmu Nabi.
Ada buku khas tentang akhlak yang berjudul al-akhlaq ( Al-Ardh 1967 : 337 ). Pengurusan Bandar (politik) dan pengurusan rumah tangga dihuraikan dalam buku berjudul al-siyasah ( Ibnu Sina, 1911 :303) yang terkenal itu. Manakala ilmu Nabi dihuraikan dalam buku berjudul itbbat al-Nubuwah ( Ibnu Sina, 1968 ) dan telah dicetak dalam sembilan surat ( Its’ rasai l) ( Ibnu Sina, 1908 : 394) dan juga dalam kitab al-najat ( The Book of Deliverance) yang sebenarnya merupakan ringkasan dari pada kitab berjudul al-Syifa. (Ibnu sina,1938 )
Setelah kita berbincang panjang lebar tentang Ibnu Sina, timbulah pertanyaan berikut : di manakah letaknya Ibnu Sina di antara filsuf-filsuf pengetahuan ( philosophers of epitemology ) seperti yang dikenal oleh pakar pendidikan belakangan ini. Pakar-pakar pendidikan, terutama pakar-pakar kurikulum, biasanya menjeniskan falsafah pengetahuan ( epistemology) ini kepada tiga kategori besar mengikut punca pengetahuan.
Ilmu
Tidak kekal Kekal abadi ( hikmat )
Sebagai Tujuan Sebagai alt : Logik
Teoritikal Pratikal
• Ilmu Tabii *Ilmu akhlak
• Ilmu Matematik *Ilmu Pengurusan Rumah
• Ilmu Metafizik ( ketuhanan) *Ilmu Pengurusan Bandar
• Ilmu Kully ( Universal ) *Ilmu Nabi ( Syariat)
Rajah : 3 1 Klasifikasi Ilmu menurut Ibnu Sina
Sumber Al-Ardh ( 1967 )
I. Falsafah-falsafah di balik alam ( other-worldly philosophies ) yang terbahagi
Kepada dua golongan besar iaitu falsafah yang berasal daripada agama dan falsafah yang berasal dari Athena kuno. Kedua-duanya mempengaruhi pendidikan barat.
2. Falsafah-falsafah berpusatkan bumi (Earth-centered philosophies) yang juga terbahagi kepada dua golongan besar, iaitu falsafah-falsafah yang beranggapan bahawa alam jagat ini diam tidak bergerak ( static universe) dan falsafah yang berpendapat bahawa alam jagat ini selalu bergerak dan tidak tetap. Falsafah-falsafah alam jagat ini selalu bergerak dan tidak tetap. Falsafah-falsafah berpusatkan bumi ini walaupun sudah agak tua, iaitu semenjak zaman Aristotle tetapi dalam zaman pertengahan di Eropah, falsafah-falsafah tidak mendapat tempat malah banyak mendapat pengaruh di dunia Islam seperti kita lihat pada Ibnu Sina. , pada zaman pembaharuan di eropah barulah falsafah-falsafah ini mendapat pengaruh dan mendorong kebangkitan sains dan membawa revolusi saintifik.
5. Falsafah-falsafah berpusatjkan manusia ( mancenterd philosophies) yang baru saja muncul, iaitu pada hujung abad ke –19 bermula dengan mazhab pragmatisme oleh dua orang filsuf Amerika, iaitu Charles S. Pierce (1839-1914) dan William James (1842-1910). Sumber lain adalah mazhab existensialisme yang dipelopori oleh filsuf Denmark Soren Kirkgard (1813-1855). Paragmatisme dan Existennsialime banyak mempengaruhi pendidikan di barat sejak kebelakangan ini.
Sekali imbas Ibnu Sina adalah filsuf berpusatkan bumi kerana beliau pengikut aristotle, tetapi apabila dikaji dengan lebih mendalam, Ibnu Sina bukan hanya mengikut kepada Aristotle, tetapi menambahkan pelbagai cabang ilmu pengetahuan kepada tiga bahagian ilmu dalam falsafah teoritikal, dan falsafah pratikal, malah dalam falsafah teoritikal itu diciptakannya suatu bahagian barru sehingga menjadi empat, iaitu ilmu Kulli, begitu juga falsafah pratikal diberinya satu bahagian baru, iaitu ilmu Nabi, disebut juga namus atau syariah. Tambahan-tambahan itu berdasar pada pengalamannya sendiri, kerana Beliau sangat sedar akan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan alam semesta dan selalu berusaha membuktikan bahawa yang dicipta ini bergantung kepada pencipta, oleh itu Beliau tetap setia kepada prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam (Nasr, 1969 : 311).
Tentang ilmu Nabi, Ibnu Sina menyatakan bahawa setiap masyarakat memerlukan peraturan dan keadilan. Peraturan itu adalah sejuml;ah cara yang harus diikutui dalam muamalat, manakala keadilan menyeimbangkan di antara cara itu sehingga yang satu tidak melebihi yangb lain. Ini bermakna bahawa harus ada seseorang yang membuat aturan dan menjalankannya dan harus ada pencipta keadilan yang menciptakan keadilanitu, malah haruslah orang yang semacam ini sanggup memerintah manusia dan mewajibkjan mereka mengikuti undang-0undang yang dibawanya. Di samping itu ia haruslah seorang seperti manusia seperti mereka. Malah orang seperti ini sanggup memerintah dan mewajibkanmereka mengikuti undang-undang yang dibawanya, selain dakwah yang bertujuan memberi petunjuk dan kefahaman, haruslah ia membuat dakwah yang bertujuan mengajar manusia mendirikan amal ibadat, seperti sembahyang, puasa, jihad, haji dan sebagainya.
Dalam usahanya mengajar manusia mengerjakan ibadat ini, haruslah Nabi mengingatkan mereka bahawa amalan-amalan seperti ini akan
mendekatkan merekan dengan Allah dan membawa kebaikan dan keuntungan bagi mereka ( Ibnu Sina, 1938 : 306 )
Dengan demikian Ibnu Sina sekaligus adalah Filsuf di sebalik alam dan filsuf berpusatkan bumi, atau boleh orang berkata Ibnu Sina adalah pengikut Aristotle dan neo-palatonism sekaligus, atau beliu berusaha mendamaikan pendapat kedua-dua orang filsuf Yunani itu, Plato dan muridnya Aristotle, itu satu pendapat lain adalah Aristotle dan Plato yang tidak bertentangan dengan Islam, sehingga muncullah mazhab Ibnu Sina yang berdiri sendiri, yang tidak dapat dikatakan Aristotle atau Platonisme, tetapi lebih tepat disebut’ Ibn Sinaisme’.
Daripada segi lain pula, tulisan-tulisanya mengenai akhlak dan politik (siasah) memberi kesan seakan-akan , Beliau seorang filsuf berpusatkan manusia ( man- centered philosopher). Seperti kita lihat di pengurusan bandar dan pengurusan keluarga. Mengenai akhlak ini dikaitkannya dengan jiwa ( nafs ) dalam konteks dirinya sendiri dan jiwa dalam konteksorang lain. Jiwa dalam konteks orang lain adalah sivik, semuanya berkaitan manusia, baik sebagai perseorangan mahupun sebagai masyarakat. Tetapi semua ini tidak lepas daripada hubungan syariat, salah satu cabang ilmu pratikal yang hanya ada pada Ibnu sina dan tidak ada pada Aristotle. Ini yang mengaitkannya dengan sistem falsafah di sebalik alam (earth-woridly philosophy) dan juga falsafah berpusatkan bumi ( earth-centered philosophy) kerana syariat pun mengatur hubungan manusia dengan persikitarannya.
6. KESIMPULAN.
Tulisan ini telah berusaha meninjau karya-karya Ibnu Sina dari sistem pendidikan dan filsafat, yang difahami kepada dua kategori besar : Falsafah pratikal dan teoritikal, karyanya dalam falsafah teoritikal menempatkan beliau sebgai filsuf Pendidikan yang tidak ada taranya dalam sejarah pendidikan.
Dan tepat jika idea-idea Ibnu Sina dalam pendidikan dfijeniskan kategori-kategori beikut :
1. Tujuan-tujuan (aims) dalam pendidikan .
2. Pengetahuan ( knowledge) dalam pendidikan.
3. Perlaksanaan ( practice ) termasuklah disini kaedah ( methology ), institusi, pembiayaan dan hubungan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan politik, ekonomi dan lain-lain.
4. Penilaian iaitu kriteria yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan-tujuan pendidikan.
Ada empat kawasan utama dalam pendidikan menurut Ibnu Sina yang
mempunyai pengaruh besar ialah :
1.falsafah pendidioan yang berkaitan dengan tujuan dan matlamat
pendidikan.
2.teori-teori pengetahuan (epistemology)
3.pelaksanaan yang mengandungi perkaedahan, institusi, pentadbiran dan
lain-lain
4.Penilaian.
Juga asas dan tujuan utama pendidikan menurut Ibnu Sina ialah memanusiakan manusia maksudnya manusia sentiasa ada potensi untuk membuat kemajuan bagi diri sendiri baik kalau dihalusi kepasa aspek-aspek yang lebih detil, obyektif pendidikan bermatlamatkan untuk mencapai dan memajukan pelbagai aktifiti, sekoah ataui universiti kita: Persepsi, memori, imaginasi, rasional kemahuan atau rohani, intelektual, walaupun Ibnu Sina kurang memberikan tumpuan dalam kemajuan jasmani justeru perhatiannya lebih dalam perbagai rasional, memori, kemahiran, intelektual, persepsi, rohani dan lain imaginasi. Setengah -setengah tulisan zaman moden tentang pendidikan seperti John P.Wynne dalam bukunya Theories of Education menerangkan bahawa kemajuan-kemajuan fizikal boleh menjadi penghalang kepada pembangunan mental ; sama seperti penekanan Ibnu Sina diatas :
“Pysical development is typically neglected andphysical
Activityi is considerd an obstacle to mental development either to be eliminated insofar as possible, or to be tolerated as a necessary relief rather then encouraged for its own sake”.
Mungkin hal ini ada kebenarannya. Oleh itu unsur “ pysical development” ini boleh dicapai dengan hanya berasaskan kepada kegiatan-kegiatan seperti sukan dan riadah sahaja, bukan disusun bersama dalam suatu sistem pendidikan yang ‘standard’.
Dan konsep penilaian yang digunakan adalah luas dan menyeluruh, menyangkut dunia dan akhirat, kerana kriteria yang digunakan adalah kebahagian sebagai peneguhan dan kebahagiaan hanya bernakna kalau dikaitkan dengan kebahagiaan akhirat sebagai tujuan akhir.
Rujukan
1. Ali Mahdi Khan, the Elements of Islamic philosophy, Lahore : S.H. Muhammad Ashraf, 1973, p.61., lihat juga L.E. Goodman Avicenna, Routledge, London and New York, “ Preface”.
2. Amir A. Rahman, Pengantar Tamadun Islam, Kuala Lumpur, 1990.
3. Erwin I.J. Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam : An Introductory Outline, Cambridge h.p., 1968, 142.
4.
5. Ali Mahdi Khan, The Elements of Islamic Philososphy, 61.
6. Hasan langgulung, Pendidikan Islam dan peralihan paradigma, Kualu lumpur,
1995.
7. Mahmood Zuhdi AB. Majid, Sarjana-sarjana kesarjanaan sains Islam,
Kula lumpur ,2000.48-51
8. William E.Gohlman, The Life of Ibnu Sina, 19.
Pengembangan Pusat Sumber Belajar di Sekolah
Sejak pertengahan decade 1970-an terdapat perkembangan yang pesat di bidang dan konsep teknologi pendidikan dan teknologi instruksional (pembelajaran) dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, tidak saja di Amerika Serikat tetapi juga di negara-negara lain seperti Canada, Australia, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Malaysia, dan tentunya juga di Indonesia. Konsep teknologi pendidikan menekankan kepada individu yang belajar melalui pemanfaatan dan penggunaan berbagai jenis sumber belajar.
Hal ini tentunya merupakan suatu pandangan yang baru atau yang bersifat inovatif, karena pandangan masyarakat pada umumnya mengenai pendidikan adalah bersifat konvensional yaitu mengkaitkan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang terjadi atau berlangsung di dalam kelas, di mana sejumlah murid atau peserta belajar secara bersama-sama memperoleh pelajaran dari seorang guru atau instruktur. Guru atau intruktur tersebut berperan terutama sebagai satu-satunya sumber belajar yang paling dominan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini seringkali berakibat menjadinya proses pemberian pelajaran oleh guru atau instruktur bersifat verbalistis, karena guru sangat dominan menggunakan lambang verbal dalam melaksanakan proses pembelajaran yang umumnya dilakukan melalui penggunaan metode ceramah. Begitu dominannya guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah tersebut sehingga menyebabkan guru kurang mempunyai waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam rangka memberikan kemudahan bagi murid-murid dalam kegiatan belajar mereka.
Di samping makin meluasnya penggunaan sumber belajar dalam proses pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan, peran dan sumbangan teknologi pendidikan lainnya yang paling monumental dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran adalah dilaksanakannya sistem pendidikan terbuka (open learning) atau pendidikan/belajar jarak jauh (distance education).sebagai jaringan pembelajaran yang bersifat inovatif dalam sistem pendidikan.
Published By Uwes A. Chaeruman On January 20, 2009
Under Instructional Media Tags: Belajar, Pengembangan Pusat Sumber Belajar, Pengembangan Pusat Sumber Belajar Di Sekolah, Pusat Sumber Belajar, Sekolah, Sumber Belajar
Hal ini tentunya merupakan suatu pandangan yang baru atau yang bersifat inovatif, karena pandangan masyarakat pada umumnya mengenai pendidikan adalah bersifat konvensional yaitu mengkaitkan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang terjadi atau berlangsung di dalam kelas, di mana sejumlah murid atau peserta belajar secara bersama-sama memperoleh pelajaran dari seorang guru atau instruktur. Guru atau intruktur tersebut berperan terutama sebagai satu-satunya sumber belajar yang paling dominan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini seringkali berakibat menjadinya proses pemberian pelajaran oleh guru atau instruktur bersifat verbalistis, karena guru sangat dominan menggunakan lambang verbal dalam melaksanakan proses pembelajaran yang umumnya dilakukan melalui penggunaan metode ceramah. Begitu dominannya guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah tersebut sehingga menyebabkan guru kurang mempunyai waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam rangka memberikan kemudahan bagi murid-murid dalam kegiatan belajar mereka.
Di samping makin meluasnya penggunaan sumber belajar dalam proses pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan, peran dan sumbangan teknologi pendidikan lainnya yang paling monumental dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran adalah dilaksanakannya sistem pendidikan terbuka (open learning) atau pendidikan/belajar jarak jauh (distance education).sebagai jaringan pembelajaran yang bersifat inovatif dalam sistem pendidikan.
Published By Uwes A. Chaeruman On January 20, 2009
Under Instructional Media Tags: Belajar, Pengembangan Pusat Sumber Belajar, Pengembangan Pusat Sumber Belajar Di Sekolah, Pusat Sumber Belajar, Sekolah, Sumber Belajar
POTRET AKTIVITAS TUTOR DAN MAHASISWA DALAM TUTORIAL ONLINE UNIVERSITAS TERBUKA
Artikel ini ditulis oleh: Any Meilani (Universitas Terbuka)
Tutorial Online (Tuton) merupakan salah satu jenis tutorial yang disediakan Universitas Terbuka (UT) bagi mahasiswa. Program Studi Manajemen sudah menyediakan tutorial online sejak masa registrasi 2002.2 sampai saat ini. Berdasarkan pengamatan, tutor yang mengelola tutorial online kurang aktif, begitu juga mahasiswa yang memanfaatkan tutorial online relatif sedikit. Idealnya, kegiatan tutorial online akan optimal apabila ada interaksi atau komunikasi antara tutor dengan peserta tutorial dan antar peserta tutorial. Interaksi dan komunikasi ini merupakan inti dari tutorial (Wardani, 2000). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan studi untuk memperoleh gambaran aktivitas tutor dan mahasiswa yang mengikuti tutorial online.
Pada masa registrasi 2004.2, program studi mengirimkan kuesioner kepada tutor yang mengelola tutorial online dan kepada seluruh peserta tutorial online via e-mail.
Dari hasil studi terungkap bahwa 75% tutor tidak menyediakan Rancangan Aktivitas Tutorial (RAT) dan Matriks Aktivitas Tutorial (MAT) sebelum melaksanakan tutorial, walaupun 95% tutor sudah menyediakan materi inisiasi, sebesar 90% tutor sudah menyiapkan tugas, serta sebesar 65% tutor sudah menyediakan forum diskusi . Selain itu, ditemukan juga aktivitas tutor lainnya, seperti ketepatan waktu tutor dalam menjawab pertanyaan mahasiswa, frekuensi tutor dalam membuka web site UT, cara tutor mengelola forum diskusi dan lain-lain. Dari segi mahasiswa, ditemukan bahwa sebanyak 32% mahasiswa tergolong pasif dimana mereka hanya membaca, baik materi inisiasi, pertanyaan, komentar maupun tanggapan dari tutor dan peserta tutorial tanpa melakukan aktivitas lainnya dan sebanyak 5,8% mahasiswa tergolong aktif dimana mereka mengajukan pertanyaan, komentar atau tanggapan atas pertanyaan atau isu yang dilemparkan tutor atau menangggapi komentar atau jawaban dari peserta tutorial lainnya serta menjawab tugas yang diberikan tutor. Ditemukan juga bahwa mahasiswa sudah membaca Buku Materi Modul (BMP) sebelum mereka mengikuti tutorial, manfaat tutorial online bagi mahasiswa serta kendala yang dihadapi mahasiswa dalam kegiatan tutorial online.
Tutorial Online (Tuton) merupakan salah satu jenis tutorial yang disediakan Universitas Terbuka (UT) bagi mahasiswa. Program Studi Manajemen sudah menyediakan tutorial online sejak masa registrasi 2002.2 sampai saat ini. Berdasarkan pengamatan, tutor yang mengelola tutorial online kurang aktif, begitu juga mahasiswa yang memanfaatkan tutorial online relatif sedikit. Idealnya, kegiatan tutorial online akan optimal apabila ada interaksi atau komunikasi antara tutor dengan peserta tutorial dan antar peserta tutorial. Interaksi dan komunikasi ini merupakan inti dari tutorial (Wardani, 2000). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan studi untuk memperoleh gambaran aktivitas tutor dan mahasiswa yang mengikuti tutorial online.
Pada masa registrasi 2004.2, program studi mengirimkan kuesioner kepada tutor yang mengelola tutorial online dan kepada seluruh peserta tutorial online via e-mail.
Dari hasil studi terungkap bahwa 75% tutor tidak menyediakan Rancangan Aktivitas Tutorial (RAT) dan Matriks Aktivitas Tutorial (MAT) sebelum melaksanakan tutorial, walaupun 95% tutor sudah menyediakan materi inisiasi, sebesar 90% tutor sudah menyiapkan tugas, serta sebesar 65% tutor sudah menyediakan forum diskusi . Selain itu, ditemukan juga aktivitas tutor lainnya, seperti ketepatan waktu tutor dalam menjawab pertanyaan mahasiswa, frekuensi tutor dalam membuka web site UT, cara tutor mengelola forum diskusi dan lain-lain. Dari segi mahasiswa, ditemukan bahwa sebanyak 32% mahasiswa tergolong pasif dimana mereka hanya membaca, baik materi inisiasi, pertanyaan, komentar maupun tanggapan dari tutor dan peserta tutorial tanpa melakukan aktivitas lainnya dan sebanyak 5,8% mahasiswa tergolong aktif dimana mereka mengajukan pertanyaan, komentar atau tanggapan atas pertanyaan atau isu yang dilemparkan tutor atau menangggapi komentar atau jawaban dari peserta tutorial lainnya serta menjawab tugas yang diberikan tutor. Ditemukan juga bahwa mahasiswa sudah membaca Buku Materi Modul (BMP) sebelum mereka mengikuti tutorial, manfaat tutorial online bagi mahasiswa serta kendala yang dihadapi mahasiswa dalam kegiatan tutorial online.
Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS)
Belajar berbasis Aneka Sumber (BEBAS), apakah gerangan dia itu sebenarnya? BEBAS atau aslinya dikenal dengan istilah Resources-based Learning merupakan salah satu strategi penerapan pradigma konstruktifism. Dalam paradigma pendidikan tradisional, guru dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam paradigma pendidikan modern, tidak lagi demikian. Siswa dapat belajar dari berbagai sumber lain tidak hanya guru. Apalagi dalam era informasi saat ini, informasi tersedia dimana-mana dalam berbagai bentuk dan jenis mulai dari bentuk cetak, non-cetak, bahkan sumber belajar dari manusia itu sendiri. Siswa atau mahasiswa dari universitas XYZ katakanlah dapat belajar tentang konsep teknologi pendidikan dengan saya yang bukan dosen di universitas tersebut via internet (chatting, email, dll). Masalahnya adalah bagaimana seorang guru atau dosen dapat mengemas aneka sumber belajar itu menjadi suatu bagian yang terintegrasi dari strategi pembelajaran yang dia lakukan. Menantang, dan menuntut kreatifitas dan persiapan yang matang tentunya.
Coba kita lihat salah satu definisinya:
Resource-Based Learning is the instructional strategy where students construct meaning through interaction with a wide range of print, non-print and human resources. (http://www.centralischool.ca/~bestpractice/resource/index.html)
Secara gambalang dikatakan bahwa BEBAS adalah strategi pembelajaran dimana siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. Jadi, BEBAS sangat terkait erat dengan pendekatan konstruktifistik, metode belajar peemcahan masalah (problem-based learning, inquiry learning, atau pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). BEBAS mendorong siswa meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam era informasi/global saat ini. Disamping itu BEBAS lebih berpusat pada siswa (student-centered learning) yang memungkinkan siswa dapat menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran.
Apa sebenarnya kelebihan lain dari BEBAS? Kita lihat kelebihannya saja ya, karena tidak ada kelemahan kecuali menuntut kreatifitas, kemauan yang keras dan persiapan yang matang dari guru.:) Berikut adalah keuntungan dari BEBAS:
BEBAS mengakomodasi perbedaan individu baik dalam hal gaya belajar, kemampuan, kebutuhan, minat, dan pengetahuan awal mereka. Dengan demikian, siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Sumber belajar dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa.
BEBAS mendorong pengembangan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan keterampilan mengevaluasi. Jadi, BEBAS memungkinkan siswa menjadi kreatif dan memiliki ide-ide orisinal.
Proses pembelajaran dengan metode BEBAS mendorong siswa untuk bisa bertanggung jawab teradap belajarnya sendiri. Jadi, dapat melatih kemandirian belajar sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna, lebih tertanam dalam pada dirinya karena ia sendiri secara pribadi yang menemukan dan membangun pemahaman.
BEBAS menyediakan peluang kepada siswa untuk menjadi pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang efektif. Dengan demikian dapat membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Ia akan mampu bagaimana menemukan, dan memilih informas yang tepat, menggunakan informasi tersebut, mengolah dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan informasi tersebut serta menyebarluaskan atau menyajikan kembali informasi tersebut kepada orang lain.
Terakhir. Dengan BEBAS, siswa akan belajar bagaimana belajar. Sekali ia melek informasi, ia akan mengembangkan sikap positif dan keterampilan yang sangat berguna bagi dirinya dalam era informasi yang sedang dan akan dihadapinya kelak. Jadi, pada akhirnya BEBAS dapat membekali keterampilan hidup bagi siswa.
Coba kita lihat salah satu definisinya:
Resource-Based Learning is the instructional strategy where students construct meaning through interaction with a wide range of print, non-print and human resources. (http://www.centralischool.ca/~bestpractice/resource/index.html)
Secara gambalang dikatakan bahwa BEBAS adalah strategi pembelajaran dimana siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. Jadi, BEBAS sangat terkait erat dengan pendekatan konstruktifistik, metode belajar peemcahan masalah (problem-based learning, inquiry learning, atau pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). BEBAS mendorong siswa meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam era informasi/global saat ini. Disamping itu BEBAS lebih berpusat pada siswa (student-centered learning) yang memungkinkan siswa dapat menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran.
Apa sebenarnya kelebihan lain dari BEBAS? Kita lihat kelebihannya saja ya, karena tidak ada kelemahan kecuali menuntut kreatifitas, kemauan yang keras dan persiapan yang matang dari guru.:) Berikut adalah keuntungan dari BEBAS:
BEBAS mengakomodasi perbedaan individu baik dalam hal gaya belajar, kemampuan, kebutuhan, minat, dan pengetahuan awal mereka. Dengan demikian, siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing. Sumber belajar dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa.
BEBAS mendorong pengembangan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan keterampilan mengevaluasi. Jadi, BEBAS memungkinkan siswa menjadi kreatif dan memiliki ide-ide orisinal.
Proses pembelajaran dengan metode BEBAS mendorong siswa untuk bisa bertanggung jawab teradap belajarnya sendiri. Jadi, dapat melatih kemandirian belajar sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna, lebih tertanam dalam pada dirinya karena ia sendiri secara pribadi yang menemukan dan membangun pemahaman.
BEBAS menyediakan peluang kepada siswa untuk menjadi pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang efektif. Dengan demikian dapat membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Ia akan mampu bagaimana menemukan, dan memilih informas yang tepat, menggunakan informasi tersebut, mengolah dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan informasi tersebut serta menyebarluaskan atau menyajikan kembali informasi tersebut kepada orang lain.
Terakhir. Dengan BEBAS, siswa akan belajar bagaimana belajar. Sekali ia melek informasi, ia akan mengembangkan sikap positif dan keterampilan yang sangat berguna bagi dirinya dalam era informasi yang sedang dan akan dihadapinya kelak. Jadi, pada akhirnya BEBAS dapat membekali keterampilan hidup bagi siswa.
MODEL PUSAT SUMBER BELAJAR?
Sebelumnya sayapernah menulis tentang : “Apakah Pusat Sumber Belajar itu?“, tulisan ini ternyata salah satu tulisan yang termasuk paling banyak dibaca dan paling banyak mendapat komentar. Beberapa pembaca, meminta untuk membahas dan memberi contoh lebih jauh tentang pusat sumber belajar ini.
Pusat sumber belajar, by konsep memang sangat dipelrukan dalam suatu lembaga pendidikan. Namun, dalam praktek bentuk dan modelnya bermacam-macam dengan tanpa harus menyebutkan lembaga tersebut sebagai pusat sumber belajar. Di Indonesia juga banyak, sebut sajalah misalnya Sanggar Kegiatan Belajar Masyarakat yang dibina oleh Direktorat Pendidikan Luar Sekolah. Itu adalah salah satu contoh Community Learning Resources Center. atau misalnya Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Depdiknas. Itu juga adalah Pusat Sumber Belajar. Bahkan, Pustekkom meng-cover sekolah baik pendidikan dasar, menengah maupun tinggi di seluruh Indonesia.
Nah, dalam tulisan sebelumnya, saya pernah berjanji untuk mengupas sedikit tentang contoh model pusat sumber belajar yang ada sampai saat ini di Amrik sana. Kebetulan bukunya ketemu tuh, hasil surveynya AECT tahun 1987, mudah-mudahan ga kedaluarsa. Tapi, walau demikian dapat kita jadikan inspirasi, toh?
Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pusat sumber belajar yang ada pada satu institusi tertentu beragam satu sama lain baik dari sisi misi utamanya amupun strutktur organisasinya. Kebanyakan memiliki misi utama dalam pengembangan media pembelajaran, ada juga yang memfokuskan diri pada layanan konsultansi desain pembelajaran, maupun pengembangan media pembelajaran. Apapun bentuknya, memang pusat sumber belajar itu adalah seperti definisi yang pernah saya sampaikan sbeelumnya:
Pusat Sumber Belajar adalah suatu unit dalam suatu lembaga (khususnya sekolah/universitas/perusahaan) yang berperan mendorong efektifitas serta optimalisasi proses pembelajaran melalui penyelenggaraan berbagai fungsi yang meliputi fungsi layanan (seperti layanan media, pelatihan, konsultansi pembelajaran, dll), fungsi pengadaan/pengembangan (porudksi) media pembelajaran, fungsi penelitian dan pengembangan, dan fungsi lain yang relevan untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.
Sebagai contoh, Miami University Audio-Visual Services, menekankan pada layanan konsultasi terutama yang berkaitan dengan desain, pengembangan, produksi serta pemanfaatan media audiovisual untuk pembelajaran baik untuk internal Universitas Miami, maupun klien eksternal. Berbeda dengan Utah State University, universitas negeri tersebut memiliki Pusat Sumber Belajar yang bernama Merrill library and Learning Resources Program (MLLRP). Misi utamanya adalah mendukung iniversitas menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik untuk pembelajaran. MLLRP tersebut memiliki Dividi Desain dan Produksi yan memfokuskan pada media cetak (meliputi layanan grafis, fotografi, percetakan, dan editorial), dan Dividi Telekomunikasi (meliputi layanan siaran televisi, radio dan video). Mungkin sekarang sudah memiliki divisi lain yang menangani masalah penerapan komputer dan internet (e-learning).
Pertanyaannya, apakah ada contoh pusat sumber belajar level sekolah? Yang diceritakan di atas adalah level komunitas masyarakat (seperti sanggar kegiatan belajar masyarakat (SKBM), level agen pemerintah (seperti Pustekkom) dan level perguruan tinggi (Universitas Miami dan Universitas Negeri Utah). Jawabnya ada, tentunya. Di Indonesia yang saya tahu adalah Yayasan Al-Kautsar, memiliki unit khusus yang menangani pusat sumber belajar. Begitu pula dengan Yayasan Sekolah Al-Azhar. Mungkin, sekolah-sekolah lain juga telah memiliki unit yang menjalankan fungsi pusat sumber belajar, tapi namanya bukan pusat sumber belajar. Bisa saja namanya multimedia center atau apa gitu. Dalam survey AECT di atas ada beberapa sekolah di Amrik yang memiliki Pusat Sumber Bleajar. salah satunya adalah West Hartford Public Schools yang memiliki Center for Instructional Media and Technology. Misi utamanya adalah menerapkan teknologi modern untuk menunjang efektifitas dan efisiensi pembelajaran di sekolah negeri tersebut.
Pusat sumber belajar, by konsep memang sangat dipelrukan dalam suatu lembaga pendidikan. Namun, dalam praktek bentuk dan modelnya bermacam-macam dengan tanpa harus menyebutkan lembaga tersebut sebagai pusat sumber belajar. Di Indonesia juga banyak, sebut sajalah misalnya Sanggar Kegiatan Belajar Masyarakat yang dibina oleh Direktorat Pendidikan Luar Sekolah. Itu adalah salah satu contoh Community Learning Resources Center. atau misalnya Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Depdiknas. Itu juga adalah Pusat Sumber Belajar. Bahkan, Pustekkom meng-cover sekolah baik pendidikan dasar, menengah maupun tinggi di seluruh Indonesia.
Nah, dalam tulisan sebelumnya, saya pernah berjanji untuk mengupas sedikit tentang contoh model pusat sumber belajar yang ada sampai saat ini di Amrik sana. Kebetulan bukunya ketemu tuh, hasil surveynya AECT tahun 1987, mudah-mudahan ga kedaluarsa. Tapi, walau demikian dapat kita jadikan inspirasi, toh?
Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa pusat sumber belajar yang ada pada satu institusi tertentu beragam satu sama lain baik dari sisi misi utamanya amupun strutktur organisasinya. Kebanyakan memiliki misi utama dalam pengembangan media pembelajaran, ada juga yang memfokuskan diri pada layanan konsultansi desain pembelajaran, maupun pengembangan media pembelajaran. Apapun bentuknya, memang pusat sumber belajar itu adalah seperti definisi yang pernah saya sampaikan sbeelumnya:
Pusat Sumber Belajar adalah suatu unit dalam suatu lembaga (khususnya sekolah/universitas/perusahaan) yang berperan mendorong efektifitas serta optimalisasi proses pembelajaran melalui penyelenggaraan berbagai fungsi yang meliputi fungsi layanan (seperti layanan media, pelatihan, konsultansi pembelajaran, dll), fungsi pengadaan/pengembangan (porudksi) media pembelajaran, fungsi penelitian dan pengembangan, dan fungsi lain yang relevan untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.
Sebagai contoh, Miami University Audio-Visual Services, menekankan pada layanan konsultasi terutama yang berkaitan dengan desain, pengembangan, produksi serta pemanfaatan media audiovisual untuk pembelajaran baik untuk internal Universitas Miami, maupun klien eksternal. Berbeda dengan Utah State University, universitas negeri tersebut memiliki Pusat Sumber Belajar yang bernama Merrill library and Learning Resources Program (MLLRP). Misi utamanya adalah mendukung iniversitas menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik untuk pembelajaran. MLLRP tersebut memiliki Dividi Desain dan Produksi yan memfokuskan pada media cetak (meliputi layanan grafis, fotografi, percetakan, dan editorial), dan Dividi Telekomunikasi (meliputi layanan siaran televisi, radio dan video). Mungkin sekarang sudah memiliki divisi lain yang menangani masalah penerapan komputer dan internet (e-learning).
Pertanyaannya, apakah ada contoh pusat sumber belajar level sekolah? Yang diceritakan di atas adalah level komunitas masyarakat (seperti sanggar kegiatan belajar masyarakat (SKBM), level agen pemerintah (seperti Pustekkom) dan level perguruan tinggi (Universitas Miami dan Universitas Negeri Utah). Jawabnya ada, tentunya. Di Indonesia yang saya tahu adalah Yayasan Al-Kautsar, memiliki unit khusus yang menangani pusat sumber belajar. Begitu pula dengan Yayasan Sekolah Al-Azhar. Mungkin, sekolah-sekolah lain juga telah memiliki unit yang menjalankan fungsi pusat sumber belajar, tapi namanya bukan pusat sumber belajar. Bisa saja namanya multimedia center atau apa gitu. Dalam survey AECT di atas ada beberapa sekolah di Amrik yang memiliki Pusat Sumber Bleajar. salah satunya adalah West Hartford Public Schools yang memiliki Center for Instructional Media and Technology. Misi utamanya adalah menerapkan teknologi modern untuk menunjang efektifitas dan efisiensi pembelajaran di sekolah negeri tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)