11/21/2010

SEKILAS MENGENAI PJJ (PENDIDIKAN JARAK JAUH)

Ada banyak definisi yang menjelaskan konsep pendidikan jarak jauh. Salah satu di antaranya adalah definisi terbaru (2006) menurut Simonson, Smaldino, Albright & Zvacek. Mereka mendefinisikan pendidikan jarak jauh sebagai berikut:

Distance education is defined as institution-based formal education where the learning group is separated, and where interactive telecommunications systems are used to connect learners, resources, and instructors.

Definisi di atas menunjukkan bahwa pendidikan jarak jauh memilki ciri-ciri sebagai berikut:
• adanya lembaga formal yang menyelenggarakan program pendidikan.
• kelompok peserta belajar terpisah dengan pengajar (isntruktur, tutor, dosen, guru, widyaiswara).
• Digunakannya sistem telekomunikasi untuk menghubungkan peserta belajar, sumber-sumber belajar, dan pengajar.

Sementara Hillary Perraton (1988), seperti dikutip oleh Schlosser dan Simonson (2006) mendefinisikan pendidikan jarak jauh secara lebih sederhana lagi sebagai berikut:

Distance education is an educational process in which significant proportion of the teaching is conducted by someone removed in space and/or time from the learner.

Perraton, hanya menjelaskan pendidikan jarak jauh sebagai proses pengajaran di mana sebagian besar proporsi pembelajarannya dilakukan oleh seseorang (pengajar) yang terpisah dengan peserta belajar baik dari sisi jarak maupun waktu. Definisi ini sangat generik, tidak menjelaskan secara operasional komponen-komponen yang harus ada dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh. Definisi ini senada dengan definisi pendidikan jarak jauh menurut Desmond Keegan (1986) yang menyatakan bahwa, “Pendidikan jarak jauh adalah suatu metode pendidikan dimana antara peserta belajar dengan pengajarnya terpisah secara fisik.”

Departemen Pendidikan Amerika Serikat, seperti dkutip oleh Schlosser dan Simonson (2006) mendefinisikan pendidikan jarak jauh sebagai berikut:

Distance education is the application of telecommunications and electronic devices which enable students and learners to receive instruction that originate from some distant location

Departemen Pendidikan Amerika secara eksplisit menyebutkan penerapan teknologi telekomunikasi dan segala bentuk peralatan elektronik yang memungkinkan siswa dan peserta belajar menerima pembelajaran yang disajikan dari lokasi yang terpisah/jauh. Definisi ini, masih mengambang. Artinya penggunaan teknologi telekomunikasi dan perlengkapan elektronik lain ditujukan hanya agar peserta belajar dapat menerima pembelajaran. Tidak secara eksplisit menjelaskan adanya lembaga yang menyelenggarakan, bahkan peserta belajarnyapun bisa siapa saja.

Tampaklah bahwa pendidikan jarak jauh yang dikemukakan oleh Simonson dkk. lebih eskplisit dan operasional yang diharapkan akan membawa Anda memahami lebih jauh konsep eLearning dan penerapannya dalam pendidikan jarak jauh yang akan dibahas lebih lanjut dalam blog ini

Apa Sajakah Karakteristik dan Komponen Pendidikan Jarak Jauh itu?

Adalah benar adanya bahwa komponen dan karakteristik adalah dua kata yang berbeda. Namun, sulit sekali memisahkan antara komponen sistem pendidikan jarak jauh dan karakteristiknya secara terpisah dalam penjelasan modul ini. Karena ketika bicara komponen, maka akan secara langsung menjelaskan karakteristik dari pendidikan jarak jauh itu sendiri. Oleh karena itu, penulis cenderung menggunakan dua kata tersebut secara bersamaan.

Dengan mengacu kepada beberapa definisi para ahli yang telah diungkapkan di atas, kita dapat mengidentifikasi komponen dan karakteristik pendidikan jarak jauh itu sendiri. Mari kita lihat satu persatu.

Greville Rumble (1989) seperti dikutip oleh Schlosser dan Simonson (2006), menyebutkan bahwa dalam pendidikan jarak jauh harus ada:
• siapa yang mengajar, yaitu guru, tutor, widyaiswara, dan lain-lain;
• orang-orang yang belajar, yaitu satu atau lebih peserta belajar (siswa, mahasiswa, peserta diklat, dan lain-lainl);
• apa yang dipelajari, yaitu kurikulum, silabus dan mata ajar (mata kuliah, mata pelajaran, mata diklat, dan lain-lain) sebagai dasar pengajar mengajarkan dan peserta belajar mempelajarinya;
• siapa yang menyelenggarakan, yaitu adanya lembaga yang mengelola pendidikan jarak jauh (merencanakan, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan lain-lain);
• adanya kesepakatan kegiatan belajar, yaitu kontrak belajar yang menjelaskan apa yang harus dilakukan atau peran dan tanggung jawab, baik antara peserta belajar dengan pengajar, peserta belajar dengan lembaga penyelenggara, maupun pengajar dengan penyelenggara.

Karakteristik pendidikan jarak jauh menurut Rumble ini disamping sekaligus menjelaskan komponen yang harus ada dalam pendidikan jarak jauh, juga menekankan salah satu hal yang sangat penting, yaitu adanya kontrak belajar. Semacam kesepakatan (akad) tentang apa yang harus dilakukan bersama dalam rangka menunjang terjadinya proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

Sementara itu, Desmond Keegan (1986) memaparkan lima karakteristik pendidikan jarak jauh, yaitu:
• terpisahnya peserta belajar dengan pengajar selama proses pembelajaran yang membedakannya dengan pembelajaran konvensional;
• dipengaruhi oleh organisasi atau lembaga penyelenggara, baik dalam perencanaan dan persiapan bahan belajar maupun pemberian dukungan belajar bagi peserta belajar yang membedakannya dengan program pembelajaran privat;
• digunakannya aneka ragam media, baik cetak, audio, video maupun komputer, baik untuk menyatukan peserta belajar dan pengajar maupun penyampaian materi pembelajaran;
• digunakannya komunikasi dua arah sehingga terjadi interaksi dan atau dialog yang intensif;
• ketidak hadiran peserta belajar dan pengajar secara bersama-sama pada waktu dan tempat yang sama selama proses pembelajaran mengkondisikan terjadinya pembelajaran secara mandiri walaupun tidak menutup kemungkinan adanya pertemuan pada waktu-waktu tertentu, baik untuk tujuan pembelajaran maupun sosialisasi atau orientasi.

Jika mengacu pada karakteristik menurut Desmond seperti dijelaskan di atas, maka komponen pendidikan jarak jauh hampir sama dengan perumusan Rumble, yaitu adanya peserta belajar, pengajar, bahan belajar, proses belajar, serta lembaga yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Sebagai konsekuensi keterpisahan tempat dan waktu antara peserta belajar dan pengajar maka diperlukan media yang relevan, baik cetak, audio, video maupun komputer dan teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah.
Sebagai penutup, penulis ingin memaparkan komponen pendidikan jarak jauh yang lebih operasional dengan mengacu pada definisi Simonson dkk. (2006). Mengacu pada definisi seperti tersebut yang telah dikemukakan Simonson dkk. menggambarkan ada empat komponen dan sekaligus menjelaskan karakteristik pendidikan jarak jauh sebagai berikut:

Komponen pertama adalah adanya lembaga penyelenggara. Ini merupakan konsep utama pendidikan jarak jauh yang membedakannya dengan belajar sendiri (self-study) dan otodidak. Lembaga ini bisa saja lembaga penyelenggara pendidikan konvensional seperti universitas, sekolah, akademi, lembaga diklat dan lain-lain yang menawarkan pendidikan jarak jauh. Atau lembaga penyelenggara yang khusus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh seperti Universitas Terbuka (Indonesia), Malaysia Open Univeristy (Malaysia), UK Open University (Inggris), Hanoi Open University (Vietnam), Sukhothai Thammatirat Open University (Thailand) dan lain-lain.

Komponen kedua adalah adanya keterpisahan antara peserta belajar dengan pengajar. Keterpisahan ini bisa dilihat dari sisi lokasi maupun waktu. Artinya, pembelajaran disampaikan oleh pengajar kepada peserta belajar yang terpisah jarak dan waktu, sehingga pembelajaran bisa lebih adaptif dan luwes menyesuaikan dengan kondisi, waktu dan kecepatan belajar peserta belajar itu sendiri.

Komponen ketiga adalah digunakannya sistem telekomunikasi interaktif. Terjadinya komunikasi jarak jauh adalah konsekuensi dari keterpisahan antara peserta belajar dan pengajar. Oleh karena itu, keberadaan sistem telekomunikasi yang interaktif ini sangat penting karena kunci dari proses pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi dengan memanfaatkan sistem telekomunikasi ini dapat bersifat asinkronous (tidak bersamaan) maupun sinkronous (bersamaan), baik dilihat dari sisi tempat maupun waktu. Pembelajaran sinkronous dan asinkronous akan dibahas lebih jauh dalam kegiatan belajar berikutnya dari modul ini.

Komponen keempat adalah adanya saling berbagi (sharing) baik data, suara maupun video yang memungkinkan pengalaman belajar terjadi. Maksudnya adalah obyek belajar (learning object) sebagai media pembelajaran dikemas dalam bentuk data, suara, video maupun multimedia. Simonson dkk., juga menyaraankan agar media pembelajaran dalam berbagai format tersebut (baik data, suara, video, maupun berbasis komputer) harus dirancang sesuai dengan prosedur desain pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan pengalaman belajar yang tepat guna sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik peserta belajar serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukungnya.

Sebagai kesimpulan, dengan mengacu pada beberapa pendapat pakar di atas, maka komponen pendidikan jarak jauh dapat diidentifikasi dengan mengajukan enam (6) pertanyaan seperti berikut:
• Siapa yang menyelenggrakan? Artinya, adanya suatu organisasi atau lembaga penyelenggara yang mengelola (merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi dan memonitor) pendidikan jarak jauh. Penyelenggara dapat saja lembaga pendidikan konvensional yang menawarkan pendidikan jarak jauh atau lembaga yang secara khusus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
• Siapa yang belajar dan membelajarkan? Artinya, adanya orang-orang yang mengikuti belajar dan memfasilitas pembelajaran pada program pendidikan jarak jauh tersebut, yaitu peserta belajar (bisa siswa, mahasiswa, peserta diklat, dan lain-lain) dan pengajar (bisa dosen, guru, widyaiswara, tutor, dan lain-lain).
• Dimana dan kapan proses pembelajaran terjadi? Artinya, adanya proses pembelajaran yang terjadi secara terpisah baik dari sisi jarak, tempat dan atau waktu antara peserta belajar dengan pengajar. Walaupun dalam kondisi tertentu dapat saja terjadi pertemuan (konvensional) untuk keperluan pembelajaran maupun orientasi, sosialisasi dan lain-lain.
• Apa yang dipelajari? Artinya, adanya arah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai beserta apa saja yang harus dipelajari dalam bentuk kurikulum, silabus atau turunannya yang lebih rinci dalam bentuk rencana pembelajaran dan lain-lain yang dirancang sesuai dengan prinsip desain pembelajaran.
• Bagaimana proses pembelajaran terjadi? Artinya ada proses pembelajaran yang berbeda dengan pembelajaran konvensional, sebagai konsekuensi dari keterpisahan jarak dan waktu antara peserta belajar dnegan pengajar. Dalam hal ini, pendidikan jarak jauh menerapkan sistem belajar mandiri yang memungkinkan peserta belajar dapat belajar secara luwes sesuai dengan kondisi dan kecepatan belajarnya masing-masing.
• Bagaimana komunikasi dan bahan belajar disampaikan? Sebagai konsekuensi terpisahnya jarak dan waktu antara peserta belajar dengan pengajar, maka digunakan teknologi telekomunikasi sebagai sarana komunikasi dan penyalur bahan belajar. Hal ini ditujukan agar proses komunikasi sebagai inti dari proses pembelajaran dapat terjadi secara dua arah atau bahkan banyak arah (interaktif). Interaksi dapat terjadi secara bersamaan (sinkronous) mauopun asinkronous. Bahan belajar dalam bentuk obyek belajar (learning obyek) yang bersifat data, voice, video, maupun multimedia yang telah dirancang dengan menggunakan prinsip desain pembelajaran dapat dikemas dalam format cetak, audio, video, dan multimedia. Teknologi telekomunikasi yang digunakan, baik yang bersifat tradisional (seperti koresponden, modul cetak) maupun elektronik (seperti radio, televisi, dan internet) hendaknya tepat guna, menyesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, kondisi peserta belajar, ketersediaan dana dan fasilitas serta pertimbangan lainnya.

Begitulah kira-kira. Semoga bermanfaat.

Uwes A. Chaeruman